WahanaNews.co | Tiga puluh tahun silam, keajaiban terjadi di sebuah pesawat
yang terbang dari Birmingham (Inggris) ke Málaga
(Spanyol).
Pada 10 Juni 1990, sebuah BAC-111 milik British Airways lepas landas dari Birmingham
dengan delapan puluh satu penumpang.
Baca Juga:
Minggu Perpisahan: Pendeta Ronal Sihombing Ucap Selamat Tinggal kepada Jemaat HKI Hariara Silaban
Tetapi, ketika
melewati Didcot, sekira sembilan puluh mil jauhnya, jendela yang paling dekat
dengan pilot terlepas dari pesawat.
Dekompresi kabin awak pesawat di
ketinggian lebih dari tujuh belas ribu kaki begitu kuat hingga membuat pilot,
Kapten Tim Lancaster, terdorong keluar melalui jendela
tersebut.
Beruntung kakinya terperangkap pada
kontrol penerbangan yang memberikan kesempatan kepada pramugara kabin, Nigel Ogden, untuk memegangi kakinya.
Baca Juga:
Peduli Keselamatan Pemudik, Personel Operasi Ketupat Toba 2024 di Tapteng Tutupi Lobang Jalan
Ogden berusaha menahan kaki sang pilot, sementara co-pilot, Alastair Atchinson, berjuang untuk tetap mengendalikan pesawat, menurut cerita Ogden di smh.com.au.
Saat kejadian, Ogden datang ke kabin
untuk menawarkan teh kepada kru ketika ledakan besar terjadi.
Awalnya, Ogden
mengira ledakan itu berasal dari bom, melansir dari TheVintagenews.
Namun saat itu dia kaget melihat kapten
tersedot keluar jendela. Dengan sigap Ogden berusaha memegang
kaki sang kapten.
Saat itu, baju
kapten sudah tidak ada dan tubuhnya menempel di atas pesawat. Kaki kapten, yang masih berada di dalam pesawat, telah
memutuskan sistem autopilot, menyebabkan pesawat jatuh ke bawah dengan
kecepatan lebih dari empat ratus mil per jam.
Kembali ke kabin, Pramugara John
Heward meraih sabuk Ogden, dan berhasil membungkus sabuk pengaman
pilot di sekelilingnya.
Atchinson belum melepas tali
pengamannya dari lepas landas, yang membuatnya tak ikut tersedot
keluar.
Kebisingan di kokpit begitu kuat, sehingga Atchinson tidak dapat mendengar radio yang menghubungkan
mereka dengan pengatur penerbangan.
Kaki Lancaster dikeluarkan dari
kontrol penerbangan saat tanpa sengaja pegangan Ogden mengendur karena
terkilir.
Sang kapten tergelincir sedikit,
menyebakan tubuhnya melengkung di atas pesawat dengan kepala terbentur badan
pesawat dan lengannya terayun-ayun.
Darah berceceran di seluruh area dan, menurut Ogden, pemandangan yang tidak akan pernah
dia lupakan adalah sang kapten tetap membuka matanya sepanjang waktu.
Co-pilot dapat mengaktifkan kembali
autopilot, tetapi untuk menghindari kemungkinan tabrakan dengan lalu lintas
udara lainnya, ia menurunkan pesawat ke ketinggian sebelas ribu kaki dalam
waktu dua menit dan mampu mengurangi kecepatannya.
Lengan Ogden yang memegang sang kapten
sudah tidak mampu bertahan, akhirnya diganti dengan pramugara Simon Rogers
mengikatkan dirinya ke kursi pilot ketiga dan bergantung pada pergelangan kaki
pilot.
Pada saat ini, mereka semua mengira
Lancaster sudah tewas dan satu anggota kru menyarankan untuk melepaskannya, tetapi Ogden menolak, memikirkan keluarga Kapten.
Tekanan kabin telah seimbang, dan co-pilot mendapatkan instruksi pendaratan dari Bandara
Southampton.
Karena tangki bahan bakar pesawat
masih penuh, dia meminta landasan pacu yang panjang karena takut ban pecah, tapi pihak bandara hanya bisa mengamankan landasan pacu
berukuran biasa.
Ogden berjalan mondar-mandir di lorong, mempersiapkan penumpang untuk pendaratan darurat, dan mengkhawatirkan nasibnya.
Kekhawatiran itu tidak perlu, karena ternyata Atchinson sanggup melakukan
pendaratan sempurna.
Penumpang dapat turun dengan selamat. Total
waktu kejadian itu hanya delapan belas menit.
Ogden berjalan melewati pesawat untuk
memastikan semua orang keluar dan kemudian pergi ke kokpit untuk melihat
paramedis membawa pilot kembali melalui jendela ke tandu.
Lancaster berlumuran darah tetapi
kata-kata pertamanya adalah, "Saya ingin makan."
Ogden mengalami radang dingin di
wajah, mata kiri, dan bahu terkilir. Pilot mengalami radang dingin, lengan dan
pergelangan tangan patah, dan ibu jari juga patah, tetapi lima bulan setelah kecelakaan itu dia terbang lagi.
Sementara Ogden menderita stres pascatrauma, dan memutuskan berhenti terbang.
Ternyata, baut yang dipasang ke
jendela untuk menahannya terlalu kecil dan menyebabkan jendela lepas. [qnt]