WahanaNews.co | Beberapa orang memilih tidur siang,
membaca buku, atau menonton film komedi untuk mengisi waktu luang sekaligus
mengusir stres.
Segelintir
lainnya lebih memilih untuk main game --entah game konsol, game komputer, ataupun game online di handphone.
Baca Juga:
Polisi Ungkap Kasus Narkoba di Alun-Alun Aek Kanopan, Labura
Main
game memang tidak seburuk yang selama ini dianggap banyak orang. Namun, hati-hati, apabila sudah terlanjur jadi
kecanduan.
Badan
Kesehatan Dunia (WHO) kini menggolongkan kecanduan main game sebagai gangguan
mental. Waduh!
Badan
Kesehatan Dunia (WHO) menerbitkan buku panduan International Classification of Diseases (ICD-11) di tahun
2018 lalu dengan memasukkan kecanduan main game sebagai salah satu
kategori gangguan jiwa baru, disebut sebagai gaming disorder (GD).
Baca Juga:
Atur Tata Niaga 'Narkoba' Kratom Jokowi Turun Gunung
Gaming disorder dimasukkan di bawah kategori besar
"Gangguan mental, perilaku, dan perkembangan saraf", khususnya di bawah
subkategori "Gangguan penyalahgunaan zat atau perilaku adiktif".
Ini
berarti pakar kesehatan di seluruh dunia menyetujui bahwa kecanduan main game
dapat memiliki dampak yang menyerupai kecanduan alkohol atau obat-obatan
terlarang.
Usulan
ini dibuat karena melihat adanya bukti peningkatan pesat dalam kasus kecanduan
game dari berbagai belahan dunia, yang juga disertai dengan permintaan rujukan
terapi pengobatan di dokter.
Apa
yang dimaksud dengan kecanduan main game (gaming
disorder)?
Kecanduan
main game ditandai dengan ketidakmampuan diri untuk mengendalikan hasrat
bermain, sehingga susah dan/atau tidak mampu untuk menghentikan perilaku
tersebut --terlepas dari segala upaya yang dilakukan untuk
menghentikannya.
Tanda
dan gejala klasik dari kecanduan game adalah:
- Selalu menghabiskan waktu yang lama untuk bermain, bahkan
durasinya makin meningkat dari hari ke hari.
- Merasa mudah marah dan tersinggung saat dilarang atau diminta
berhenti bermain game.
- Selalu berpikir tentang game tersebut ketika sedang
mengerjakan aktivitas lainnya.
Hilangnya
kendali diri ini membuat pecandu game cenderung menomorsatukan gaming dalam hidupnya,
sehingga akan melakukan berbagai cara untuk dapat menuntaskan hasrat akan
candunya, tak peduli atas konsekuensi dan risikonya.
Apa
yang menyebabkan seseorang kecanduan game?
Setiap
benda atau hal-hal yang membuat kita merasa senang akan merangsang otak
menghasilkan dopamin, hormon pembuat bahagia.
Dalam
keadaan normal, hal ini tidak akan menyebabkan kecanduan. Hanyalah rasa bahagia
dan puas pada umumnya.
Akan
tetapi, saat kita mengalami kecanduan, objek yang membuat kita
senang tersebut merangsang otak menghasilkan dopamin yang berlebihan.
Jumlah
dopamin yang kelewat batas akan mengacaukan kerja hipotalamus, bagian otak yang
bertanggung jawab mengatur emosi dan suasana hati sehingga membuat kita merasa
sangat bahagia tidak wajar, bersemangat, dan percaya diri berlebihan --tanda
euforia-- hingga merasa "teler".
Efek
membahagiakan ini akan membuat tubuh secara otomatis ketagihan dan mengidam
untuk merasakannya lagi.
Pada
akhirnya, efek ini membuat kita terus menggunakan candu tersebut secara
berulang dalam frekuensi dan durasi yang lebih tinggi demi memuaskan kebutuhan
akan kebahagiaan ekstrem tersebut.
Jika
hal ini terus terjadi berkepanjangan, lama-lama akan merusak sistem dan sirkuit
reseptor motivasi dan penghargaan otak sehingga menyebabkan kecanduan.
Apakah
semua pemain game berisiko kecanduan?
Dalam
batas wajar, bermain game tentu tidak dilarang. Bermain game dapat menjadi
aktivitas pengusir stres yang baik dan juga bermanfaat bagi kesehatan otak.
Ada
sejumlah bukti medis yang mengatakan bahwa bermain game dapat dijadikan terapi
alternatif mengobati gangguan mental seperti Alzheimer dan ADHD.
Pasalnya, selama
bermain game, otak akan dituntut untuk bekerja keras mengatur fungsi kognitif
(misalnya perencanaan strategi) yang dibarengi dengan kerja fungsi motorik yang
kompleks (misalnya, sambil melihat layar kita juga harus menggerakkan tangan
untuk memainkan joystick atau menekan
tombol).
Nah, jika
hobi ini tidak dikendalikan, barulah bisa berkembang menjadi kecanduan.
Dokter
atau ahli gangguan jiwa dapat mendiagnosis gaming
disorder dari gejala dan tanda perilaku dari kecanduan game.
Yang
disebut kecanduan ini haruslah terjadi secara terus-menerus, paling
tidak selama 12 bulan, dan menunjukkan "efek samping" gangguan berat pada pribadi
si pecandu, seperti perubahan kepribadian, karakteristik, perilaku, kebiasaan,
hingga bahkan fungsi otak.
Seseorang
juga disebut kecanduan apabila hobinya itu telah menyebabkan gangguan atau
bahkan konflik pada hubungan sosialnya dengan orang lain maupun di lingkungan
profesional, seperti sekolah atau tempat kerja. [qnt]