Oleh AAD SATRIA PERMADI
Baca Juga:
Ini Alasan Polisi Hentikan Kasus Ganja Ardhito Pramono
PADA 8 Juli 2021 lalu, Polda Metro Jaya mengkonfirmasi penangkapan
artis berinisial NR dan suaminya berinisial AB.
Keduanya ditangkap atas dugaan
penyalahgunaan sabu.
Baca Juga:
Terciduk Sedang Mengganja, Ini Profil Artis Randa Septian
Beberapa media massa tidak lagi
sungkan untuk menyebut nama kedua public
figure tersebut.
Mereka adalah Nia Ramadhani dan Ardi
Bakrie.
Mayoritas komentar warganet (netizen)
terkait penangkapan keduanya adalah heran.
"Kurang apa sih hidupnya, kok masih
narkoba segala."
Keheranan semacam itu berseliweran di
kolom komentar media sosial.
Warganet seakan sangat heran, orang
yang tercukupi duniawinya, kok masih
mencari kesenangan lain yang haram.
Ada kesan, warganet menganggap bahwa
harta dan kepopuleran adalah solusi atas semua permasalahan hidup.
Sehingga, orang
yang telah memiliki keduanya, seperti Nia dan Aldi, seharusnya tidak lagi
mencari pelarian ke narkoba.
Cara Pandang Warganet yang Materialistik
Nia dan Ardi, di mata warganet, adalah pasangan yang hidupnya
sempurna, dalam arti memiliki kekayaan yang sangat banyak.
Dalam salah satu wawancara dengan
artis Jessica Iskandar, terungkap jumlah Asisten Rumah Tangga (ART) Nia
Ramadhani terdapat 16 orang di satu rumah saja.
Ini menunjukkan betapa Nia sangat
dilayani untuk berbagai macam keperluan, sehingga ia tidak biasa mengerjakan
urusan rumah tangganya sendiri.
Masih ingat dalam benak kita, beberapa
video unggahan Nia tentang betapa ia tidak paham dengan pekerjaan-pekerjaan
sederhana dalam rumah, seperti mengupas kulit salak.
Sebenarnya, video tersebut sengaja
diunggah untuk menimbulkan kesan bahwa Nia adalah individu yang sangat
kaya.
Saking kayanya, sehingga ia selalu
dilayani untuk hal-hal yang menurut masyarakat umum adalah hal biasa dalam
rumah tangga.
Video ketidakmampuan Nia mengupas
salak sangat viral, dengan rata-rata jumlah viewer
ratusan ribu.
Jika ditarik dalam konteks yang lebih
umum lagi, konten-konten yang disukai warganet adalah
konten-konten yang bernuansa "pamer" kekayaan.
Cobalah cek konten-konten yang
berjudul "crazy rich", maka kita akan temukan penonton dengan komentar-komentar yang sangat banyak.
Hal ini menunjukkan bahwa cara pandang
dan selera warganet sangat materialis.
Cara pandang dan selera meterialistik
inilah yang membuat warganet terheran-heran dengan crazy rich yang mencari kesenangan melalui narkoba.
Bagi warganet yang materialistik,
materi duniawi seharusnya dapat mengatasi semua problematika kehidupan.
Makanya, mereka terheran-heran. Sudah
kaya kok masih narkoba?
Hakikat Kenikmatan Dunia: Sebuah Tinjauan Psikologi Islam
Padahal, jika kita renungkan lebih
dalam, justru potensi ketidakmampuan menikmati dunia ada pada kalangan crazy rich ini.
Pendapat ini memiliki dalilsyar"i dan aqli (logika).
Dalam QS Al-Insyirah (94) ayat 5 dan
6, Allah SWT berfirman (artinya): "Karena
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan." Dalam ayat tersebut
Allah SWT menjanjikan kemudahan setelah kesulitan. Namun, ayat yang memiliki
penegasan (taukid) ini juga dapat dibaca "Kenikmatan (kemudahan) hanya
dapat dirasakan setelah manusia merasakan kesusahan (kesulitan)."
Secara implisit, Allah SWT telah
menciptakan sebuah hukum alam (sunatullah),
bahwa syarat datangnya kenikmatan adalah setelah manusia merasakan
kesengsaraan.
Atau, manusia tidak akan merasakan
kenikmatan jika ia tidak merasakan kesengsaraan sebelumnya.
Secara akal, memanglah demikian
adanya. Manusia memerlukan kesengsaraan sebelum dapat menikmati kebahagiaan.
Sebagai contoh, nikmatnya makan baru
benar-benar disadari setelah manusia merasakan kesengsaraan lapar.
Manusia baru merasakan nikmatnya
bernafas lega setelah sembuh dari sesak nafas karena Covid-19.
Padahal, sebelum
terkena Covid-19, ia mungkin tidak pernah menyadari bahwa bernafas itu adalah
nikmat yang tidak putus-putus dari Allah SWT.
Itulah sebabnya, Prof Quraish Shihab
mengatakan bahwa pada dasarnya tidak ada kesengsaraan di dunia ini.
