WahanaNews.co | Di era orde lama tentunya alutsista Tentara nasional Indonesia (TNI) saat itu didominasi oleh buatan Uni Soviet dan negara-negara berhaluan blok timur lainnya.
Aroma khas blok timur tentunya sangat menghiasi kekuatan matra laut dan udara TNI yang kala itu memang gencar melakukan pembelian dari negara-negara blok timur guna mendukung kampanye operas Trikora untuk merebut Irian Barat dari tangan Belanda.
Baca Juga:
Bikin Musuh Panik, Ranpur Lapis Baja Slovakia Ini Tahan Ledakan dan Antipeluru
Lantas, bagaimana dengan matra darat? Mungkin sebagian besar alutsista di tubuh TNI-AD atau yang dulu dikenal dengan nama ADRI (Angkatan Darat Republik Indonesia) ini didominasi oleh buatan negara blok barat.
Namun, ternyata ada beberapa alutsista TNI-AD yang kala itu juga didatangkan dari Uni Soviet. Salah satunya adalah Ranpur (Kendaraan Tempur) BTR-40.
1. Didatangkan Pada Awal Dekade 60-an
Baca Juga:
Spanyol Siap Kirim Tank Leopard untuk Ukraina
BTR-40 di Indonesia diklasifikasikan sebagai panser. Kendaraan ini datang ke Indonesia mulai awal dekade 60-an bersamaan dengan beragam sistem persenjataan lain dari blok timur yang dulunya direncanakan untuk mendukung operasi Trikora.
Panser ini mulai dikembangkan pada akhir dekade 1940-an dan mulai memasuki produksi massal dan layanan militer pada dekade 1950-an.
Dilansir dari wikipedia.com, panser berpenggerak 4 roda ini mampu membawa 8-10 orang penumpang yang terdiri dari 2 orang kru dan 6-8 pasukan bersenjata lengkap.
Kendaraan ini juga dapat dipasangi senjata di bagian atas dengan senapan mesin kaliber 12.7 mm atau 7.62 mm.
Ketebalan armor kendaraan ini bervariasi, yakni mulai dari 6-8 mm. Panser ini mampu mencapai kecepatan hingga 80 km/jam dan memiliki jarak jelajah hingga sekitar 400 km. Apabila dilihat dari spesifikasinya, ranpur ini dikategorikan sebagai APC kelas ringan.
2. Sempat Terbengkalai Lama di Gudang
Dilansir dari situs indomiliter.com, ranpur ini ketika perubahan arah geopolitik Indonesia pada masa orde baru sempat diberhentikan operasionalnya karena masalah perawatan.
Saat itu, memang hubungan antara Indonesia dan Uni Soviet cukup renggang pasca perubahan haluan ke blok barat di era orde baru.
Indonesia tidak memperoleh suku cadang yang cukup untuk merawat BTR-40 yang kala itu totalnya berkisar antara 80-90 unit.
Ranpur ini tercatat masih sempat beroperasi di awal dekade 1970-an sebelum dipensiunkan sementara karana keterbatasan suku cadang.
3. Mengalami Modernisasi Guna Memperpanjang Masa Pakai
Ranpur BTR-40 yang telah terlalu lama berada di gudang pada akhirnya dicoba untuk “dibangkitkan” kembali di pertengahan dekade 1990-an. BTR-40 yang dimiliki oleh Indonesia kala itu kemudian mengalami beragam modernisasi guna menyesuaikan dengan kebutuhan perang modern.
Dilansir oleh situs indomiliter.com, modernisasi tersebut meliputi penggantian mesin, sistem persenjataan dan pemasangan plat baja tambahan serta turret senjata di bagian atas.
Program modernisasi ini dilakukan oleh Direktorat Peralatan Bengkel Pusat Peralatan TNI-AD. Melalui program modernisasi tersebut, performa BTR-40 menjadi lebih meningkat daripada versi standarnya.
Salah satunya yakni kecepatan maksimal yang sebelumnya hanya 80 km/jam meningkat menjadi 100 km/jam. Untuk daya jelajahnya sendiri juga kini mampu mencapai jarak 600 km.
Selain itu, kendaraan ini juga dilengkapi dengan sistem pengamanan terbaru dan sistem radio yang terintegrasi. Panser BTR-40 ini juga sempat diturunkan saat konflik GAM di Aceh dan sebagian digunakan oleh Polri sebagai kendaraan pengawal. [ast]