WahanaNews.co | Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas)
Penanganan Covid-19 Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim),
Martina Yulianti, meluapkan kekesalannya kepada orang, kelompok, atau
siapa pun yang masih menganggap pandemi Covid-19 hanyalah konspirasi atau
rekayasa belaka.
Martina
mengunggah status pada laman Facebook
miliknya dan menantang setiap orang yang tak percaya Covid-19 untuk magang di
ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit dan ruang jenazah Covid-19,
Minggu (18/7/2021).
Baca Juga:
Buntut Kasus TPPU, 91 Kendaraan Eks Bupati Kukar Rita Widyasari Disita KPK
Lewat
unggahan tersebut, perempuan yang juga menjabat Plt Direktur RSUD Aji Muhammad
Parikesit itu ingin memberi pelajaran ke orang-orang yang tak percaya
Covid-19 menyaksikan langsung kondisi pasien terjangkit Covid-19 dan susah
payahnya para tenaga kesehatan memberi pelayanan.
"Jikalau ada yg masih memandang hal ini
sesuatu yg dibuat-buat direkayasa, mengandung modus" saya tantang
kamu untuk magang 1 hari di UGD Covid, 1 hari di ruang jenazah," tulis Martina, yang juga
menjabat Kepala Dinas Kesehatan Kutai Kartanegara ini.
Martina
menuturkan, ia sering kali menemui orang percaya dengan informasi hoaks seputar
Covid-19 dan menyebarluaskan tanpa verifikasi.
Baca Juga:
Negeri Jahetan Layar: Surga Alam di Perbukitan Kutai Kartanegara
Misalnya,
tudingan vaksin berbahaya, rekayasa Covid-19, dan berbagai tuduhan lainnya.
"Dan
itu memengaruhi masyarakat sekitar. Tidak banyak (orang tidak percaya Covid-19)
tapi ada," tutur dia.
Martina
menjelaskan, informasi hoaks biasa disebarluaskan melalui media sosial, maupun
orang per orang, dan membuat banyak orang percaya.
Setelah
percaya, mereka jadi tak peduli dengan Covid-19 dan malas tahu dengan prokes
dan program vaksinasi.
"Saya
sudah instruksikan insan kesehatan Kutai Kertanegara perang melawan Covid-19
dan para penyebar hoaks. Sebab hoaks juga melemahkan upaya kemanusian
kita," tegas dia, saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (20/7/2021).
Jika
tidak, maka upaya mitigasi sisi hulu, yakni pencegahan penularan dalam penanganan Covid-19,
menjadi lemah.
Orang
tidak percaya Covid-19 karena termakan informasi hoaks.
"Bagaimana
mungkin kita memperkuat tanpa dukungan masyarakat. Mendukung upaya pencegahan
cukup dengan taat prokes dan tidak mudah termakan hoaks," terang dia.
Martina
menegaskan, Covid-19 adalah bencana nyata.
Sebab
Covid-19, rumah sakit dan tempat karantina jadi penuh, angka kematian melonjak,
hingga banyak orang kehilangan, orangtua, anggota keluarga dan lainnya.
"Bencana
ini nyata. Sangat nyata. Saya tidak peduli dari mana awalnya virus corona, yang
pasti korban terus berjatuhan di depan mata kita. Banyak anak yang sudah
menjadi yatim piatu, banyak keluarga yang telah kehilangan tulang punggung
keluarganya," terang Martina.
Bahkan,
kata Martina, selama dua hari ke depan, ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Aji Muhammad
Parikesit tak bisa menerima tambahan pasien Covid-19 maupun non Covid-19
kecuali gejala berat, karena keterbatasan kapasitas ruang dan tenaga medis.
Dijelaskan
Martina, lonjakan kasus positif di Kutai Kertanegara terus meningkat tiap
harinya dengan positivity rate 33,19 persen.
Artinya,
kata Martina, tiga sampai empat dari 10 orang terkonfirmasi positif Covid-19
setiap harinya.
"Semua
sumber daya sudah kita dikeluarkan namun tetap tidak seimbang antara resource (sumber daya) dan demand (kebutuhan). Tenda yang
dibuka beberapa hari yang lalu pun terisi, sekarang kami berpikir keras
untuk bisa menambah kapasitas ditengah krisis ketersediaan nakes (tenaga
kesehatan)," terang dia.
Selain
angka positif, kata Martina, angka kematian juga menunjukan peningkatan, baik
di rumah sakit maupun pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri di rumah.
Kondisi
pasien makin memburuk bila terserang Covid-19, terlebih pasien dengan komorbid
atau penyakit penyerta.
"Jadi
ayo dong saudara-saudaraku, kurangi potensi penambahan kasus. Berprinsip tidak
mau tertular dan tidak mau jadi penular dengan taat prokes," ajak dia.
"Saya
hanya mau sampaikan bahwa Covid-19 sudah ada di mana-mana. virusnya sudah dekat
sekali dengan kita, bisa jadi dia ada di dalam orang yang sedang makan bareng,
ngobrol bareng dengan kita. Jadi jangan mau buka masker ketika bersama orang
yang kita tidak tahu sebelumnya dia ketemu siapa dan d imana," pesan
Martina.
Tantangan
yang ditawarkan Martina lewat unggahannya itu menuai dukungan netizen.
Akun Facebook bernama Erni W,
misalnya, menulis, "Betul ibu..bagi
yg tdk percaya suruh magang aja dirs (di rumah sakit)."
Akun
lain bernama Mahmudah menimpali.
"Dan buat anda anda yg tidak percaya akan
virus ini...cukup itu buat anda .... Jangan anda mengajak orang pada barisan
anda.... Semangat Nakes.... Semoga ini segera berakhir," tulis
Mahmudah.
Akun
lain, bernama Mardiansyah, mengungkapkan kehilangan keluarga
karena Covid-19.
"Keluarga saya sudah 5 orang meninggal dunia,
semoga wabah Covid cepat berakhir di negeri kita. Aamiin," tulis
Mardiansyah.
Akun
Daeng Abdullah Ramli memberi apresiasi kepada para nakes.
"Terima kasih untuk semua kerja keras tim
kesehatan .. bergerak searah mengembalikan Indonesia yang sehat,"
tulis Daeng.
Tak
hanya unggahan status, Martina juga membagikan sebuah link berita media nasional di laman Facebook-nya, berjudul Hoax
Telah Membunuh Ayahku.
Dikutip
pada Selasa (20/7/2021), berita tersebut mengisahkan pengakuan
seorang anak yang tinggal di Depok, bernama Helmi Indra, menceritakan salah satu faktor
bikin ayahnya meninggal karena termakan hoaks Covid-19.
Satu di
antaranya soal hoaks vaksin haram.
Informasi
itu bikin ayahnya percaya dan tak mau divaksin Covid-19.
Hingga
akhirnya, tepat 6 Juli 2021, ayahnya bernama Nuryaman (60) yang tinggal di Tegal,
Jawa Tengah, itu terpapar Covid-19.
Kondisinya
terus memburuk hari demi hari, hingga meninggal dunia pada Rabu (14/7/2021).
Selama
menjalani perawatan, kata Helmi, ayahnya tak mau minum obat karena terpengaruh
paparan Dokter Lois Owien yang menyebut pasien Covid-19 meninggal karena
interaksi antar obat yang dikonsumsi.
Sebelum
meninggal, ayahnya sempat menolak dibawa ke rumah sakit karena takut
"dicovidkan".
Istilah
yang menuding pihak rumah sakit suka memvonis pasien positif Covid-19 untuk
motif tertentu.
Padahal
tuduhan ini tanpa bukti yang cukup. [qnt]