Oleh: Drs. Thomson Hutasoit
Baca Juga:
Rayakan HUT RI, Relawan BUMN di Jembrana Gelar Upacara dan Berbagai Kegiatan Sosial
Hari Ulang Tahun (HUT) Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia 17 Agustus 1945 ke 76 akan
dirayakan di seluruh wilayah kedaulatan Negara Republik Indonesia sejak dari
Sabang hingga Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote ditandai kibaran bendera
Merah Putih mewarnai ruang angkasa Negara Republik Indonesia.
Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila, UUD RI
1945, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) membangsa
dan menegara melalui tonggak-tonggak sejarah panjang sejak Gerakan Budi Utomo
1908, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
17 Agustus 1945 adalah konsensus nasional putera-puteri terbaik dari seluruh
seantero Nusantara dilahirkan kesadaran senasib sependeritaan kekejaman
penjajah kolonial mengeksploitasi bumi Nusantara.
Baca Juga:
Peringati HUT RI ke-79, Kajari Gunungsitoli Bacakan Amanat Jaksa Agung
Indonesia (Nusantara-red) terdiri dari 17.508 pulau, 1 340
suku bangsa, 4 ras, 300 kelompok etnik, 742 bahasa daerah, 7.241 karya budaya,
225 warisan budaya tak benda, 6 agama resmi, ratusan kepercayaan lokal (BPS
2018) telah berkonsensus nasional menganut prinsip kebangsaan
"Pluralistik- Multikultural" agar bangsa dan negara Indonesia
"Taman Sari Bangsa" tumbuh berkembang perbedaan, keragaman,
kemajemukan atau kebhinnekaan Indonesia dibawah Bendera Merah Putih.
Segala warna-warni suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA) Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), Organisasi Kepemudaan (OKP),
Organisasi Profesi, Partai Politik (Parpol), dll harus ditempatkan dibawah
naungan Bendera Merah Putih simbol kebangsaan Indonesia merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur sebagaimana diamanahkan konstitusi negara.
Simbol-simbol sektarian-primordial tidak boleh
sekali-sekali....sekali lagi tidak boleh ditonjolkan diatas simbol Kebangsaan
Indonesia Merah Putih walau dengan alasan apapun.
Segala kepentingan pribadi, kelompok, golongan, Ormas, OKP,
Organisasi Profesi, Partai Politik (Parpol) harus ditempatkan dibawah
kepentingan bangsa dan negara sesuai prinsip kebangsaan Pluralistik-
Multikultural telah disepakati para pendiri bangsa (founding fathers) ketika
mendirikan bangsa-negara INDONESIA.
Tapi sungguh amat disayangkan dan dikesalkan prinsip
kebangsaan Indonesia telah dirusak dan diobok-obok "Penikmat Sejarah"
dirasuki nafsu haus kuasa dan kekuasaan telah membangkitkan kembali paham
sektarian-primordial sentimen suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) serta
politik identitas taktik strategi mewujudkan nafsu libido kuasa dan kekuasaan
merusak dan menghancurkan "Persatuan Indonesia" telah diperjuangkan para
pendiri bangsa dengan korban harta dan nyawa demi bangsa dan negara Indonesia.
Para penikmat sejarah telah menonjolkan warna-warni egoisme
sektoral daripada kepentingan bangsa sehingga muncul fanatisme buta
menghalalkan segala cara demi meraih kepentingan politik temporer insidental
tanpa menghiraukan keutuhan bangsa dan survival Negara Republik Indonesia yang
akan merayakan HUT Kemerdekaan ke 76 tahun ini.
Turbulensi, Degradasi Jiwa Kebangsaan (Nasionalisme)
Indonesia semakin mencemaskan dan mengkhawatirkan dengan munculnya
karakter-karakter sebagaimana dikatakan ungkapan kearifan budaya (culture
wisdom), kearifan lokal (local wisdom) Batak Toba, "Patampak-tampak
hundul, Padua-dua pandohan" (Duduk bersama berlainan, berbeda, berselisih
pendapat).
