Oleh: Drs. Thomson Hutasoit
Baca Juga:
Mama Dada Mu Ini Dada Ku
Pada Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia
ke 76 Lagu Indonsia Raya akan berkumandang di seluruh wilayah kedaulatan Negara
Republik Indonesia dari Sabang hingga Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote.
Terdiri dari 34 provinsi, 416 kabupaten, 98 kota, 7.094 kecamatan, 74.957 desa,
8.490 kelurahan (Permendagri No. 137 tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah
Administrasi Pemerintahan) dengan segala pernak-pernik kemeriahan wujud syukur
dan kebahagiaan lahirnya negara merdeka, bersatu, berdaulat de yure dan de
facto di dunia internasional.
Baca Juga:
Perseteruan Kandidat Penghuni Sorga
Kemerdekaan adalah terbebas dari penjajahan, terbebas dari
kebodohan, terbebas dari kemiskinan, terbebas dari ketertinggalan, terbebas
dari perampasan hak tradisional keperdataan masyarakat hukum adat (MHA),
terbebas dari intervensi menganut agama dan kepercayaan, terbebas dari
diskriminasi, terbebas dari ketidakadilan,
dll sehingga terwujud dengan nyata equality before the law dan
kebahagiaan dalam berbangsa dan bernegara.
Kemerdekaan substantif harus diakui masih belum terwujud
nyata di republik Indonesia sekalipun telah berusia 76 tahun pasca Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 dikumandangkan Bung Karno-Bung
Hatta atas nama bangsa Indonesia ke seluruh seantero dunia.
Alinea Kedua Lagu Indonesia Raya Ciptaan WR. Supratman
mengatakan;
"Hiduplah tanahku
Hiduplah negriku
Bangsaku Rakyatku semuanya
Bangunlah jiwanya
Bangunlah badannya
Untuk Indonesia Raya".
Bangunlah jiwanya, Bangunlah badannya, sesungguhnya adalah
Grand Desighn sekaligus Rod Map pembangunan untuk mewujudkan INDONESIA RAYA.
Sadar atau tidak, setuju atau tidak sekalipun telah
berulang-ulang Lagu Indonesia Raya dikumandangkan masih belum mengerti,
memahami pesan yang terkandung di dalam Lagu Indonesia Raya komprehensif
paripurna.
Akibatnya Grand Desighn dan Rod Map pembangunan "Jiwa
dan Badan" terencana, terpadu, berkesinambungan masih tergantung pada
keinginan dan selera pemangku kekuasaan.
Pembangunan jiwa dimaksudkan tentu berkaitan dengan
pembangunan karakter bangsa (nation charater building) sebagaimana dikatakan
Bung Karno.
Pembangunan karakter bangsa untuk memperkuat dan memperkokoh
jati diri bangsa Indonesia saling menghormati, menghargai kebhinnekaan
Indonesia yang menganut prinsip kebangsaan Pluralisme- Multikulturalisme hidup
rekun dan damai sebagai saudara sekandung anak-anak Ibu Pertiwi Indonesia di
"Taman Sari Bangsa" tumbuh berkembang perbedaan, keragaman,
kemajemukan atau kebhinnekaan konstruksi Ilahi diatas alam semesta.
Tapi sungguh amat sangat disayangkan dan dikesalkan
pembangunan karakter bangsa masih belum menjadi skala prioritas dalam
pembangunan dibandingkan pembangunan badan (fisik) selama tujuh dekade dan
tujuh kali pergantian kepemimpinan nasional (presiden-red) di negeri ini.
Padahal pembangunan badan (fisik) tanpa dilandasi karakter
bangsa unggul, mumpuni, berdaya saing, berjati diri akan berpotensi melahirkan
karakter-karakter bias dari akar adat budaya tumbuh subur di bumi Indonesia.
Jika diperhatikan cermat dan seksama model-model pembangunan
fisik selama 70 tahun pasca kemerdekaan sungguh sangat bias dan menyimpang dari
Grand Desighn dan Rod Map diamanahkan konstitusi dan Lagu Indonesia Raya.
Sehingga masih terdengar stigma negatif daerah terdepan tertinggal terbelakang
(3T) hingga 76 tahun negeri ini merdeka.
Model pembangunan "Jakarta Center atau Jawa
Center" selama 70 tahun telah menempatkan tapal batas negara berhadapan
negara tetangga "Beranda atau Halaman Belakang" negara adalah
kekeliruan dan kesalahan fatal memicu protes pemisahan diri (desintegrasi-red)
karena merasa dianaktirikan dalam kebijakan negara.
Menandang wilayah kedaulatan negara dari Sabang hingga
Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote sesuai konstitisi telah "dibajak
dan dibelokkan" model pembangunan "Jakarta Center atau Jawa
Center" yang mengubah cara pandang "Jakarta Sabang, Jakarta Merauke,
Jakarta Miangas, Jakarta Pulau Rote" sehingga tapal batas negara
"Beranda atau Halaman Depan" berhadapan negara tetangga berubah
menjadi "Beranda atau Halaman Belakang" serta berpredikat daerah
tertinggal terbelakang termiskin (3T) selama 70 tahun.
Kekeliruan dan kesalahan fatal pembangunan fisik
"Jakarta Center atau Jawa Center" telah dikoreksi dan diluruskan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Grand Desighn dan Rod Map pembangungan
"Indonesia Center" dengan NAWACITA.
Indonesia Center dengan Visi NAWACITA adalah cara pandang
Sabang-Merauke, Miangas-Pulau Rote untuk mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia sesuai Sila Kelima Pancasila.
Tapi sangat disayangkan dan dikesalkan niat baik dan tulus
ikhlas serta keinginan kuat Presiden Jokowi membangun dari daerah pinggiran
untuk menghilangkan diskriminasi dan ketidakadilan kemajuan pembangunan serta
stigma negatif daerah 3T sepertinya mendapat perlawanan dan protes keras dari
sindikat politik yang menanggok keuntungan dari kesenjangan pembangunan selama
ini.
Kemajuan pembangunan badan (fisik) tanpa diimbangi
pambangunan jiwa (karakter bangsa) telah melahirkan karakter individualis,
hedonis, konsumeris, motif profit, unsolider, hipokrit, munafik, paranoid yang
sangat berbanding terbalik dengan karakter kebangsaan Indonesia saling
menghormati, saling menghargai, setiakawan, kepedulian atau solidaritas,
gotong-royong, beradat, berbudaya, beriman yang baik dan benar.
"Indonesia tanah airku
Tanah tumpah darahku
Disanalah aku berdiri
Jadi pandu ibuku
Indonesia kebangsaanku
Bangsa dan Tanah Airku
Marilah kita berseru
Indonesia bersatu".
Inilah ikrar dan janji seluruh anak-anak Ibu Pertiwi
Indonesia selalu dikumandangkan pada HUT Kemerdekaan RI 17 Agustus setiap
tahun.
Sudahkah kita menyadari dari segenap hati dan pikiran....???
Marilah introspeksi diri. DIRGAHAYU HUT KEMERDEKAAN RI KE
76. BRAVO INDONESIA....!!! HIDUPLAH INDONESIA RAYA....!!! HORAS......!!! MERDEKA.....!!!
Penulis adalah
pemerhati pembangunan dan sosial budaya