WahanaNews.co | Hermanto Tanoko adalah salah satu pengusaha
sukses di Tanah Air. Putra bungsu dari pendiri PT. Avia Avian, Soetikno Tanoko
ini kini memiliki puluhan perusahaan.
Baca Juga:
Dulu Anak OB, Kini Miliki Aset Triliunan Rupiah
Tak heran jika dirinya disebut sebagai "Crazy Rich". Meski
demikian, siapa sangka dulunya Hermanto lahir di kandang ayam.
Penasaran dengan kisah Hermanto Tanoko? Berikut ulasan
lengkapnya.
Melalui unggahan channel Youtube "SuccessBefore30", seorang
pengusaha sukses bernama Hermanto menceritakan tentang kisah hidupnya. Di balik
kesuksesannya, Hermanto ternyata lahir di kandang ayam.
Baca Juga:
5 Tantangan yang Harus Ditaklukkan untuk Jadi Pengusaha Sukses
"Kalau saya ini dilahirkan di Bulan September 1962 di
Kota Malang. Mama saya anaknya lima, saya yang paling kecil nomor lima, dan
semuanya dilahirkan oleh Bidan. Karena memang ekonomi kami ini memang waktu itu
susah sekali, karena papa kena PP10 tahun 60, jadi harus tinggal di
emper-emper, gunung kawi, vihara, sampai akhirnya bisa menyewa rumah yang
semestinya bukan rumah tapi bekas kandang ayam dengan ukuran 1,5x9 m, saya
begitu lahir sudah tinggal di kandang ayam," ujar Hermanto menceritakan.
Hermanto menceritakan bahwa ayah dan ibunya merupakan sosok
pekerja keras.
"Jadi papa ini memang pekerja keras, mama juga. Jadi
papa itu setiap harinya harus naik sepeda ke Singosari untuk membeli hasil bumi
dari para petani, terus dijual di kota Malang. Sedangkan mama menjual
pakaian-pakaian bekas di depan rumah. Tapi memang papa mama itu benar-benar
pekerja keras, " kata Hermanto.
Hermanto telah paham investasi sejak dirinya masih berusia
lima tahun. Hal ini bermula ketika dirinya mendapat angpau Imlek.
"Papa tahun 62 itu buka toko cat, kalau mama tahun 64
buka toko kelontong. Waktu saya usia lima tahun, berarti tahun 67. Kalau Imlek
tradisi Chinese itu kan selalu kasih angpau ke anak-anak. Uang angpau setelah
terkumpul, mama papa menawarkan suatu investasi ke saya. You mau enggak invest
tepung terigu, harganya mau naik. Oke mau. Bapak catat," ujar Hermanto.
"Terus besoknya sudah tanya lagi, tepung terigunya
sudah naik belum sudah terjual belum. Oh sudah. Ditawari lagi saya, mau beli
biskuit enggak, ini yang mau naik biskuit. Oh mau. Beli biskuit, terus akhirnya
dibelikan minyak goreng dan seterusnya. Jadi akhirnya saya di toko itu jadi
senang, jadi tau, jual roti itu untungnya cuma sekian. Jual telur asin sekian,
jual minyak goreng sekian, jadi benar-benar nilai uang itu enggak gampang nyari
gitu," lanjutnya.
"Mama itu dengan anak luar biasa baiknya, enggak pernah
melarang, suruh semua dimakan. Saya setelah tau, mana bisa, setelah makan roti
disuruh makan yang lain, untungnya belum dapet ini. Belum jualan sepuluh kali
lipat mana bisa makan. Jadi kami ini benar-benar mengerti nilai uang mulai usia
dini," pungkasnya.
Hermanto pun melanjutkan ceritanya. Ia mengatakan bahwa
dirinya telah belajar dagang dari kelereng.
"Jadi enggak bisa jajan karena tau harganya sangat mahal.
Sampai kalau mainan kelereng itu, saya itu latihannya pakai batu yang bunder.
