WahanaNews.co | Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Rita Pranawati, kerentanan mahasiswa terhadap quarter life crisis dapat disebabkan oleh sejumlah hal.
Beberapa di antaranya, karena literasi yang kurang baik, kurangnya pemahaman tentang agama dan nilai sosial yang berpotensi berdampak pada kualitas dan ketangguhan keluarga.
Baca Juga:
Dua Kasus Kekerasan Terhadap Anak di Sumut, KPAI Desak Percepatan Penyelesaian
"Kerentanan yang terjadi pada mahasiswa disebabkan literasi yang kurang baik, kurangnya pemahaman tentang agama dan nilai sosial yang berpotensi berdampak pada kualitas dan ketangguhan keluarga, pergaulan yang tidak selalu positif, dan pengaruh buruk dunia maya," kata Rita dalam siaran pers, Kamis (7/7/2022).
Dia menjelaskan, pengguna media sosial harus dapat memahami nilai guna yang terkandung dalam unggahan media sosial.
Pengguna menjadikan media sosial sebagai ajang unjuk kebolehan diri dalam hidupnya seakan-akan keseluruhan yang berada di media sosial itu nyata. Seringkali kondisi itu menimbulkan rasa rendah diri dan iri, sebab merasa tidak sebaik yang terlihat pada unggahan di media sosial.
Baca Juga:
Member LE SSERAFIM Ungkap Fakta Tentang Satu Sama Lain, Sakura Bilang Begini Soal Kim Garam
"Apabila sikap membandingkan diri dengan yang terlihat di media sosial tidak dikelola dengan sehat, maka dapat mendorong individu ke dalam kesulitan menghadapi fase quarter life crisis," jelas dia.
Menurut dia, ada perilaku-perilaku yang akan menyulitkan seorang pemuda keluar dari fase quarter life crisis.
Perilaku-perilaku tersebut, yakni merasakan kekhawatiran dan kecemasan mengenai kehidupannya di masa mendatang, merasa takut dengan hadirnya kegagalan, tidak percaya dengan kemampuan yang dimiliki, merasa tidak terlihat cukup baik seperti orang lain, merasa bimbang dengan segala pilihan hidup, dan meragukan setiap tindakan yang diambil.
Sementara itu, psikolog dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Indri Yunita Suryaputri, menuturkan sejumlah cara untuk mengatasi quarter life crisis. Cara-cara tersebut terdiri dari, yakni menjaga kesehatan, mengenali diri dari kekurangan dan apa yang penting untuk diri sendiri dengan menghilangkan pikiran negatif dan over thinking.
"Lalu dukungan sosial dengan menemukan orang yang bisa dipercaya dan bisa diajak bicara, serta hindari orang yang berdampak negatif; meningkatkan modal diri dengan memupuk potensi yang berguna untuk masa depan, baik secara skill maupun finansial; hindari media sosial; dan beragama. Untuk dukungan sosial ini bisa dari keluarga, teman dan profesional," terang dia.
Semua itu disampaikan dalam kegiatan workshop Help Desk Series dengan tema “Kesiapan Mental Remaja dalam Menghadapi Realitas Semu Media Sosial dan Fase Quarter Life Crisis”.
Kegiatan yang diselenggarakan oleh Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Uhamka itu ditujukan bagi para mahasiswa FISIP UHAMKA.
"Workshop Help Desk sebagai bentuk komitmen FISIP UHAMKA dalam memberi perhatian pada kesehatan mental mahasiswa FISIP UHAMKA," ujar Dekan FISIP UHAMKA, Tellys Corliana.
Tellys Corliana menjelaskan, workshop tersebut bertujuan agar para mahasiswa dapat melewati fase quarter life crisis dengan mudah dan dapat terkendali. Fase quarter life crisis harus dijalani dengan ketenangan dan sikap positif agar fase ini dapat terselesaikan dengan baik.
"Dengan begitu, fase quarter life crisis ini tidak menimbulkan masalah gangguan kesehatan mental pada diri seseorang," jelas dia.[gab]