Oleh: Bin Subiyanto M
BUKU, Mosi Integral
Natsir 1950 dengan penulisnya Ahmad Murjoko, M.Si ini penting dan perlu dibaca
oleh generasi milenial yang akhir-akhir ini kurang menyerap pengetahuan dan
fakta sejarah Indonesia.
Baca Juga:
Mengenal Sosok Bacalon Bupati Toba dr Suryadi, Bergerak Bidang Kesehatan Hingga Perjalanan Karirnya
Kajian fase krusial Indonesia tahun 1945-1950 ini semula
adalah merupakan tesis di Pasca Sarjana Ilmu Politik UI, karya Ahmad Murjoko.
Terdapat enam (enam) Bab. Kajian ditambah Prolog Dr. Abdullah
Hehamahua dan Epilog Prof. Dr. Lili Romli, M.Si, dan serentetan apresiasi dari
Pakar dan tokoh seperti Prof. Din Syamsudin; KH. A. Zakaria; Dr. Hidayat
Nurwahid, MA; Prof. Dr. Arif Satria; Ustad Abdul Somad, Lc. MA; Nashrullah
Larada (Ketum PP KB PII); Dr. Dwi Budiman As Siroji; serta Dr. Karyoto, M.Pd.I.
Serangkaian pemikiran analisa tersebut membuktikan
bahwa tatkala proklamasi kemerdekaan tahun 1945 digelorakan ternyata tidak
serta merta menjadikan Indonesia benar-benar merdeka dari cengkeraman penjajah
Belanda.
Baca Juga:
Berturut-turut gejolak di dalam dan di luar pemerintah
sangat dinamis.Tarik ulur dengan penguasa Belanda terus berlangsung sejak
Kabinet Syahrir I, 14 November 1945-12 Maret 1946. Syahrir II, Syahrir III,
Kabinet Amir Syarifudin I, II, dan Kabinet Hatta I, Kabinet Darurat perang
Syarifudin Prawiranegara, Kabinet Hatta II, Hatta III, Kabinet Susanto
(Peralihan), Kabinet Halim (Kabinet RI Yogyakarta), dan baru berakhir gejolak
dan perdebatan tentang NKRI versus Federal setelah Mosi Natsir dan kemudian
terbentuk Kabinet Natsir (Parlementer).
Demikian banyaknya Kabinet selama lima tahun bersama
Presiden Soekarno. Menunjukan fakta untuk bisa dijadikan bahan renungan tentang
stabilitas kepemimpinanya. Dan sekaligus menunjukkan jasa besar Natsir terhadap
Bung Karno.
Natsir yang ikhlas berinisiatif untuk mengembalikan negeri
ini dari permainan Belanda dengan politik Devide et Imperanya. Maka negeri
Republik Indonesia ini selama lima tahun masih menjadi negara boneka Belanda.
Lewat argumentasi dan bukti sejarah yang akurat dan
terbuka, maka karya Ahmad Murjoko ini sungguh membuka kesadaran bahwa Mosi
Integral Natsir betul-betul langkah taktis strategis mengusir Belanda secara
total. Atas dasar itu pula M. Natsir mendapat Gelar Pahlawan pada tahun 2007.
Tentu banyak pertanyaan mengapa seorang yang dikenal
sebagai Tokoh Masyumi yang "Radikal" dan bahkan pernah mengusulkan agar Islam
dijadikan Dasar Negara Indonesia. Dan ditambah lagi tahun 1958 terlibat gerakan
PRRI (Pemerintahan Revolusi Republik Indonesia) sehingga dijebloskan ke penjara
(hal. 36).
Dalam konteks Jas Merah (Jangan Sampai Melupakan
Sejarah) Presiden SBY terbukti berani bersikap beda dan mengedepankan
obyektifitas dalam penilaian kepahlawanan terhadap Mohammad Natsir. Jasa besar
Natsir dalam buku terungkap jelas dan dapat diringkas sebagai berikut:
Pertama, Natsir menyelamatkan Indonesia dari
pembonekaan oleh Belanda bila susunan negara tetap negara Federal atau Republik
Indonesia Serikat (RIS).
Kedua, jika negara RIS tetap dipertahankan maka
Belanda terus menerus melakukan politik pecah belah "Devide et
Imperanya".
Ketiga, Mosi Integral Natsir 1950 mempertegas prinsip
awal terbentuknya NKRI tahun 1945 yang sempat terkoyak karena pengaruh
kolonial.
Keempat, Mosi Integral Natsir 1950 telah menyatukan
Indonesia kembali, mencegah munculnya potensi gerakan separatisme dan gerakan
makar lainnya dimana saat negara berbentuk RIS terdapat 16 negara bagian, dalam
wilayah kepulauan dan suku bangsa.
Karena itu, tanggal 3 April 1950 Natsir menyampaikan
Mosi dihadapan Sidang Pleno DPR R.I.S. dimana tuntutannya adalah agar parlemen
mencabut ketetapan susunan negara Republik Indonesia Serikat (RIS) dan
mengganti menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mosi tersebut
didukung oleh 12 anggota parlemen dan sidang pleno akhirnya menetapkan NKRI
sebagai pilihan final. Dan sampai hari ini masih terjaga keutuhannya.
Konsistensi Natsir sebagai penyelamat NKRI adalah
manifestasi dari kesungguhan Natsir berjuang secara politik agar Indonesia
betul-betul merdeka, utuh dan bulat satu tujuan untuk kesejahteraan rakyat
Indonesia.
Padahal pada masa kepemimpinan Bung Karno tersebut
banyak juga tokoh-tokoh nasionalis, tokoh Katolik, Kristen dan kemajemukan
lainnya. Bahkan M. Yamin pun sudah pernah mengajukan mosi unitarisme namun
tidak mendapatkan dukungan parlemen.
Namun ternyata tokoh Masyumi yang radikal M. Natsir
justru yang berhasil dengan gemilang menegakkan kembali NKRI. Bagi Natsir bahwa
NKRI itu adalah harga mati dan tidak bisa ditawar lagi. Seperti semboyan
Tentara Nasional Indonesia (TNI) hingga kini.
Semoga perjuangan Mohammad Natsir pada tanggal 3 April
1950 tersebut ditetapkan sebagai hari Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Dan selanjutnya diberikan satu penghargaan dengan ditetapkannya
nama-nama jalan di seluruh wilayah NKRI tercinta terutama di DKI Jakarta. (WN)