WahanaNews.co | Gempa yang terjadi di Cianjur, Jawa Barat bukan karena Sesar Cimandiri, melainkan patahan baru yang disebut Sesar Cugenang. Dimana saja areanya yang rawan?
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan sumber gempa M 5,6 di Cianjur, Senin (21/11), adalah pergerakan Sesar Cimandiri.
Baca Juga:
Sambut Masa Tenang Pilkada Jakarta, KPU Jakbar Gelar Panggung Hiburan Rakyat
"Pemicu gempa Cianjur Magnitudo 5,6 pada 21 November 2022 lalu adalah patahan atau Sesar Cugenang. Ini adalah sesar yang baru teridentifikasi dalam survei yang dilakukan BMKG," ujar Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dikutip dari Antara, Kamis (7/12).
Sesar atau patahan (fault) sendiri merupakan bidang batas antara dua fraksi kulit bumi yang mengalami gerakan atau pergeseran relatif kelompok batuan terhadap blok lainnya. Areanya bisa cuma beberapa sentimeter hingga puluhan kilometer.
Daerah sesar yang masih aktif pergeseran sesarnya merupakan zona rawan gempa.
Baca Juga:
Sekjen GEKIRA Partai Gerindra: Pemilukada Damai Bukti Rakyat Cerdas
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono mengungkapkan temuan sesar baru ini berdasarkan analisis focal mechanisme (singkatnya analisis sumber gempa).
"Berdasarkan hasil analisis focal mechanism serta memerhatikan posisi episenter gempa utama dan gempa susulan, dapat diketahui bahwa patahan pembangkit gempa bumi Cianjur merupakan patahan baru," ungkapnya.
Patahan itu, lanjut Daryono, mengarah ke N 347 derajat timur dan kemiringan (dip) 82,8 derajat dengan mekanisme gerak geser menganan (dextral stike-slip).
Patahan ini digambarkan dengan garis putus-putus tegak lurus dari Desa Nagrak hingga Desa Ciherang ke arah timur laut.
Ia juga mengatakan bahwa gempa Cianjur merupakan jenis gempa tektonik kerak dangkal.
"Hasil monitoring BMKG hingga Kamis, 8 Desember 2022, pukul 12.00 WIB telah terjadi sebanyak 402 kali gempa susulan yang makin melemah secara fluktuatif, dengan frekuensi kejadian makin jarang. Magnitudo terbesar 4,3 dan terkecil 1,0," ujarnya.
Dwikorita mengatakan pihaknya menganalisis sumber gempa itu, selain via focal mechanism dan sebaran titik gempa-gempa susulan, dengan memakai analisis citra satelit dan foto udara.
Tak ketinggalan, pihaknya melengkapi itu dengan survei lapangan terhadap pola sebaran dan karakteristik surface rupture (retakan/rekahan permukaan tanah), sebaran titik longsor, kelurusan morfologi, dan pola sebaran kerusakan.
Dengan temuan baru patahan Cugenang ini, Dwikorita mengungkap jumlah sesar aktif yang teridentifikasi di Indonesia mencapai 296.
"Jadi di Indonesia ini sudah identifikasi 295 patahan aktif. Namun patahan Cugenang yang ini belum termasuk yang teridentifikasi. Jadi ini yang baru saja ditemukan atau teridentifikasi," ujarnya.
Sebelumnya, sejumlah pakar meragukan pernyataan soal sumber gempa Cianjur dari sesar Cimandiri, salah satu dari sesar aktif yang terdeteksi di Jabar. Pasalnya, lokasi sumber gempa cukup jauh dari peta sesar tersebut.
Evakuasi rumah
Dwikorita mengatakan zona patahan Cugenang menjadi sangat vital dalam mendukung proses rehabilitasi dan rekonstruksi atau pembangunan kembali berbagai bangunan yang terdampak gempa.
"Jadi kalau membangun kembali, belum tahu patahan yang ada di mana. Dikawatirkan zona yang patah atau bergeser itu akan dibangun lagi, dan kurang lebih 20 tahun kemudian akan runtuh lagi," ujar Dwikorita.
Dwikorita mengatakan Sesar Cugenang ini membentang sepanjang kurang lebih 9 kilometer dan melintasi sedikitnya sembilan desa. Delapan di antaranya masuk wilayah Kecamatan Cugenang.
Yakni, Desa Ciherang, Desa Ciputri, Cibeureum, Nyalindung, Mangunkerta, Sarampad, Cibulakan, dan Desa Benjot. Satu desa lainnya, Nagrak, ada di wilayah Kecamatan Cianjur.
"Karena Sesar Cugenang adalah sesar aktif, maka rentan kembali mengalami pergeseran atau deformasi, getaran dan kerusakan lahan, serta bangunan. Area sepanjang patahan harus dikosongkan dari peruntukkan sebagai permukiman, sehingga jika terjadi gempabumi kembali di titik yang sama, tidak ada korban jiwa maupun kerugian materiil," kata Dwikorita.
BMKG pun merekomendasikan relokasi permukiman di daerah seluas 8,09 kilometer persegi dengan hunian sekitar 1.800 rumah yang berada di dalam zona bahaya patahan geser Cugenang.
"Berdasarkan zona bahaya tersebut di atas, maka area yang terdokumentasi untuk direlokasi adalah area seluas 8,09 KM2 dengan hunian sebanyak kurang lebih 1.800 rumah yang berada di dalam zona bahaya patahan geser Cugenang, meliputi sebagian Desa Talaga, Sarampad, Nagrak, Cibulakan," papar Daryono.
"Zona bahaya merupakan zona yang rentan mengalami pergeseran atau deformasi, getaran dan kerusakan lahan, serta bangunan," imbuhnya.
Meski begitu, Dwikorita menyebut zona-zona yang direkomendasikan direkolasi itu masih bisa dipakai untuk area konservasi.
"Zona bahaya itu dikosongkan dari hunian, tetapi bisa untuk dimanfaatkan untuk non hunian misalnya untuk persawahan, area resapan, konservasi, dihutankan, tapi jangan dibangun rumah lagi," ungkap dia.
Namun demikian, kata dia, area tersebut bukan berarti tidak bisa dimanfaatkan. Menurutnya, area yang berada di jalur Sesar Cugenang tetap bisa dimanfaatkan untuk keperluan pertanian, kawasan konservasi, lahan resapan, maupun dikembangkan menjadi destinasi wisata dengan konsep ruang terbuka tanpa bangunan permanen.
"Poin utamanya, area lintasan Sesar Cugenang terlarang untuk bangunan tempat tinggal maupun bangunan permanen lainnya," demikian Dwikorita.(jef)