Oleh BUDI DARMA
Baca Juga:
Lima Negara yang Dapat Menjadi Sekutu Indonesia dalam Perang Dunia ke-3
PADA awalnya Tuhan
menciptakan tiga makhluk, yaitu manusia, terbuat dari tanah; malaikat, terbuat
dari cahaya; dan iblis, terbuat dari api.
Kendati terbuat dari tanah dan kotor, Tuhan
menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya.
Baca Juga:
Jokowi Katakan Harga Gandum dan Pupuk Naik Imbas Perang Ukraina dan Rusia
Karena itulah, ketika Tuhan menitahkan malaikat untuk
menyembah manusia, malaikat melaksanakannya dengan baik.
Namun, karena merasa dibuat dari api dan merasa
derajatnya jauh lebih tinggi daripada manusia, titah Tuhan untuk menyembah
manusia ditolak oleh iblis dengan sikap congkak.
Karena menolak perintah Tuhan, jadilah iblis sebagai
makhluk yang kerjanya hanya menyeret manusia untuk menjadi pengikutnya, yaitu
makhluk yang ingkar Tuhan.
Manusia dijerumuskan untuk berbuat dosa agar nanti
dapat menemani iblis pada hari kiamat.
Makin banyak manusia berbuat dosa, makin senanglah
iblis karena anak buahnya dalam kehidupan sesudah mati akan makin banyak.
Karena itu, iblis dapat memperbudak manusia yang
bergelimang dosa untuk selamanya di neraka yang paling dalam.
Salah satu contoh monumental mengenai kehebatan iblis
dalam menggoda manusia tampak dalam cerita rakyat Doctor Faustus.
Pada awalnya Dr Faustus, manusia yang sangat pandai,
merasa tidak puas dengan kepandaian yang sudah dimilikinya.
Dia ingin memiliki ilmu yang memungkinkan dia bisa
melihat masa lampau jauh ke belakang, masa depan jauh ke depan, dan
memungkinkan dia untuk melihat surga serta neraka.
Karena ambisinya ini, datanglah iblis bernama Lucifer
untuk menjerumuskannya.
Iblis bersedia untuk memenuhi semua keinginannya
dengan jalan menjadikan dirinya sebagai budak Dr Faustus untuk waktu tertentu
dan, sesudah waktu itu lewat, Dr Faustus akan dijadikan budak oleh iblis untuk
selamanya.
Karena ambisinya sangat besar, Dr Faustus pun menerima
tawaran itu dengan menorehkan tanda tangan dengan darahnya dalam sebuah surat
kontrak.
Begitu dia bisa melakukan segalanya dengan pertolongan
iblis, keinginannya yang awalnya hanyalah kepandaian mendadak berubah menjadi
perilaku tamak.
Sebagai misal, setiap malam dia harus ditemani oleh
perempuan yang paling cantik di seluruh alam semesta, Helen namanya.
Karena ketamakannya, Dr Faustus tidak sadar bahwa yang
menjadi Helen itu tidak lain adalah iblis itu sendiri, yang dengan mudah
menyamar menjadi Helen.
Inilah salah satu kehebatan iblis dalam menggoda
manusia, yakni iblis bisa melakukan apa pun, bukan dalam alam nyata yang
konkret, melainkan dalam alam yang tampaknya konkret, tetapi sebetulnya hanya
khayalan.
Dari sini tampak pula bahwa sekali terjerat oleh
iblis, sukar bagi manusia untuk melepaskan diri dari kekuatan iblis.
Salah satu jalan bagi manusia untuk melepaskan diri
dari cengkeraman iblis adalah berdoa, tentu saja berdoa kepada Tuhan, bukan
kepada iblis.
Akan tetapi, karena iblis sangat pandai, pada waktu
manusia berdoa kepada Tuhan, iblis mampu menyelewengkan doa kepada Tuhan ini
menjadi doa kepada iblis.
Manusia yang berdoa kepada Tuhan, tetapi sebetulnya
kepada iblis pada hakikatnya adalah manusia yang percaya Tuhan.
Beda, misalnya, dengan para filsuf eksistensialis abad
ke-20 yang ateistik.
Eksistensialisme ateistik dipicu berbagai hal,
khususnya pada waktu Perang Dunia II.
Manusia berkali-kali berdoa kepada Tuhan agar perang
segera berakhir, tetapi kenyataannya justru perang makin berkobar, Hitler makin
berkuasa, dan kesengsaraan makin merajalela.
Manusia berpikir, seandainya Tuhan ada, pasti Tuhan
akan mengabulkan doa-doa itu.
Namun, karena kekuatan dan kebiadaban Hitler makin
menjadi-jadi, mereka menganggap bahwa pada hakikatnya Tuhan tidak ada.
Kalau Tuhan tidak ada, siapakah yang bertanggung jawab
untuk menghentikan perang?
Tidak lain adalah manusia sendiri.
Manusia bertindak dan bertanggung jawab atas
tindakannya sendiri.
Konon, beberapa orang penting di negara ini berdoa
terlebih dahulu sebelum menghadiri sebuah sidang penting.
Sidang ini penting sebab dari sidang inilah rakyat
akan tahu mengenai kebenaran yang sesungguhnya.
Ternyata, dengan berbagai alasan, keinginan rakyat
untuk mengetahui apa yang akan terjadi pada sidang itu tidak bisa terpenuhi.
Mengapa?
Karena sidang ini hanyalah untuk orang-orang penting,
yang sebelum memasuki ruang sidang, konon kabarnya, berdoa terlebih dahulu.
Mudah-mudahan doa kepada Tuhan itu tidak diselewengkan
oleh siapa pun menjadi doa bukan kepada Tuhan.
Dan, marilah kita berdoa kepada Tuhan agar negara kita
dibebaskan dari keserakahan dan kebohongan orang-orang tertentu. (Budi Darma, Sastrawan dan Guru Besar Emeritus Unesa)-qnt
Artikel ini sudah tayang di Kompas.id dengan judul Budi Darma, "Berdoa Kepada Tuhan". Klik
untuk baca: www.kompas.id/baca/opini/2021/08/21/budi-darma-berdoa-kepada-tuhan-2016/.
Catatan:
Artikel ini pernah diterbitkan Harian Kompas edisi 7 Januari 2016. Diterbitkan kembali di rubrik Opini Kompas.id untuk mengenang Prof Dr Budi Darma MA (84 tahun) yang
telah berpulang pada 21 Agustus 2021.