WahanaNews.co | Dokter
spesialis toksikologi hewan berbisa dan tanaman beracun, Tri Maharani,
mewanti-wanti bahwa tak lama lagi akan terjadi ledakan atau booming ubur-ubur
bluebottle. Biasanya, kemunculan ubur-ubur dalam jumlah banyak terjadi mulai
awal Juni hingga akhir Agustus nanti.
Baca Juga:
Pemda Paluta Hadiri Kenal Pamit Pergantian Kapolres Tapanuli Selatan
Ketika jumlahnya meledak nanti, di sepanjang pantai selatan
Jawa dan Bali akan muncul jutaan ubur-ubur setiap hari.
"Di luar negeri orang menemukan satu dua saja rasanya sudah
wow, ini saya melihat ada sebanyak itu di depan mata, ya, jutaan," ungkap Tri
mengenang risetnya terkait Blubottle jellyfish di Pantai Selatan Jawa-Bali
beberapa tahun lalu, kemarin.
Tri menjelaskan, ubur-ubur bluebottle jellyfish memiliki
tentakel yang memiliki nematosid, yakni bagian yang mempunyai venom atau racun.
Jika tentakel tersebut menempel pada kulit manusia, nematosid tersebut akan
menembakkan venom sehingga dapat menimbulkan rasa gatal, nyeri, bahkan sesak
napas.
Baca Juga:
Syaakirah The View: Strategi Indar Sakti Tanjung dalam Menggairahkan Pariwisata Tapanuli Selatan
Bagi orang yang hipersensitif, efek sengatan ini bisa bertahan
berjam-jam. Sementara bagi orang yang tidak hipersensitif efeknya antara
hitungan menit sampai satu jam. Jika daya tahan tubuh korban lemah, venom ini
bisa mengakibatkan sesak napas sehingga pada beberapa kasus harus dibawa ke
puskesmas atau rumah sakit.
Memang, bisa pada ubur-ubur ini tidak sampai berpotensi pada
kematian. Namun yang berbahaya adalah, korban yang terkena sengatan ubur-ubur
ini bisa mencapai ribuan dalam waktu bersamaan. Hal ini tentu akan membuat
petugas keamanan dan tenaga kesehatan kewalahan untuk menanganinya.
"Yang saya alami di Parangtritis saat periode blooming
datang, pas sebelum pandemi ya, sekali kena itu 1.275 pasien, padahal tenaga
kesehatannya kan cuma lima orang," ujar Tri Maharani.