WahanaNews.co, Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar tampak berdiri sabar menunggu pesawat Boeing 787 Bangladesh Airline berhenti sempurna di Terminal VVIP Bandar Udara (Bandara) Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Pesawat tersebut membawa Presiden Bangladesh Mohammed Shahabuddin beserta Ibu Rebecca Sultana, dan Siti Nurbaya diminta Presiden RI Joko Widodo untuk menyambut kedatangan tamu negara tersebut.
Sekitar pukul 17.40 WIB, Presiden Bangladesh turun dari tangga pesawat dan langsung disambut oleh Siti Nurbaya beserta jajar kehormatan dan tarian tradisional. Tak hanya Presiden Bangladesh, sore itu Siti juga menyambut kedatangan tamu negara lainnya, yaitu Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong bersama Ibu Ho Ching serta Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr bersama Ibu Negara Louise Araneta Marcos. Kedatangan tamu negara tersebut di Jakarta adalah untuk menghadiri rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-43 ASEAN pada 5-7 September 2023.
Baca Juga:
Menteri LHK Sebut Manfaatkan Akses Kelola Hutan Tingkatkan Ekonomi
Saat penyambutan tersebut, Menteri LHK tampak mengenakan busana yang biasa dikenakannya pada acara kenegaraan, yaitu baju kemeja beserta setelan jas dengan celana panjang dipadu dengan dasi serta sepatu pantofel. Saat berbincang santai di Podkabs (Podcast Kabinet dan Sekretariat Kabinet), wanita yang memulai karir dari pegawai negeri sipil (PNS) tersebut menceritakan awal mula kegemarannya mengenakan busana yang terkesan maskulin ini.
Siti mengisahkan, dirinya pernah memiliki pengalaman kurang mengenakkan karena roknya tersangkut di mikrolet karena tergesa-gesa hendak turun. Pengalaman tersebut dialaminya di tahun 1983, saat hendak mengikuti pendidikan dan pelatihan di Kampus Universitas Indonesia di Salemba, Jakarta.
“Tahun 1983 itu oplet itu kan penertibannya juga berat, kalau turun cepat-cepat turun gitu, enggak boleh [lama-lama], kan ada Polantas dan lain-lain. Saya cepat-cepat turun, rok saya kesangkut di kaki, di sepatu, jatuh saya dari oplet,” kata Siti.
Baca Juga:
Komisi IV Dukung Rehabilitasi Hutan di IKN
Selanjutnya, saat menjabat sebagai Kepala Seksi Pengairan di Badan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Lampung dan kerap ditugaskan ke lapangan, Siti mengaku kurang leluasa bergerak ketika harus mengenakan rok.
“Saya kalau pergi ke lapangan kan manjat-manjat, apalagi kalau ada banjir dan lain-lain kita kadang-kadang mesti pakai tali kan naik. Jadi saya selalu pakai rok terus di dalamnya bikin short celana pendek yang sama seperti roknya jadi saya selalu pakai dua gitu,” tuturnya.
Pengalaman-pengalaman tersebut lah yang membersitkan keinginan peraih Penghargaan 99 Most Powerfull Women Majalah Globe Asia ini untuk mengenakan celana panjang saat bekerja. Hasrat tersebut semakin bertambah sewaktu dirinya melanjutkan studi di Belanda. Menurut Siti, para wanita pekerja kantoran di negara kincir angin tersebut terlihat sangat modis dan praktis saat mengenakan blazer dipadukan dengan celana panjang. Dan, sekembalinya dari Belanda, Siti pun mulai memberanikan diri untuk mengenakan celana panjang saat bekerja.
“Waktu saya sekolah di Belanda itu saya lihat perempuan-perempuan yang bekerja di kantor itu pakainya begitu dan saya pikir ‘oh, ini kayaknya oke juga’. Maka, ketika saya kembali ke Indonesia, saya mulai-in deh pakai celana panjang,” ujar Siti.
Alasan kepraktisan pun yang akhirnya membuat wanita yang pernah menyandang gelar PNS Teladan Nasional ini terinspirasi untuk mengeluarkan aturan yang memperbolehkan pegawai wanita untuk mengenakan celana panjang. Hal tersebut dilakukan Siti saat menjadi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Sekjen Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
“Ketika saya jadi Sekjen Dagri tahun 2000 akhir, 2001 saya mengeluarkan aturan bahwa perempuan boleh pakai celana panjang se-Indonesia,” ucapnya.
Sementara untuk pilihan mengenakan sepatu pria, kata Siti, juga karena alasan kepraktisan.
“Sepatu laki-laki itu kan ngiketnya ke ini ya, sampai ke atas ya, kalau sepatu perempuan kan hanya ujung depannya doang. Saya itu tukang lari-lari, saya itu masa kecilnya bandel ya, manjat, lari, jadi kalau pakai sepatu perempuan gampang copot. Jadi saya dari kecil, dari sekolah udah pakai sepatu laki-laki,” ucapnya.
Terkait pilihan busananya tersebut, kata Siti, tentu saja bukan tanpa tantangan. Ia mengungkapkan, pimpinan di tempatnya bekerja saat di Pemerintah Provinsi Lampung, Kemendagri, hingga DPD sempat mempertanyakan pilihan yang diambilnya.
“Memang sempat ditanya Pak Gubernur [Lampung], ‘Kok kamu pakaiannya begitu?’ Saya bilang, ‘Pak, yang penting kerjanya sih, Pak bukan bajunya,’ gitu,” kata Siti sambil tertawa. Demikian dilansir dari laman setkabgoid, Minggu (1/10).
[Redaktur: JP Sianturi]