WahanaNews.co, Jakarta - Berdasarkan riwayat di tahun-tahun sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mewanti-wanti potensi banjir Jakarta pada Januari hingga Februari tahun depan. Apa pemicunya?
Pemicu utamanya adalah angin monsun atau monsoon Asia yang disertai seruakan dingin hingga fenomena atmosfer Madden-Julian Oscillation (MJO).
Baca Juga:
BMKG Beri Peringatan ke Sejumlah Wilayah, La Nina Mulai Menggeliat
"Kita perhatikan kejadian banjir besarnya itu di periode Januari dan Februari di wilayah DKI Jakarta, karena apa, kenapa bisa seperti itu terjadi? Karena memang di bulan Januari–Februari tersebut itu adalah periode puncaknya musim hujan untuk wilayah DKI," kata Miming Saepudin, Koordinator Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG di acara Kesiapsiagaan Menghadapi Musim Hujan di Provinsi DKI Jakarta secara daring, Rabu (15/11/2023) melansir CNN Indonesia.
Curah hujan yang sangat besar di Jakarta sendiri disebabkan oleh moonson kuat yang disertai seruakan dingin, MJO, hingga Borneo Vortex yang merupakan badai di kawasan Kalimantan.
"Ini fenomena-fenomena yang berdasarkan analisis historis ini saya menilai bahwa untuk wilayah DKI Jakarta ketika muncul fenomena ini yang harus diwaspadai karena dari historisnya juga ternyata berdampak pada potensi banjir yang cukup besar di beberapa wilayah," tuturnya.
Baca Juga:
BMKG Hang Nadim: Kota Batam Berpotensi Hujan Sepanjang Hari Ini
"Karena ketika MJO tersebut, kemudian monsunnya kuat, kemudian seruakan disertai seruakan dingin, kemudian nanti secara lokal juga berpengaruh itu hujan ekstrimnya," tambahnya.
Miming menyebut fenomena ini biasanya tak hanya membuat curah hujan besar dalam periode satu hari, tetapi bisa berhari-hari.
Hujan dengan curah besar berhari-hari disebut bisa membuat tanah jenuh, sehingga ketika sudah jenuh, maka tanah sudah tak bisa meresap air. Artinya, hujan dengan intensitas rendah saja bisa menyebabkan banjir.
Lebih lanjut, Miming menyebut secara historis banjir di Jakarta memiliki lokasi yang bervariasi, tetapi kebanyakan ada di Jakarta Utara.
"Di tahun 2002 hingga 2020, ini catatan atau data yang informasinya cukup besarlah dampaknya kita perhatikan di berdasarkan peta ini memang bervariasi lokasinya tapi kebanyakan ada di wilayah Jakarta Utara," terangnya.
Namun, Miming menjelaskan perlunya ada analisis lebih lanjut apakah kejadian banjir pada waktu-waktu tersebut berbarengan dengan kondisi rob.
[Redaktur: Alpredo Gultom]