WahanaNews.co, Jakarta - Aliran air ke permukiman warga Cisiru, Kelurahan Suralaya, Cilegon, tiba-tiba diputus oleh Sumedi Madasik setelah Pemilu 2024. Rupanya, aliran air untuk warga itu diputus oleh Sumedi yang merupakan caleg PKS untuk DPRD Cilegon, karena kalah pada Pemilu 2024.
Melansir detikcom, Jumat (15/3), Sumedi Madasik bertarung di dapil Kota Cilegon 4 yang meliputi Kecamatan Pulomerak dan Gerogol. Sumedi bertarung dengan nomor urut 8 dari PKS.
Baca Juga:
KPU Tetapkan 580 Anggota DPR Terpilih: 8 Caleg Diganti, Ada yang Terjerat Kasus Pidana
Sumedi Madasik memperoleh 635 suara di Pulomerak dan 51 suara di Gerogol. Total suara yang diperoleh Sumedi Madasik yakni 686 suara.
Dalam internal PKS, Sumedi menjadi caleg ketiga dengan peroleh suara terbanyak. Sumedi kalah dari caleg PKS Jazuli yang meraup 1.473 suara serta Aam Amarulloh dengan 1.401 suara.
Dari penuturan seorang warga, Sumedi merupakan pemilik bor aliran air di permukiman tersebut. Aliran air dari sumur bor tersebut diputus dan warga menduga ini karena masalah Pemilu 2024.
Baca Juga:
KPU Sahkan 580 Caleg Terpilih, 8 Caleg Diganti
Sumedi Madasik menceritakan pemutusan aliran air bukan hanya soal dirinya kalah di Pemilu 2024. Tapi, ada cerita lain di balik pemutusan aliran air tersebut.
"Kurang lebih empat tahun saya bantu masyarakat tersebut dengan saya alirkan air bersih milik saya pribadi. Sejak 2019 pada bulan Maret, mulai dialirkan jaraknya juga jauh dari titik sumur bor 2 km ke masyarakat, kebetulan posisinya nanjak, sehingga menggunakan pompa satelit 5 PK dengan tegangan 35 Volt," tuturnya.
Sumedi mengatakan sejak 2019 warga diminta iuran Rp 10 ribu/kubik. Iuran dengan jumlah tersebut dibagi menjadi dua, Rp 5.000 untuk biaya listrik pompa dan Rp 5.000 lagi dimasukkan ke kas warga untuk perawatan pompa air.
"Saya minta untuk membantu bayar listrik nggak apa-apa deh per kubik Rp 5 ribu, tapi silakan kalau dipasang Rp 10 ribu, yang Rp 5 ribu buat income masyarakat sendiri, saya tetep minta Rp 5 ribu per kubik," katanya.
Selama lima tahun, dirinya mensubsidi warga untuk kebutuhan listrik pompa air tersebut. Tiap bulan, kata dia, uang yang terkumpul dari warga berkisar Rp 1,5-2 juta per bulan. Sementara, biaya listrik dari pompa air yang mengaliri warga tersebut mencapai Rp 4-4,5 juta.
"Sementara saya bayar listrik Rp 4-4,5 juta per bulan, itu pun masyarakat yang terkumpul dari masyarakat itu paling Rp 1,5-2 juta yang saya terima karena yang Rp 5 ribu masuk dana kas masyarakat. Setiap bulan saya mensubsidi saya harus nombokin Rp 2-2,5 juta per bulan, selama sekian tahun," katanya.
Saat dirinya maju pada Pemilu 2024 dari PKS, Sumedi berharap warga mendukungnya untuk maju dengan memilihnya saat pencoblosan. Namun, hasilnya tak sesuai harapan. Sumedi mengatakan pasca-pemilihan, dirinya tak lagi mampu mensubsidi biaya listrik pompa tersebut.
"Ya intinya saya wajar lah kalau memang saya ada rasa kecewa terhadap masyarakat setempat, karena melihat kontribusi saya selama ini. Cuma memang, pada saat malam hari H ada salah satu gerakan serangan fajar yang dilakukan (oleh pihak rival)," katanya.
[Redaktur: Alpredo Gultom]