WahanaNews.co, Solo - Prosesi Ngungelaken Gangsa (membunyikan untuk pertama kali gamelan) Sekaten di Masjid Agung Surakarta, Senin (9/9) siang diwarnai kericuhan.
Dilansir dari CNNIndonesia.com, kericuhan itu berawal dari perdebatan mengenai siapa yang berhak menabuh gamelan untuk pertama kali atau prosesi Ngungelaken Gangsa dalam kegiatan tersebut.
Baca Juga:
Jokowi Resmikan Proyek Pasar Jongke Surakarta Senilai Rp124 miliar
Menantu SISKS Pakubuwana XIII Hangabehi, KRA Rizki Baruna Aji Diningratterpantau jadi korban dalam kericuhan itu. Dia didorong dan dicekik orang tak dikenal.
Tak hanya itu, seorang berambut panjang mengenakan kaos hitam juga memukul pesilat Pagar Nusa yang mengawal rombongan Rizki.
Peristiwa dimulai setelah gangsa alias gamelan sekaten ditabuh untuk pertama kalinya sekitar pukul 13.50 WIB.
Baca Juga:
Wamenparekraf Hadiri Peluncuran Logo dan Maskot Peparnas Ke-17
Proses tersebut digawangi kubu Lembaga Dewan Adat (LDA) yang dipimpin GKR Wandansari atau biasa disapa Gusti Moeng. LDA sendiri hingga kini masih berkonflik dengan pihak SISKS Pakubuwana XIII.
Beberapa menit kemudian, Rizki bersama sejumlah orang mengenakan beskap putih mendatangi Bangsal Sekati tempat Gamelan Kyai Guntur Madu dibunyikan. Mereka dikawal serombongan pesilat Pagar Nusa.
Ia langsung mendorong salah satu abdi dalem pengrawit, KRT Rawang yang berada tepat di depan pintu masuk Bangsal Sekati. Rizki mempermasalahkan Gamelan yang ditabuh sebelum ia tiba di Bangsal Sekati.
Kedatangan Rizki memicu emosi sejumlah abdi dalem dan kerabat yang berada di lokasi pun mendorong hingga mencekik Rizki hingga keluar dari area Bangsal Sekati.
"Panjenengan ngowahi adat (Anda mengubah adat). Katanya harus sesuai paugeran (aturan adat)? Paugerannya kan harus sesuai dhawuh (perintah) Sinuhun," kata Rizki di depan Bangsal Sekati.
"Ini keputusan Sinuhun PB XIII, saya yang didhawuhkan (diperintah), KRA Rizky Baruno Aji Diningrat yang didhawuhkan untuk memerintahkan ngungelke gangsa (membunyikan gamelan)," kata dia sambil menunjukkan surat perintah dari Sinuhun PB XIII.
Rizki lalu meninggalkan kawasan Masjid Agung Surakarta setelah sejumlah kerabat dan anggota TNI berusaha menenangkannya
Namun kericuhan kembali terjadi setelah beberapa orang berseragam Pagar Nusa mendekati Bangsal Sekati. Sejumlah orang mengenakan kaos hitam-hitam langsung mengusir mereka.
Para pesilat itu masih berusaha mendekat hingga salah seorang dengan kaos hitam berambut panjang melayangkan pukulan ke wajah salah satu pesilat.
Para pesilat itu akhirnya meninggalkan lokasi setelah mendapat penolakan yang sangat kuat.
Pengageng Parentah Keraton, KGPH Dipokusumo enggan berkomentar mengenai insiden tersebut.
"Saya menjelaskan SOP [Standar Operasional Prosedur] saja. SOP dari Sinuhun, yang diperintah untuk ngungelaken gangsa (membunyikan gamelan) adalah mantu dalem (menantu raja), KRA Rizki," kata Dipo.
Dipo juga enggan menjawab saat ditanya mengenai gamelan sekaten yang sudah berbunyi sebelum Rizki datang.
"Memang terjadi begitu. Tapi semua kan berdasarkan dhawuh dalem. Intinya nanti kita lihat nut jaman kelakone wae (ke depan akan seperti apa)," kata adik beda ibu Pakubuwana XIII itu.
Di lain pihak, Ketua Eksekutif Lembaga Hukum LDA, KP Eddy Wirabhumi mengatakan insiden tersebut terjadi karena kesalahpahaman. Ia mengaku mendengar perintah untuk membunyikan Gamelan Sekaten diamanatkan kepada Salah satu abdi dalem bernama Kanjeng Sinawung.
"Saya dengar dengan sangat keras dari speaker Masjid Agung itu yang diminta untuk men-dhawuhke ngungelke gangsa (memerintahkan membunyikan gamelan) itu adalah Kanjeng Sinawung," kata Eddy.
Mendengar instruksi dari pengeras suara Masjid Agung Surakarta, Kanjeng Sinawung pun memerintahkan para pengrawit untuk mulai menabuh gamelan sekaten.
"Setelah didhawuhke (diperintahkan), ada yang datang yang namanya Kanjeng Rizki itu. Dia mengatakan bahwa dia yang diperintah untuk men-dhawuh-kan itu sehingga terjadi silang pendapat," kata adik ipar SISKS Pakubuwana XIII itu.
Konflik menahun di Surakarta
Insiden tersebut merupakan buntut dari konflik menahun di antara SISKS Pakubuwana XIII Hangabehi dengan adik-adik kandungnya yang tergabung dalam LDA Keraton Surakarta.
Pada tahun 2017, Pakubuwana XIII Hangabehi membentuk bebadan baru tanpa melibatkan seorang pun dari LDA. Pada tahun 2019, LDA menggugat Pakubuwana XIII hingga menghasilkan putusan Mahkamah Agung (MA) atas Perkara Nomor: 13/PEN. PDT/EKS/2023/PN Skt jo Nomor: 87/ Pdt.G/2019/ PN. Skt Jo Nomor: 545/Pdt/2020/ PT. Smg Jo Nomor: 1950 K/Pdt/ 2022.
Dalam amar putusan tersebut, MA menyatakan SISKS Pakubuwana XIII Hangabehi telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan SK Kemendagri Nomor 430-2933 tahun 2017 tanggal 21 April 2017 tentang Penetapan Status dan Pengelolaan Keraton Surakarta.
Penyalahgunaan tersebut di antaranya membentuk Bebadan (struktur kepengurusan) Keraton Surakarta oleh SISKS Pakubuwana XIII untuk kepentingan dan keuntungan sendiri. Ia juga disebut melakukan penggembokan Kori Kamandungan sehingga menghambat kegiatan penelitian, studi kebudayaan, dan pariwisata di Keraton Surakarta.
Eddy pun menyayangkan adanya insiden tersebut. Ia menyinggung soal Putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan Bebadan (Struktur Organisasi) Keraton Surakarta yang dibentuk SISKS Pakubuwana XIII Hangabehi pada tahun 2017 tidak sah.
"Logika hukumnya, kalau yang 2017 itu tidak sah, maka yang sah adalah Bebadan Sinuhun yang 2004," kata Eddy.
"Tapi kita ini orang Jawa kan mencoba mencari harmoni. Ya sudah, ngon ora apa-apa (Bebadan Keraton Surakarta 2017 ikut terlibat tidak apa-apa), yang penting di lapangan bisa berjalan dengan baik. Meskipun pada akhirnya masih terjadi miskomunikasi itu," kata dia.
[Redaktur: Alpredo Gultom]