WahanaNews.co | Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisikan (BMKG) memaparkan hujan yang masih terjadi di Jabodetabek dan sejumlah wilayah Indonesia dipicu aktivitas La Nina.
Fenomena ini telah menunda musim kemarau.
Baca Juga:
BMKG Hang Nadim: Kota Batam Berpotensi Hujan Sepanjang Hari Ini
Sub koordinator bidang prediksi cuaca BMKG Ida Pramuwardhani, mengatakan labilitas atmosfer karena pemanasan yang cukup besar menjadi penyebab turun hujan deras disertai kilat dan angin kencang.
"Pemanasan yang cukup dan labilitas yang relatif masih tinggi menjadi penyebab utama terbentuknya awan cumulonimbus yang biasa membawa hujan deras disertai kilat/petir dan angin kencang," ujar Ida kepada wartawan, Rabu (8/6).
Ia menambahkan sebagian wilayah Indonesia sedang mengalami peralihan musim, dari musim hujan ke kemarau atau disebut pancaroba.
Baca Juga:
Hingga 25 November: Prediksi BMKG Daerah Ini Berpotensi Cuaca Ekstrem
Saat ini berdasarkan data BMKG pada 31 Mei, sebanyak 26,6 persen wilayah Indonesia masuk awal musim kemarau. Sebagian sisanya baru masuk kemarau pada Juni hingga Juli.
Peralihan musim di wilayah Indonesia diprediksi akan berlangsung pada akhir Juni-Juli. Kini baru sekitar 50 persen wilayah Indonesia yang sudah beralih ke musim kemarau.
"Potensi cuaca terik berpeluang masih bisa terjadi hingga musim kemarau berakhir, juga masih terdapat potensi hujan di musim kemarau walau intensitasnya lebih rendah dibanding peralihan musim," katanya.
Menurut Ida, La Nina masih bertahan hingga pertengahan 2022. Sejak April hingga Mei indeks El NiƱo Southern Oscillation (ENSO) menunjukkan terjadi penguatan intensitas La Nina.
"La Nina ini umumnya akan berdampak pada curah hujan tinggi. 47 persen wilayah zona musim terlambat masuk musim kemarau," tandasnya.
Terpisah, peneliti Meteorologi BMKG Deni Septiadi mengatakan saat ini suhu muka laut di Indonesia disebut masih cukup hangat dengan anomali berkisar antara 0.1 sampai 0.3 derajat celcius.
Sedangkan indeks La Nina 3.4 moderat -0.58 yang mengindikasikan konektivitas untuk menghasilkan hujan cukup tinggi.
"Meskipun terjadi penurunan hari hujan (HH), potensi intensitas hujan yang terjadi antara sedang-lebat bahkan ekstrem masih ada. Pada musim-musim peralihan (Maret-April-Mei, MAM) atau kemarau (Juni-Juli-Agustus, JJA) pemanasan permukaan akan sangat sempurna untuk pengangkatan," kata Deni.
Dia mengatakan awan-awan yang terbentuk pada fase ini bahkan seringkali menjadi sangat menjulang, dengan suhu puncak awan mencapai 80 derajat celcius. [rin]