WahanaNews.co, Jakarta - Konflik antara orang tua dan anak kadang tak terhindari. Terlebih ketika anak sudah menginjak usia remaja. Namun, akan jadi mimpi buruk bagi setiap orang tua jika anak memutuskan pergi dari rumah ketika terjadi konflik.
Kenyataannya, di luar rumah, terdapat banyak potensi bahaya yang bisa mengancam anak, baik dari segi fisik maupun psikis.
Baca Juga:
Polisi Tangkap Pelaku Penyekapan & Pemerkosaan Remaja Perempuan di Tangerang
Ditambah lagi, kekhawatiran orang tua semakin meningkat terhadap ancaman predator seksual, yang telah terungkap dalam kasus-kasus baru-baru ini.
Dilansir dari Empowering Parents pada Jumat (22/12/2023), ahli pengasuhan James Lehman pernah menjelaskan mengenai alasan di balik perilaku anak yang memilih meninggalkan rumah ketika terjadi konflik dengan orang tua.
Selama kariernya, Lehman sering menangani kasus-kasus remaja yang memutuskan untuk pergi dari rumah.
Baca Juga:
Polisi Ungkap 2 Remaja Jadi Otak Pencurian di Rumah Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel
Dalam pandangan Lehman, ada beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab anak memutuskan untuk kabur dari rumah saat terjadi konflik dengan orang tua.
Hal tersebut bisa disebabkan oleh tingkat stres yang tidak dapat ditanggung, rasa takut terhadap konsekuensi dari tindakannya, atau sebagai cara untuk mengekspresikan keinginan untuk memiliki kontrol atas situasi.
"Menurut saya, alasan utama anak-anak kabur dari rumah adalah karena mereka tidak memiliki kemampuan memecahkan masalah yang baik. Melarikan diri adalah solusi bagi mereka, produk pemikiran hitam-putih. Anak-anak lari karena tidak ingin menghadapi sesuatu, termasuk emosi yang tidak ingin mereka atasi," kata Lehman dalam paparannya.
Remaja yang melarikan diri disebutnya sudah kehabisan keterampilan memecahkan masalah. Keputusan meninggalkan rumah bersama segala hal yang membebani mereka, dianggap dapat menyelesaikan atau meniadakan masalah.
Namun, ada beberapa jenis perilaku yang berbeda.
Ketika anak melarikan diri setelah sesuatu terjadi, hal ini dapat dianggap sebagai perilaku kabur episodik.
Polanya tidak konsisten dan anak tidak selalu menggunakannya sebagai strategi pemecahan masalah atau untuk mendapatkan kekuasaan. Sebaliknya, anak mungkin berusaha menghindari konsekuensi, penghinaan, atau rasa malu.
Ada juga pelarian kronis, di mana anak selalu melarikan diri untuk mendapatkan kekuasaan. Ini bisa menjadi bentuk lain dari manipulasi, bahkan mungkin anak kerap mengancam orang tuanya dengan mengatakan akan kabur dari rumah jika memaksa melakukan sesuatu.
Apa yang harus dilakukan orang tua untuk mencegah perilaku demikian? Lehman menyarankan orang tua bicara dari hati ke hati dengan anak, serta memberikan pengertian bahwa kabur dari rumah tidak akan membantunya menyelesaikan masalah.
Melansir Republika, hal terpenting yang dapat dilakukan orang tua adalah mengajari anak keterampilan memecahkan masalah sejak dini. Ajak anak memandang masalah dari berbagai sudut pandang berbeda dan memikirkan banyak opsi untuk mengatasi masalah yang dia hadapi.
Berikan penghargaan kepada anak ketika mereka mampu memecahlan masalah. Orang tua pun perlu menumbuhkan cinta tanpa syarat dalam mengasuh anak, yang artinya orang tua sudah sepatutnya tetap mencintai anak seperti apa pun kondisi maupun prestasinya.
"Ada baiknya juga bagi orang tua untuk mengatakan, 'Tidak apa-apa jika membuat kesalahan di sini'. Jelaskan kepada anak Anda bahwa 'cara kita menangani kesalahan di rumah adalah dengan menghadapinya dan mengatasinya'," kata Lehman.
Semua orang tua, demikian dikatakan, perlu memiliki sistem individu untuk memantau kondisi anak, baik secara fisik maupun mental.
Selalu luangkan waktu untuk berbicara dengan anak mengenai pengalaman harinya di sekolah, hubungannya dengan teman-temannya, dan membicarakan berbagai hal lainnya.
Melalui cara ini, anak akan menyadari bahwa orang tua memiliki ketertarikan besar terhadap kehidupannya dan antusias terhadap segala yang terjadi di dalamnya.
Menurut Lehman, keterampilan berkomunikasi dengan anak adalah kemampuan yang dapat terus dikembangkan oleh orang tua.
Meskipun mungkin merasa lelah setelah seharian bekerja, selalu sediakan waktu untuk berkomunikasi dengan anak.
Bahkan jika anak yang sudah memasuki masa remaja cenderung sulit diajak berbicara, orang tua sebaiknya tidak menyerah dalam upaya mencapai anak dengan berbagai cara.
Lalu, jika terjadi konflik dan anak mengancam untuk meninggalkan rumah, Lehman menyarankan untuk menenangkan anak tersebut. Sebaiknya hindari memberikan perintah agar anak pergi langsung ke kamarnya.
Sebaliknya, coba ajukan pertanyaan untuk memahami alasan di balik keinginan anak untuk pergi.
Selama percakapan tersebut, gunakan bahasa persuasif, dan penting bagi orang tua untuk tetap mengontrol emosi dengan tidak marah atau menghina.
Menurut Lehman, berbicara dengan kepala dingin dan berdiskusi dengan penuh kasih sayang dapat mencegah anak meninggalkan rumah.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]