Dari situ saya latihan dari jarak satu meter dua meter sampai titis bagus
gitu," kata Hermanto.
"Jadi waktu di sekolah banyak orang yang bawa kelereng,
kalau dia mulai kalah, saya mainin. Akhirnya saya mainin menang banyak, saya
dikasih cuan. Dari keuntungan yang didapat itu, akhirnya saya main sendiri,
sampai menangnya berkaleng-kaleng," lanjutnya.
"Akhirnya yang bagus-bagus saya cuci, saya jual di toko
mama. Jadi saya jual di toko mama itu waktu 6 tahun 7 tahun," imbuhnya.
Di usia delapan, sembilan tahun, Hermanto telah diajak oleh
sang ayah untuk membantu menjaga toko catnya. Dari sana lah ia belajar tentang
product knowledge.
"Di usia, delapan, sembilan, sepuluh itu papa mulai
ngajak saya ke toko catnya. Jadi saya disuruh melayani di toko-toko cat itu
melayani pembeli, mulai dari satu ons dua ons. Terus dari sana saya tau, kalau
papa saya ini merk tertentu itu jadi agen tunggal," ungkap Hermanto.
"Kalau agen tunggal itu keuntungannya jauh lebih besar.
Dari sana saya jadi belajar product knowledge, produk yang keuntungannya besar
itu apa keunggulannya dibanding dengan brand-brand yang sudah laku. Ternyata
keunggulannya banyak, mulai dari harganya lebih murah, lebih kental, lebih
cepat kering, lebih kilap," lanjutnya.
"Dari pengetahuan itu, kalau ada pembeli brand yang
sudah terkenal saya switch ke brand yang papa jadi agen tunggal. Hampir
sembilan puluh persen menurut," pungkasnya.
Pernah Jaga Apotek
Tak hanya menjaga toko cat, Hermanto juga diberi kepercayaan
oleh sang ayah untuk mengurus apotek yang dimiliki keluarganya di usia empat
belas tahun.
"Di usia empat belas tahun, saya dipanggil oleh papa
saya, ditanya di sebelah rumah ini ada apotek mau dijual. Kalau enggak dibeli,
sayang, karena ini persis di sebelah rumah. Tapi kalau dibeli, siapa yang jaga.
Tanya nya ke saya," ujar Hermanto menceritakan.
"Saya aja yang jaga. Habis pulang sekolah saya langsung
jaga. Oh bisa ya? bisa pak. Dibeli sungguhan suruh saya yang jaga. Jadi saya
pulang sekolah, makan, jam satu sampai jam sembilan saya itu di apotek. Jadi
saya belajarnya itu, jam empat jam lima pagi. Jadi saya bangunnya itu pagi.
Buat PR, belajar, sampai sekarang saya bangunnya jam empat jam lima pagi. Jadi
udah kebiasaan sampai saat ini saya bangun pagi," lanjutnya.
"Saya di awal itu sudah punya mimpi, apotek saya harus
yang paling ramai di Kota Malang. Jadi dari mimpi itu akhirnya saya
mempelajari. Apotek yang sudah ramai itu harga jualnya berapa persen ngambil
keuntungan, terus ngelayanin pelanggan itu berapa lama, itu saya selidiki
semua," terangnya.
"Akhirnya, saya membuat satu inisiatif, bagaimana agar
harga saya paling murah yaitu dengan membeli kontan, dapat potongan lima belas
dua puluh persen, saya berikan ke pembeli. Terus karena obat saya enggak
lengkap, kelemahan itu saya jadikan kekuatan, dengan saya kasih ongkos kirim,
ongkos ambil resep gratis. Jadi saya cuma sedia sepeda motor, saya ngelayani
costumer, enggak perlu nunggu obat. Saya kirimkan," pungkasnya.
Bangun Pabrik Cat
Avian
Hermanto merupakan putra bungsu dari pendiri PT. Avia Avian,
Soetikno Tanoko. Ia menceritakan ketika sang ayah dan dirinya membangun dan
mengelola pabrik cat Avian.
