WahanaNews.co |
Berkali-kali, Hakim Mediator di Pengadilan Agama (PA) Soreang, Kabupaten
Bandung, Jawa Barat, ini menyelamatkan persengketaan dalam rumah tangga.
Terakhir, ia sukses
mendamaikan sebuah keluarga dari perkara sengketa waris bernilai miliaran
rupiah, yang objeknya tersebar di empat provinsi: Jawa Barat, DKI Jakarta,
Sumatera Barat, dan Riau.
Baca Juga:
Ketua MPC PP KSB Ditahan, BPPH Pemuda Pancasila Ajukan Gugatan Pra Peradilan
Inikah alasan yang membuatnya
disapa dengan Dr Mahar?
Diketahui, "mahar" itu
berarti mas kawin, sesuatu yang amat lekat dengan keagungan dari sebuah lembaga
pernikahan.
Namun, ternyata, bukan murni
itu yang membuat Hakim Mediator PA Soreang ini disebut Dr Mahar.
Baca Juga:
Raih Berkah di Bulan Ramadhan, BPPH PP Sulsel Bagi Ratusan Takjil dan Buka Puasa Bersama
Selidik punya selidik, "Mahar"
itu ternyata kependekan dari nama lengkapnya, Mahmud Hadi Riyanto.
Soal imbuhan Dr di depannya, ia memang seorang Doktor
jebolan UIN Alauddin, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, dengan disertasinya yang
juga bicara tentang "mediasi".
"Penegakan hukum dan keadilan
bukan semata-mata mengadili pihak yang bersengketa. Tetapi juga mendamaikan
mereka," kata Mahar, dikutip WahanaNews
dari situs resmi PA Soreang, pa-soreang.go.id,
Sabtu (26/6/2021).
Ia kemudian bercerita soal
perkara sengketa waris bernilai miliaran rupiah tadi, yang baru saja tuntas dikawalnya.
Perkara yang teregistrasi dengan
nomor 2313/Pdt/G/2021/PA.Sor tertanggal 23 Maret 2021 itu, berhasil mencapai
kesepakatan perdamaian pada Kamis (24/6/2021), dan selanjutnya akan dikuatkan
menjadi akta perdamaian (akta van dading).
Menurut Mahar, setelah
melalui lima kali tahap mediasi, bahkan pada mediasi keempat prosesnya
berlangsung panjang, sejak pukul 13.00 WIB hingga 18.15 WIB, perkara itu baru
bisa dituntaskan secara indah.
"Pada awal pelaksanaan
mediasi, memang terkesan perkara ini akan sulit untuk didamaikan. Para pihak
justru bertengkar hebat, terutama saat pertemuan pertama," cerita Mahar.
Saat menghadapi suasana
seperti itu, ia mengaku hanya mendiamkan dan membiarkan saja pertengkaran para
pihak tersebut mengalir.
Setelah dirasa masing-masing pihak
puas menyampaikan argumentasinya, barulah Mahar masuk lewat joke-joke ringan demi menyegarkan
suasana dan menghilangkan ketegangan.
"Jadi mediator itu harus
ikhlas, beriktikad baik, dan bersungguh-sungguh. Banyak mediasi dilakukan,
namun hasilnya gagal atau tidak berhasil. Hal tersebut bukan lantaran para
pihak yang tidak beriktikad baik dan bersungguh-sungguh, justru jangan-jangan
karena mediatornya belum berdamai dengan dirinya sendiri," ungkap Mahar.
Sebagai hakim yang ditunjuk menjadi
mediator, kadang hal itu jadi beban tambahan bagi Mahar sendiri.
Maka, menurutnya, setiap
hakim yang diberi amanah menjadi mediator harus berani keluar dari zona nyaman.
"Jangan terlalu menyombongkan
diri dalam melakukan mediasi, dengan mengatakan, "ah... ini mah perkara mudah, pasti gampang untuk dimediasi."
hilangkan sikap seperti yang demikian," katanya.
"Yakinlah, pertolongan Allah
SWT akan datang kepada kita, dengan menggerakkan hati para pihak yang bersengketa
untuk kembali berdamai," pungkasnya. [yhr]