WahanaNews.co, Jakarta - Suhu udara di beberapa wilayah Indonesia saat ini berada di atas rata-rata. Beberapa stasiun meteorologi yang dikelola oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat bahwa suhu maksimum telah melewati angka 35 derajat Celcius.
Berdasarkan Informasi Parameter Iklim BMKG, selama periode 21-22 Oktober 2023, suhu tertinggi harian di Indonesia mencapai 38,3 derajat Celcius.
Baca Juga:
BMKG: Hujan Petir Mengancam, Sebagian Besar Indonesia Siap-siap Basah!
Suhu ekstrem ini tercatat di Stasiun Meteorologi Kertajati, Majalengka, Jawa Barat.
Sementara itu, suhu terendah selama periode tersebut tercatat di tiga lokasi yang berbeda, yaitu Stasiun Meteorologi Japura, Stasiun Geofisika Tangerang, dan Stasiun Meteorologi Juanda, masing-masing mencapai 35,2 derajat Celcius.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, yang menghadiri International Workshop on Climate Variability and Climate Services di Bali baru-baru ini, telah menyoroti ancaman serius dari perubahan iklim kepada negara-negara di seluruh dunia.
Baca Juga:
Siklon Tropis Yinxing Terpantau Dekati Indonesia, Ini Wilayah yang Terancam Cuaca Ekstrem
Menurutnya, kondisi Bumi saat ini sangat mengkhawatirkan dan dapat mengancam kelangsungan hidup semua makhluk di planet ini.
Oleh karena itu, Dwikorita mendorong seluruh negara untuk bekerja sama dalam mengatasi masalah lingkungan ini.
"Perubahan iklim mengancam seluruh negara. Tidak peduli kondisi negaranya, baik negara maju, berkembang, dan negara kepulauan kecil semuanya mengalami bencana hidrometeorologi bahkan multi bencana hidrometeorologi," kata Dwikorita dikutip dari siaran pers.
BMKG sendiri, menurut Dwikorita, telah mengambil peranan penting dalam mendorong layanan informasi iklim berdasarkan ilmu pengetahun dan kebijakan hukum untuk mengantisipasi kondisi perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan.
"Oleh karena itu, kita memang perlu memperkuat keterkaitan antara sains, kebijakan, layanan informasi, terutama dalam memahami dampak perubahan iklim dan variabilitas iklim serta dampaknya terhadap kehidupan manusia, yang juga berdampak pada keselamatan peradaban kita," ujarnya.
Salah satu contoh dampak perubahan iklim yang kini jelas telah dirasakan dunia menurut Dwikorita adalah fenomena El Nino dan La Nina yang memicu terjadinya bencana hidrometeorologi.
Tidak jarang, dalam satu negara bisa mengalami bencana banjir namun disaat bersamaan juga mengalami kekeringan. Akibatnya kondisi ini membuat banyak orang menjadi hidup menderita.
Menurut laporan yang diterbitkan oleh World Meteorological Organization (WMO), perubahan iklim global memiliki dampak yang signifikan pada berbagai sektor kehidupan, terutama dalam hal ekonomi suatu negara.
Negara-negara maju, sebagai contoh, mungkin mengalami sekitar 60% dari total kejadian bencana yang terkait dengan kondisi cuaca, tetapi dalam banyak kasus, kontribusi ini hanya mencapai sekitar 0,1% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) mereka.
Situasi yang lebih mengkhawatirkan tampak terjadi di negara-negara berkembang, yang meskipun hanya menyumbang sekitar 7% dari seluruh bencana global, namun kerugian yang ditimbulkan mencapai kisaran antara 5% hingga 30% dari PDB.
Sementara itu, negara-negara kepulauan kecil menghadapi situasi yang lebih rumit, di mana sekitar 20% dari total bencana global dapat mengakibatkan kerugian ekonomi sekitar 5% dari PDB, dan dalam beberapa kasus, bahkan melebihi 100%.
Dwikorita mengungkapkan bahwa cuaca ekstrem, perubahan iklim, dan insiden-insiden yang terkait dengan air telah menyebabkan 11.778 kejadian bencana yang tercatat selama periode tahun 1970 hingga 2021.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]