"Waktu saya setelah menikah, usia 19 tahun. Saya
diminta papa untuk membantu papa di Pabrik Cat Avian. Jadi papa ini merintis
Avian di tanggal 1 November 1978, waktu devaluasi rupiah dengan delapan belas
karyawan," kata Hermanto.
"Saya di akhir tahun 1982, diminta membantu, itu awal
ketemu papa saya tanya, Avian ini visi ke depannya apa. Cita-cita papa ini apa.
Papa saya nangkep, papa ingin Avian jadi nomor satu di Indonesia. Padahal
pabriknya ini masih pabrik yang belum besar, pagar aja enggak ada. Drum-drum
itu ditaruh di sawah," lanjutnya.
"Jadi saya semangat sekali. Saya ngomong, pa kalau gitu
kita harus memperkuat, kualitas yang bagus kita pertahankan terus. Nah itu
Avian itu tumbuh terus, double digit setiap tahunnya. Jadi Avian ini sekarang
sudah 40 tahun. 40 tahun itu ibarat kalau setiap 10 tahun itu naiknya puluhan
kali, dawarsa kedua puluh naiknya ratusan, dasawarsa ketiga puluh naiknya
ribuan, dasawarsa keempat puluh ini sudah puluhan ribu kali," imbuhnya.
"Sehingga merk cat nasional yang dari home industri
bisa bersaing dengan perusahaan-perusahaan global dan kami menjadi salah satu
yang terbesar di Indonesia. Di dunia, pada ulang tahun yang ke-40 ini, kami
bersyukur menjadi nomor 40," pungkasnya.
Sukses Lewati Krisis
98
Di usia 35 tahun, Hermanto telah sukses melewati krisis
tahun 98. Kesuksesan Hermanto melewati krisis, berkat pesan dari sang ayah yang
ia ingat dan laksanakan dengan baik.
"Jadi waktu krisis 97 98, kami seluruh perusahaan,
seluruh anak cucu punya usaha, itu tidak ada yang sampai hutang tidak bisa
dibayar, baik hutang ke bank atau hutang ke principle. Semuanya kami bisa bayar
karena papa sudah mengajarkan. Jangan berhutang dalam mata uang asing karena
kita berjualan di Indonesia, mendapatkan uang Indonesia," terangnya.
Jadi kalau hutang mata uang asing, ada devaluasi atau
perubahan, terus nilainya berlipat kali, you enggak bisa bayar, bagaimana tanggung
jawabmu kepada bank atau pihak ketiga tadi. Jangan tamak, tapi you harus punya
perasaan perhitungan tanggung jawab. Ini yang menyelamatkan kami dari setiap
krisis apapun," imbuhnya.
Sosok Hermanto Tanoko
Hermanto Tanoko merupakan salah satu pengusaha sukses di
Indonesia. Dengan meniru jalan karier sang ayah, Hermanto mulai merintis
usahanya di berbagai bidang.
Bahkan, saat ini Tan Corp Group telah memiliki lebih dari 15
ribu karyawan. Tan Corp Gorup terdiri 8 subholding, 77 perusahaan, dan lebih
dari 300 brand.
Perusahaan tersebut telah berhasil mendapat ratusan
penghargaan baik nasional maupun internasional.
Bangun Hotel Rp1,8
Triliun
Melalui wawancara Rico Huang dengan Hermanto pada
(26/6/2019) lalu, Hermanto membenarkan bahwa hotel Vasa Luxury Hotel yang ia
bangun dengan Tung Desem Waringin menghabiskan biaya Rp1,8 triliun.
"Iya, kalau dihitung secara keseluruhan dengan office
towernya ya," terang Hermanto.
Hotel mewah tersebut menjadi hotel kebanggaan Hermanto dan
juga masyarakat Surabaya. Bahkan, Vasa Luxury Hotel menjadi tempat menginap
favorit Presiden Jokowi jika berkunjung ke Surabaya. [dhn]