WahanaNews.co, Lumajang - Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Lumajang menyatakan bahwa Pondok Pesantren Hubbun Nabi Muhammad SAW tidak memiliki izin.
Pernyataan ini disampaikan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Seksi Pondok Pesantren Kemenag Lumajang, Abdul Rofiq.
Baca Juga:
Polres Lumajang Temukan 10.000 Tanaman Ganja di Lereng Gunung Semeru
"Pondok pesantren Hubbun Nabi Muhammad SAW di Desa Sumbermujur tidak berizin," ujar Rofiq di kantornya.
Pondok pesantren ini berlokasi di Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Akhir-akhir ini, pesantren tersebut menjadi sorotan karena salah satu pengasuhnya, Muhammad Erik alias Muhammad Arifin, ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi setelah menikahi seorang gadis berusia 16 tahun tanpa wali.
Baca Juga:
Polisi Temukan Ladang Ganja di Hutan Curam Gunung Semeru, 2 Pelaku Ditangkap
Kepada polisi, Erik mengakui bahwa pernikahannya dengan korban dilakukan secara siri dan ia juga mengaku masih lajang.
Rofiq menambahkan bahwa Kemenag belum pernah menerima pengajuan izin kegiatan dari pihak pesantren, baik secara tertulis maupun lisan.
"Sejauh ini belum pernah ada komunikasi terkait izin kegiatan pesantren, baik secara tertulis maupun lisan," tambahnya.
Lebih lanjut, Rofiq menjelaskan bahwa sesuai prosedur, pesantren dengan minimal 15 santri seharusnya sudah bisa mengajukan izin ke Kemenag.
"Kalau prosedurnya minimal 15 (santri) sudah bisa mengajukan izin, tapi sampai saat ini belum ada," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan bahwa seorang gadis berusia 16 tahun dari Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, dinikahi oleh pengasuh pondok pesantren di Lumajang tanpa sepengetahuan orang tuanya.
Gadis di bawah umur tersebut diduga dinikahi oleh Muhammad Erik, pengasuh sebuah pondok pesantren di Kecamatan Candipuro, pada 15 Agustus 2023 secara siri.
Saat ini, polisi telah menetapkan Erik sebagai tersangka. Namun, Erik belum ditahan.
Panggilan pertama dari polisi juga tidak diindahkan oleh tersangka.
Orangtua Kaget
M, ayah korban mengungkapkan orangtua mulanya mengetahui dugaan pernikahan siri pengurus ponpes dengan anaknya itu bermula dari pembicaraan tetangga.
"Awalnya, tetangga ramai bilang anak saya hamil, saya kaget, kan enggak pernah saya nikahkan, setelah saya tanya ternyata memang tidak hamil," cerita M, melansir Kompas.com.
M kemudian menyelidiki dugaan pernikahan tersebut.
Dia menjelaskan bahwa perkenalan putrinya dengan pengasuh ponpes terjadi karena putrinya sering mengikuti pengajian yang diadakan oleh Erik di rumahnya.
"Anak saya tidak mondok di sana, mungkin tahu karena sering ikut majelisan," jelasnya.
Kepada sang ayah, korban mengaku diiming-imingi uang sebesar Rp 300.000 dan dijanjikan akan dibahagiakan.
Rayuan itu terus dilancarkan oleh terduga pelaku, hingga akhirnya anaknya luluh dan bersedia dinikahi.
"Katanya dijanjikan akan disenengin dan diberi uang Rp 300.000," ucap Matrokim.
Meskipun telah dinikahi, putri M dan pengasuh ponpes tersebut tidak pernah tinggal bersama dalam satu rumah. Anaknya hanya dipanggil pada saat-saat tertentu.
Tersangka, lanjutnya, tidak pernah bergaul dengan korban di rumahnya. Ia menggunakan rumah seseorang berinisial V yang lokasinya tidak jauh dari rumah tersangka.
Anaknya juga selalu dijemput oleh orang suruhan tersangka.
"Jadi kalau anak saya mau ke sana pasti ada yang menjemput dan mengantarnya pulang," ujarnya.
Setelah polisi menetapkan pengasuh ponpes itu sebagai tersangka, M berharap tersangka segera ditangkap dan diberi hukuman yang setimpal.
Menurutnya, pelaku telah tega menikahi putrinya tanpa sepengetahuannya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]