WahanaNews.co | Mengoceh atau babbling adalah bagian dari proses tumbuh kembang bayi sebelum akhirnya lancar berbicara. Menariknya, ternyata proses babbling ini juga terjadi pada bayi kelelawar bersayap kantung besar (greater sac-winged bat).
Baca Juga:
Fakta-Fakta Seputar Virus Nipah yang Wajib Diketahui
Studi ini dilakukan oleh para peneliti dari Museum für Naturkunde - Leibniz Institute for Evolution and Biodiversity Science, Freie Universität Berlin dan Smithsonian Tropical Research Institute. Penelitian tersebut dipublikasikan di laman Science dengan judul Babbling in a vocal learning bat resembles human infant babbling pada 20 Agustus 2021.
Para peneliti melakukan ontogeni pada bayi Saccopteryx bilineata atau kelelawar bersayap kantung besar liar berjumlah 20 ekor di Kosta Rika dan Panama selama tiga bulan lamanya. Mereka lalu membandingkannya ciri-ciri mengoceh pada bayi manusia.
Dilansir dari Nature, Ahana Fernandez selaku ahil ekologi perilaku hewan di Museum Sejarah Alam Berlin sekaligus salah satu penulis dari jurnal mengatakan bahwa amat menakjubkan meilihat perilaku latihan lisan bayi kelelawar dan bayi manusia mengarah pada hasil yang sama.
Baca Juga:
Disebut-sebut Menular dari Hewan ke Manusia, Apa Itu Virus Hendra?
Untuk memahami bagaimana bayi kelelawar berkomunikasi Fernandez dan rekan-rekannya merekam 216 celotehan. Para peneliti menggunakan peralatan suara ultrasonic untuk menangkap tiap "suku kata" dari pekikan bayi kelelawar. Kemudian mengidentifikasi sebagian besar dari 25 suku kata berbeda yang terdengar dari kelelawar dewasa.
Cuplikan audio bayi kelelawar diubah menjadi spektogram yang menunjukkan nada serta intensitas suara dari waktu ke waktu. Cara ini memungkinkan peneliti untuk mencari delapan ciri utama yang menjadi ciri-ciri babbling pada bayi manusia, termasuk di dalamnya pengulangan suku kata dan ritme dalam suara.
Di Gunung Morungole, peneliti Universitas Makerere, Sadic Waswa Babyesiza, menelaah kelelawar yang baru saja ditangkapnya. Bersama tim dari Field Museum of Chicago, dia mencari satwa liar pembawa kuman malaria, Zika, dan patogen lain. Hasilnya mungkin dapat membantu pengembangan vaksin.William Daniels
Di Gunung Morungole, peneliti Universitas Makerere, Sadic Waswa Babyesiza, menelaah kelelawar yang baru saja ditangkapnya. Bersama tim dari Field Museum of Chicago, dia mencari satwa liar pembawa kuman malaria, Zika, dan patogen lain. Hasilnya mungkin dapat membantu pengembangan vaksin.
Hasilnya para peneliti menemukan kalau celotehan pada bayi kelelawar memiliki delapan ciri tersebut. Studi ini menjadi semakin menarik karena kelelawar jantan belajar serta menghasilkan suku kata yang membentuk lagu territorial saat dewasa. Sementara untuk betina, para peneliti menduga mungkin pengalaman menghasilkan suara-suara membantu untuk membuat keputusan kawin di kemudian hari.
"Sangat menarik untuk melihat kesamaan dalam mengoceh antara kelelawar dan manusia, mengingat perbedaan antara bahasa manusia dan bagaimana kelelawar menggunakan vokalisasi mereka," kata Jill Soha, seorang ahli etologi Duke University di Durham, North Carolina kepada Nature.
Sebelumnya, sekitar 17 tahun lalu seorang ahli ekologi perilaku hewan dari Museum Sejarah Alam Berlin, Mirjam Knörnschild secara tidak sengaja menemukan perilaku mengoceh pada hewan mamalia ini. Kala itu, dia sedang mengerjakan tesis untuk gelar masternya, Mirjam Knörnschild mengatakan ketika mendengar kelelawar ini yang terpikirkan adalah bayi manusia.
Mirjam yang merupakan salah satu peneliti studi ini menjelaskan bahwa studi mereka berkontribusi pada bidang interdisipliner biolinguistik yang berarti berfokus pada fondasi biologis bahasa manusia untuk mempelajari evolusinya.
"Meneliti pembelajaran vokal pada kelelawar pada akhirnya memberikan kita bagian lain dari teka-teki untuk lebih memahami asal-usul evolusi bahasa manusia. Temuan ini tidak mungkin terjadi tanpa pemahaman yang mendalam mengenai sejarah sosial dan alam dari kelelawar untuk data jangka panjang," ujar Mirjam Knörnschild kepada Sci News.
Kelelawar bersayap kantung besar atau greater sac-winged bat yang memiliki nama ilmiah Saccopteryx bilineata masuk dalam ordo Chiroptera dan famili Emballonuridae. Hewan ini berasal dari Amerika Tengah dan Selatan. Mereka sering terlihat di hutan hujan karena sering bertengger di pohon besar.
Kelelawar bersayap kantung besar merupakan pemakan serangga, untuk melacak musuhnya mereka menggunakan kemampuan ekolokasi. Sebagai informasi, ekolokasi atau disebut juga biosonar adalah sonar biologi yang digunakan oleh beberapa hewan, mereka mampu mengeluarkan bunyi dan mendengarkan pantulan bunyi dari objek-objek yang ada di sekitarnya. [rin]