WahanaNews.co | Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, kerap menjumpai kapal pukat harimau (trawl) beraktivitas di antara Pulau Numbing dengan Perairan Pulau Gentar, Kabupaten Lingga. Hal tersebut meresahkan nelayan tradisional di wilayah tersebut.
Ketua KNTI Bintan, Syukur Hariyanto alias Buyung Adly mengatakan, aktivitas kapal pukat harimau itu meresahkan nelayan tradisional. Apalagi jumlahnya tidak sedikit. Pukat harimau tidak hanya merusak terumbu karang melainkan juga mengancam kepunahan ekosistem ikan.
Baca Juga:
Menparekraf Sambut Wisman Pertama di Tahun 2024 dari Singapura di Bintan
Akibatnya, kata dia, produktivitas nelayan tradisional di Perairan Pulau Numbing, Bintan, dan Pulau Gentar menurun.
"Ada sebanyak 20 kapal pukat harimau. Kami sudah mengidentifikasi berdasarkan laporan nelayan," katanya di Bintan, Rabu (20/10).
Rata-rata kapal tersebut, dia menerangkan, memiliki kapasitas 10-12 GT dengan ukuran panjang sekitar 20 meter. Kapal itu dapat menampung beban sekitar 10 ton.
Baca Juga:
Sandiaga: Event Internasional Mampu Pulihkan Jumlah Kunjungan Wisman ke Kepri
Kapal-kapal itu, paparnya, sandar di tempat yang jauh dari aktivitas nelayan tradisional, namun masih di Perairan Bintan dan Perairan Tanjungpinang.
"Kapalnya cukup besar, dengan intensitas kerusakan ekosistem di laut cukup tinggi jika tidak segera dihentikan," ujarnya seperti dilansir dari Antara.
Buyung mengatakan, aktivitas kapal pukat harimau itu secara terselubung, bahkan pemilik kapal pukat harimau itu membuat seolah-olah kapal tersebut hanya memiliki jaring biasa dan bubuh. Bagi nelayan tradisional, menurut dia, tidak sulit mengidentifikasi kapal pukat harimau.