WahanaNews.co | Tahukah anda setiap kali jajan, ada satu sampah abadi yang Anda kumpulkan? Oh tidak, ini bukan lagi soal plastik kok, tapi ada satu lagi sampah abadi buat lingkungan.
Sampah abadi itu bernama styrofoam. Styrofoam sangat identik dengan budaya jajan bagi sebagian masyarakat Indonesia. Apapun jenis jajanannya, styrofoam hampir pasti selalu digunakan.
Baca Juga:
RDF Plant Jakarta Solusi Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan dan Berpotensi Hasilkan PAD yang Cukup Besar
Ada yang berbentuk kotak dengan penutup, ada yang berbentuk seperti mangkok, ada juga kotak kecil tanpa penutup. Styrofoam dianggap membantu untuk urusan bungkus-membungkus makanan.
Sampah abadi
Sayangnya, tanpa disadari penggunaan styrofoam ini justru merusak. Bukan hanya berbahaya untuk kesehatan, tapi juga lingkungan.
Baca Juga:
Tak Ada Lagi Impor Sampah Plastik, Menteri Hanif Siap Awasi dan Tindak Pelanggar
Merujuk pada laporan Penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang saat ini berganti nama menjadi BRIN, pada 2018 lalu sebanyak 0,59 juta ton sampah masuk ke laut. Sebagian besar sampah tersebut adalah styrofoam.
"Saat ini styrofoam mudah sekali digunakan, ada dimana-mana. Sayangnya ini adalah jenis sampah yang sulit dihancurkan. Bisa dibilang ini adalah jenis sampah abadi," kata Co-Founder The Antheia Project, Ruhani Nitiyudo dalam konferensi pers yang digelar di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kamis (24/11),
Mengapa styrofoam jadi sampah abadi?
Kata Ruhani, styrofoam adalah jenis sampah yang sulit terurai. Dalam proses pembuatannya, styrofoam melibatkan chlorofluorocarbons atau CFC.
CFC atau yang lebih dikenal dengan sebutan freon bisa merusak lapisan ozon. Artinya, saat berusaha diuraikan dengan teknologi pun styrofoam ini tetap merusak lingkungan.
"Selain itu biaya untuk menguraikannya pun tergolong mahal," kata dia.
Untuk satu buah styrofoam, setidaknya perlu waktu sekitar 1 juta tahun lebih agar benar-benar terurai. Bayangkan dalam satu hari, ada banyak styrofoam yang digunakan. Karena sulit terurai, akhirnya sampah-sampah tersebut akan menumpuk dan merusak lingkungan.
"Styrofoam yang sudah berumur satu juta tahun pun tetap tak bisa terurai sempurna, dia akan berubah menjadi mikroplastik dan tetap mencemari lingkungan," kata dia.
Direktur Pengelolaan Sampah KLHK, Novrizal Tahar menyebut sudah saatnya penggunaan styrofoam ini distop sama sekali. Dia bahkan mengaku, sudah tak pernah menggunakan produk styrofoam jenis apapun sejak 2018 lalu.
Bahkan saat harus memesan karangan bunga misalnya, dia lebih memilih memesan karangan bunga tanpa styrofoam demi menjaga lingkungan dari sampah abadi tersebut.
"Saya pilih bunga yang standing tanpa styrofoam. Karena satu saja styrofoam yang dipakai, merusak bumi bisa sampai jutaan tahun," kata dia.
Pemerintah sendiri kata dia, telah menerapkan beberapa aturan terkait larangan penggunaan sampah abadi ini. Salah satunya melalui Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang penanganan sampah laut.
"Kami memiliki target ingin mengurangi sampah laut, terutama styrofoam ii hingga 75 persen di 2025 melalui Perpres tersebut," jelasnya.
Salah satu caranya adalah dengan melarang penggunaan styrofoam atau plastik sekali pakai di beberapa kota. Salah satunya di Jakarta dan Bali. [rgo]