WahanaNews.co | Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi mendukung pembentukan Perda tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sehingga masyarakat yang tidak merokok merasa nyaman serta dapat mengurangi perokok aktif.
Edy Rahmayadi mengatakan hal yang lebih penting dalam mengurangi perokok dan melindungi masyarakat menjadi perokok pasif adalah implementasi di lapangan.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
“Ini kebiasaan yang buruk, jadi tidak cukup hanya dengan Perda, dan tentu kita tidak bisa menghapuskan 100 persen perokok, tetapi paling tidak kita bisa menyelamatkan anak-anak. Kita bisa menyediakan ruang merokok yang tidak nyaman, denda besar kepada perokok yang melanggar atau cara lainnya," ujar Edy saat kegiatan Advokasi Perda KTR, di Medan, Jumat (26/05/23).
Mantan Pangdam I Bukit Barisan itu meminta seluruh OPD di lingkungan Pemprov Sumut untuk menerapkan Kawasan Tanpa Rokok di kantor masing masing sebagai langkah awal.
"Ini juga akan diterapkan di sekolah-sekolah melalui larangan merokok di sekolah termasuk untuk guru. Mustahil kalian larang anak didik kalau kalian sendiri merokok di depan mereka," katanya.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Direktur Produk Hukum Daerah Kemendagri, Makmur Marbun, mengatakan ada delapan kabupaten/kota di Sumut yang belum ada Peraturan Daerah atau Peraturan Kepada Daerah (Perkada) tentang Kawasan Tanpa Rokok.
Makmur Marbun menuturkan daerah tersebut antara lain Kabupaten Karo, Labuhanbatu, Labuhanbatu Selatan, Nias, Nias Barat, Simalungun, Kota Gunungsitoli dan Tanjungbalai.
“Masih ada delapan daerah lagi yang belum ada Perda KTR di Sumut, ada Perda saja masih sulit, apalagi belum ada, karena itu kita mulai bergerak dari Perda,” kata Makmur.
Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Eva Susanti mengatakan ada peningkatan perilaku merokok pemula. Dari 7,20 persen tahun 2013 meningkat menjadi 10,7 persen di 2019 dan diprediksi meningkat ke angka 16 persen di tahun 2030.
"Prevalensi perokok dewasa juga terus meningkat, sekitar 70,2 juta atau 34,5 persen orang dewasa Indonesia merokok sedangkan untuk rokok elektrik meningkat 10 kali lipat dari tahun 2011 ke tahun 2021,” kata Eva.
Eva menjelaskan berdasarkan data BPS tahun 2021 menunjukkan rokok peringkat kedua pengeluaran per kapita masyarakat perkotaan. Sebesar 19,69 persen untuk beras dan 11,3 persen untuk rokok kretek filter. Sedangkan di pedesaan 23.79 persen untuk beras disusul rokok 10,78 persen
“Masalah ini semakin pelik, karena tidak sedikit masyarakat yang sejatinya kurang mampu malah mengalokasikan uangnya untuk rokok ketimbang protein atau gizi tambahan," ujarnya.[eta]