Penelitian akan diterbitkan dalam edisi terbaru majalah Wreckwatch, yang diedit oleh Kingsley. Studi Sriwijaya merupakan bagian dari publikasi musim gugur setebal 180 halaman yang berfokus pada Tiongkok dan Jalur Sutra Maritim.
Kingsley mencatat bahwa pada puncak kejayaannya sekitar abad kesembilan, Sriwijaya mengendalikan arteri Jalan Sutra Maritim, pasar kolosal di mana barang-barang lokal, Cina dan Arab diperdagangkan.
Baca Juga:
Pemprov Sulbar Serahkan Bantuan Alat Tangkap Nelayan untuk Tingkatkan Produksi Perikanan
"Sementara dunia Mediterania barat memasuki zaman kegelapan pada abad kedelapan, salah satu kerajaan terbesar di dunia muncul di peta Asia Tenggara. Selama lebih dari 300 tahun penguasa Sriwijaya menguasai jalur perdagangan antara Timur Tengah dan kekaisaran Cina.
Sriwijaya menjadi persimpangan internasional untuk produk terbaik zaman itu. Penguasanya mengumpulkan kekayaan legendaris," kata Kingsley.
Selain itu, Kingsley juga menyebut bahwa dari perairan dangkal telah muncul emas dan permata berkilauan yang identik dengan kerajaan terkaya ini, mulai dari alat perdagangan dan senjata perang hingga peninggalan agama.
Baca Juga:
Ribuan Nelayan Dukungan ASET, Siap Pasang Badan Menangkan Dua Periode
Dari kuil-kuil dan tempat-tempat pemujaan yang hilang telah muncul patung-patung Buddha perunggu dan emas, pengetuk pintu kuil perunggu bergambar wajah iblis Kala, dalam legenda Hindu kepala mitos Rahu yang mengaduk lautan untuk membuat ramuan keabadian.
Lonceng biarawan perunggu dan cincin upacara emas bertatahkan batu rubi dan dihiasi dengan tongkat vajra emas bercabang empat, simbol Hindu untuk petir, senjata pilihan dewa.
Dilansir dari Daily Mail, Sumatera pada zaman dahulu disebut sebagai Pulau Emas karena kaya akan deposit emas dan sumber daya alam, dan merupakan titik awal kedatangan perdagangan di Asia Tenggara.