Apa yang kita kenal dengan
kesengsaraan hakikatnya adalah pintu masuk kenikmatan.
Kesengsaraan dunia hakikatnya adalah
rahmat Allah yang disamarkan wujudnya.
Crazy rich yang terjerumus narkoba
Ada kemungkinan, para crazy rich lebih sulit merasakan
kebahagiaan daripada orang lain.
Pasalnya, potensi mereka merasakan
kesengsaraan kecil sekali.
Makan terjamin dan enak, kendaraan
tersedia, sopir siap sedia, semua orang hormat karena mungkin ayahnya pejabat
tinggi, dan kalau setiap hari mau foya-foya sangat mampu.
Sebagai contoh, salah satu crazy rich Surabaya pernah mengaku kalau ia biasa
menghabiskan uang Rp 2 juta untuk sekali makan setiap hari!
Artinya, boleh jadi ia menghabiskan Rp
6 juta per hari hanya untuk makan.
Padahal, jika seseorang tidak
mengalami kesengsaraan dunia, maka ia pun tidak akan dapat menikmati dunia.
Begitulah rumus kehidupan.
Ketika dunia sudah tidak dapat mengisi
relung kenikmatan dalam jiwanya, maka para crazy
rich akan berusaha mencari jenis kebahagiaan lain.
Bagi crazy rich yang mendapatkan pendidikan moral atau agama yang cukup,
tentu mereka akan mencarinya pada jalur tersebut.
Oleh karenanya, banyak
juga crazy rich yang saleh dan tidak
terjerumus pada narkoba.
Namun, bagi mereka yang lalai,
ditambah lagi pergaulannya yang tidak sehat, maka tentu akan sangat berpotensi
untuk mencari pelarian berupa narkoba.
Narkoba adalah obat-obatan yang mampu
memberikan kebahagian non-materi, yaitu ketenangan psikologis.
Kebahagiaan melalui narkoba sangat
instan. Begitu dikonsumsi, langsung nge-fly.
Ini adalah jalan pintas (shortcut) bagi orang-orang yang sudah
lama tak merasakan kebahagiaan psikologis, karena sudah "kenyang"
dengan dunia.
"Kenyang" sampai tidak lagi
dapat menikmatinya.
Narkoba dipilih karena sifat
instannya.
Efek narkoba yang instan tersebut
sejiwa dengan kehidupan kebanyakan crazy
rich yang terbiasa mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan instan.
Kenikmatan psikologis berupa cinta
kasih dan penghormatan tidak lagi terasa nikmat, karena mereka dapatkan dengan
cara yang instan, tidak melibatkan kesengsaraan hidup sebelumnya.
Kalau mau jujur, golongan crazy rich hampir semuanya adalah
keturunan orang yang sudah terlanjur kaya.
Kekayaan yang mereka rasakan bukan
diawali kesengsaraan bertungkus lumus membangun bisnis.
Lebih banyak di antara mereka yang
tinggal menikmati bisnis warisan orang tuanya.
Dengan kekayaan yang seperti itu,
kenyataannya mereka tidak perlu susah payah juga mendapatkan cinta.
Banyak orang matre yang siap-siap jadi
pelayan cinta mereka.
Kalau keluar rumah, tiba-tiba saja
mereka dihormati karena ayah mereka orang terhormat.
Artinya, semua
serba instan dan tidak melalui episode kesengsaraan.
Oleh karenanya, semua kenikmatan
materi dan psikologis seakan tidak dirasakan oleh mereka.
Jadi Crazy Rich Itu Susah, Syukurilah Hidup Kita
Melihat tanggapan warganet atas kasus
yang menimpa Nia dan Ardi, saya hendak menasehatkan kepada
diri saya dan warganet.
Jadi crazy rich itu hanya tampak indah dalam pandangan orang
materialistik, namun hakikatnya mereka adalah orang-orang yang secara teoretik
lebih sulit merasakan kebahagiaan.
Maka,
syukurilah hidup kita yang masih dirundung banyak kesengsaraan di berbagai
aspek.
Karena, Allah
menjanjikan kebahagiaan setelah kesengsaraaan.
Semakin banyak kesengsaraan, maka
semakin banyak pula kebahagiaan yang disediakan Allah untuk kita.
Syaratnya hanya satu, hilangkan dulu
sifat materialistik kita!
Karena jika tidak, maka kita akan
bernasib sama dengan crazy rich yang tidak bahagia itu.
Bedanya hanya satu juga, mereka
benar-benar kaya, sedang kita yang masih materialistik hanya kaya dalam
khayalan. (Aad Satria Permadi, Dosen Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta)-dhn
Artikel ini sudah tayang di Republik.co.id dengan judul "Mengapa Crazy Rich Perlu Bahagiakan Diri
dengan Narkoba?" Link untuk baca www.republika.co.id/berita/qw04za291/mengapa-crazy-rich-perlu-bahagiakan-diri-dengan-narkoba