WahanaNews.co | Komodo, kadal terbesar di dunia yang hanya ada di Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT), baru saja ditetapkan oleh International Union for Conservation of Nature dalam status terancam punah di alam liar.
Penetapan ini menjadi alarm untuk menjaga kelestarian fauna purba yang tersisa ini.
Baca Juga:
Wisman Ramai-ramai Booking ke Labuan Bajo Usai Pembatalan Tarif Rp 3,7 Juta
Penetapan status komodo dalam daftar satwa yang terancam punah ini diumumkan International Union for the Conservation of Nature (IUCN) dalam kongres di Prancis pada Sabtu (4/9/2021).
Organisasi Internasional IUCN didirikan pada 1948 dan berpusat di Swiss, beranggotakan 78 negara, 112 badan pemerintah, 735 organisasi non-pemerintah, serta ribuan ahli dan ilmuwan dari 181 negara.
Secara rutin mereka memantau keterancaman flora dan fauna di dunia yang dinilai terancam punah.
Baca Juga:
Referensi Hotel Bintang Dua di Labuan Bajo
Status "terancam punah" atau Daftar Merah IUCN menjadi alarm bagi pelestarian satwa yang menjadi ikon Indonesia ini, terutama dengan adanya kontroversi proyek pembangunan di habitat satwa ini.
Apalagi, baru-baru ini UNESCO juga telah menetapkan tempat hidup komodo di Taman Nasional Komodo sebagai World Heritage atau warisan dunia.
Dalam pengumumannya, IUCN mengatakan, spesies komodo semakin terancam oleh dampak perubahan iklim.
Naiknya permukaan laut diperkirakan menggerus habitat komodo hingga 30 persen dalam 45 tahun ke depan.
"Kemungkinan hewan pra-sejarah ini satu langkah lebih dekat menuju kepunahan akibat perubahan iklim, sangat menakutkan," kata Andrew Terry, Direktur Konservasi pada Masyarakat Zoologi London.
Penetapan status untuk komodo ini menjadi seruan keras agar alam ditempatkan di jantung semua pengambilan keputusan.
Dalam keterangan pers, pesan penting dari Kongres IUCN yang diadakan di Perancis adalah menghilangnya spesies dan kehancuran ekosistem merupakan ancaman yang sejalan dengan perubahan iklim.
Fenomena perubahan iklim mengancam masa depan banyak spesies, terutama hewan dan tumbuhan endemik yang hidup di pulau-pulau kecil atau di titik-titik keanekaragaman hayati tertentu.
Ulah Manusia
Sekitar 28 persen dari 138.000 spesies yang dipelajari oleh IUCN kini terancam punah selamanya akibat aktivitas manusia.
Selain komodo, 37 persen dari 1.200 spesies hiu dan pari yang dievaluasi secara langsung juga terancam punah.
"Itu sepertiga lebih banyak spesies yang berisiko daripada hanya tujuh pada tahun lalu," kata Profesor Universitas Simon Fraser, Nicholas Dulvy, penulis utama studi yang diterbitkan untuk mendukung penilaian Daftar Merah.
"Status konservasi kelompok secara keseluruhan terus memburuk, dan risiko kepunahan secara keseluruhan meningkat pada tingkat yang mengkhawatirkan," kata Dulvy, kepada kantor berita AFP.
Lima spesies ikan hiu todak, yang moncong bergeriginya kerap tersangkut di alat tangkap nelayan dan hiu mako sirip pendek termasuk di antara yang paling terancam.
Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) melaporkan, sekitar 800.000 ton hiu yang ditangkap, secara sengaja atau kebetulan, setiap tahun, tetapi riset menunjukkan angka sebenarnya dua hingga empat kali lebih besar.
Meski demikian, pembaruan terbaru dari Daftar Merah untuk spesies terancam punah IUCN ini juga menyoroti potensi restorasi, di antaranya empat spesies tuna, setelah satu dekade upaya untuk mengekang eksploitasi berlebihan.
Pemulihan paling spektakuler terlihat pada tuna sirip biru Atlantik, yang keluar dari status "terancam punah" menjadi ke zona aman "rentan".
Spesies tersebut, yang menjadi bahan utama sushi kelas atas di Jepang, terakhir dinilai pada tahun 2011.
"Ini menunjukkan bahwa konservasi berhasil, ketika kita melakukan hal yang benar, suatu spesies dapat membaik statusnya. Tapi kita harus tetap waspada. Ini tidak berarti kita bisa bebas menangkap semua spesies tuna ini," kata Jane Smart, Direktur Global Kelompok Konservasi Keanekaragaman Hayati IUCN. [dhn]