WahanaNews.co | Tak
banyak orang mengenal daluang. Benda berupa lembaran-lembaran ini adalah kertas
tradisional asal Indonesia. Walaupun sudah banyak kertas produk pabrikan, namun
daluang terus diproduksi. Di antaranya oleh Faris Wibisono.
Baca Juga:
Peringatan Hari Lahir Pancasila di Taput: Pakaian Tradisional Menyatu dalam Ideologi
"Saya sudah tiga tahun memproduksi kertas daluang.
Belajar dari pegiat kertas tradisional di Jawa Barat di antaranya Ahmad Mufid
Sururi dan lain lain," jelas Faris ditemui detikcom di pelatihan membuat
kertas daluang di Taman Arkeologi dan Edukasi Budaya Lembah Gana, Bergas,
Kabupaten Semarang, Sabtu (7/11/2020).
Ketertarikannya terhadap seni membuat kertas daluang
dikarenakan masih banyaknya warga Jawa Tengah yang tak tahu tentang kertas tersebut.
Padahal, kertas tradisional itu memegang peranan penting dalam proses
kebudayaan di Indonesia termasuk Jawa Tengah.
"Karena di Jateng belum banyak orang melihat maupun
mendengar tentang daluang, maka saya mulai belajar membuat kertas ini, dari situ
muncul ketertarikan tentang daluang," dia menjelaskan.
Baca Juga:
Cerita Muhammad Rasoki, Nelayan Tradisional Pemburu Ikan Sungai Batangtoru
"Sebab kertas daluang ini merupakan salah satu media
untuk pembuatan Wayang Beber, wayang tradisional di Indonesia," Faris
menambahkan.
Ia bilang pembuatan kertas daluang membutuhkan setidaknya
delapan bulan dari menanam tanaman hingga memprosesnya menjadi kertas. Kayu
yang diproses menjadi kertas daluang ini merupakan jenis kayu Saeh.
"Kertas ini diolah dari kulit kayu Saeh atau di Jateng
disebut Glugut atau Galuga. Untuk proses pengolahan daluang dari menanam sampai
menjadi kertas membutuhkan waktu 8 bulan," ujar Faris.
Ia mengaku untuk memproses kertas tersebut membutuhkan
kesabaran dan ketelitian. Hal itu agar kertas yang dihasilkan memiliki kualitas
yang baik.
"Kayu Galuga itu kulit pohonnya diambil, lalu direndam
di air selama sehari. Setelah itu kulit tersebut ditumbuk dengan alur tertentu
dan difermentasi sehingga membentuk serat serat yang kuat," dia
menjelaskan.
"Setelah itu baru bisa dijemur, dihaluskan, dan dipakai
untuk menulis," kata Faris.
Faris mengaku juga mulai memberikan edukasi membuat kertas
daluang ke masyarakat. Itu agar semakin banyak orang mengetahui tentang kertas
tradisional tersebut.
"Edukasinya ke Semarang, Solo Raya, Jawa Timur, hingga
ke luar Jawa. Juga edukasi tersebut ke kampus kampus agar generasi muda tahu
tentang adanya kertas tradisional asal Indonesia," dia menambahkan. [qnt]