WahanaNews.co | Membayangkan tubuh tersambar petir sepertinya seram, bukan? Bayangan tubuh menjadi gosong sering diperlihatkan sebagai salah satu dampak tersambar petir. Tapi, apa iya begitu?
Dalam bukunya yang berjudul The Improbability Principle, peneliti dan Emeritus Professor of Mathematics di Imperial College, Inggris, Professor David Hand berkata bahwa kemungkinan seseorang untuk tersambar petir adalah satu dalam 300.000.
Baca Juga:
Hujan Petir Bukan Masalah! Begini Cara Pesawat Modern Tetap Aman di Udara
Walaupun kemungkinan tersebut terdengar kecil, tetapi dengan banyaknya populasi dunia, sambaran petir telah menjadi penyebab kematian 4000 orang setiap tahunnya. Angka tersebut telah dikurangi dengan 90 persen korban yang selamat.
Padahal, sambaran petir terjadi begitu cepat dan jumlah listrik yang mengalir pada tubuh sangat kecil. Mengapa sambaran petir bisa begitu fatal? Apa yang terjadi jika orang tersambar petir?
Mary Ann Cooper, seorang dokter gawat darurat yang telah pensiun dan peneliti petir, berkata kepada CNN 25 Mei 2017 bahwa mayoritas listrik dari sambaran petir mengalir di luar tubuh dalam efek flashover.
Baca Juga:
BMKG Ingatkan Sejumlah Daerah Siaga Hujan Lebat 5-11 Juli 2024
Listrik yang mengalir di luar tubuh ini bisa bereaksi dengan keringat atau tetesan air hujan pada kulit.
“Volume air memuai ketika diubah menjadi uap, jadi jumlah kecil pun bisa menyebabkan ledakan uap. Reaksi ini benar-benar meledakkan baju Anda,” ucapnya.
Cooper yang pernah menulis sebuah studi mengenai luka akibat sambaran petir sekitar empat dekade lalu berkata bahwa kehilangan kesadaran adalah efek yang paling sering ditemukan dalam laporan 66 dokter yang menjadi data penelitiannya.
Lalu, sekitar satu per tiga korban juga mengalami kelumpuhan sementara pada lengan dan kaki mereka.
Sementara itu, efek yang lebih berbahaya adalah ketika aliran listrik menghentikan jantung. Untungnya, Chris Andrews, seorang dokter dan peneliti petir di University of Queensland Australia, berkata bahwa jantung memiliki alat pacu alami yang akan mereset dirinya sendiri.
Sebaliknya, masalah terbesar menurut Andrews adalah ketika petir mematikan area otak yang mengontrol pernafasan.
Dia berkata bahwa bagian tubuh ini tidak bisa mereset dirinya sendiri sehingga persediaan oksigen korban akan terjun bebas dan membuat jantung terserang kembali.
“Jika seseorang yang masih hidup bilang bahwa dia pernah tersambar petir, kemungkinan besar alat pernafasan mereka tidak mati sepenuhnya,” ujarnya.
Walaupun demikian, bukan berarti bahwa tetap hidup setelah tersambar petir tidak memiliki konsekuensi apa pun.
90 persen dari korban yang selamat mengalami berbagai efek jangka panjang dan pendek seperti serangan jantung, kebingungan, kejang, tuli, sakit kepala, kehilangan memori, hingga perubahan kepribadian.
Menganalogikannya seperti komputer yang terganggu akibat sengatan listrik, Cooper berkata bahwa petir juga bisa merusak otak dengan cara serupa.
“Walaupun luarnya tampak baik-baik saja, tetapi software yang mengontrol fungsinya telah rusak,” katanya. [eta]