Bahkan muncul karakter pengkhianat "Bulu pe so bulu,
Soban pe so soban, Musu pe so musu, Dongan pe so dongan. Santipul so anghupan,
Samponggol so donganan" (Musuh tak musuh, Kawan pun tak kawan, Tak bisa
dipercaya) karena sering bermuka dua, bermuka ganda, hipokrit, munafik dalam
berbangsa dan bernegara.
Jika diperhatikan munculnya "koalisi semu oposisi
setelah hati" yang dipertontonkan di panggung politik nasional sungguh
relevan dengan kearifan budaya, kearifan lokal Batak Toba mudah ditemukan dari
intrik dan manuver politik elite- elite politik yang lebih menonjolkan
kepentingan politik pribadi, kelompok, golongan dan partai politik dibanding
kepentingan bangsa dan negara.
Koalisi diikat kepentingan politik parsial serta bagi-bagi
kekuasaan dibandingkan kesamaan plaform atau visi-misi sangat mudah dan gampang
timbul gesekan dan benturan ketika kepentingan partai terusik sehingga dapat
berubah seketika menjadi oposisi menyerang koalisinya.
Demikian juga oposisi yang memosisikan diri "asal
berbeda, asal berbunyi" dengan modal nyinyir, plintir, culas, tanpa
memberi solusi dan second opinion cerdas, brilian, jenial hanya kegenitan
politik menimbulkan kebisingan, kegaduhan, keonaran akibat tidak ikut bagi-bagi
kekuasaan. Hal-hal remeh temeh yang tak berguna dan bermanfaat bagi Nusa dan
Bangsa dielaborasi sejadi-jadinya amunisi politik menyerang lawan politik
berseberangan. Misalnya, mempersoalkan perubahan cat pesawat presiden menjadi
Merah Putih sebagaimana Bendera Merah Putih simbol negara Republik Indonesia.
Framing kata ala Yudas Iskariot pun dinarasikan
seolah-seolah Pemerintahan Presiden Jokowi lebih mengutamakan kurang penting di
saat negeri ditimpa wabah pandemi covid-19 dengan terminologi rasionalisasi
menunjukkan apa saja pun rimanfaatkan amunisi menyerang pemerintah.
Penonjolan ego sektoral serta warna-warni
sektarian-primordial sadar atau tidak, setuju atau tidak telah "mengoyak
Merah Putih" simbol persatuan saudara sekandung anak- anak Ibu Pertiwi
Indonesia serta intoruptor laju pembangunan menuju Indonesia Maju, Indonesia
Hebat, Indonesia Adidaya sebagaimana amanah Pembukaan UUD RI 1945.
Karena itu pengibaran Bendera Merah Putih di seluruh wilayah
kedaulatan Republik Indonesia di Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI ke 76
tahun ini tidak hanya seremonial dengan mengibarkan bendera Merah Putih secara
fisik an sich.
Tetapi "Mengibarkan Bendera Merah Putih" di hati
sanubari dan pikiran seluruh anak bangsa agar kepentingan bangsa dan negara
benar-benar ditempatkan diatas kepentingan pribadi, kelompok, golongan, partai
politik, dll.
Hentikan segala perdebatan, polemik, tarik- menarik
kepentingan politik parsial apalagi saat bangsa dan negara sedang diterpa
bencana wabah pandemi corona desease 2019 (Covid-19) berdampak dimensi
keselamatan jiwa, dimensi ekonomi, dimensi sosial politik hingga kini belum
teratasi tuntas.
Momentum HUT Kemerdekaan RI ke 76 mengibarkan dan
mengobarkan Bendera Merah Putih simbol "Bersatu Melawan Covid-19" dan
permasalahan bangsa dengan melupakan fanatisme buta warna-warni bisa memecah
dan merusak "Persatuan Indonesia".
Dirgahayu HUT Kemerdekaan RI Ke-76, Bravo Indonesia, Badai
Pasti Berlalu, Horas..!!! MERDEKA...!!! Medan, 6 Agustus 2021. (tum)
Penulis adalah pemerhati pembangunan dan sosial budaya