WahanaNews.co, Jakarta - Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda, mengungkapkan keheranannya terkait tingginya biaya uang kuliah tunggal (UKT) yang dikeluhkan banyak pihak belakangan ini.
Menurutnya, hal tersebut terkesan aneh mengingat pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp 665 triliun dari APBN untuk membiayai pendidikan.
Baca Juga:
Rayakan Hardiknas 2023, DPR Ingatkan Menteri Nadiem Evaluasi Program Merdeka Belajar
"Agak aneh ketika komponen biaya pendidikan dari peserta didik kian hari meroket, padahal alokasi anggaran pendidikan dari APBN juga relatif cukup besar," ujar Huda, melansir Kompas, Jumat (17/5/2024).
Untuk memastikan biaya pendidikan di Indonesia terjangkau bagi masyarakat, Komisi X DPR yang membidangi pendidikan berinisiatif membentuk Panitia Kerja (Panja) Biaya Pendidikan.
Huda menyebutkan, keluhan tidak hanya datang dari mahasiswa dan orang tua mahasiswa terkait tingginya UKT di berbagai kampus negeri, tetapi juga dari wali murid yang merasa keberatan dengan berbagai biaya sekolah negeri seperti uang komite, uang kegiatan, hingga sumbangan tanpa ikatan.
Baca Juga:
Prabowo-Cak Imin Akan Bertemu, Kesepakatan Capres?
"Akhir-akhir ini mahasiswa maupun orangtua mahasiswa mengeluhkan tingginya UKT di berbagai kampus negeri. Selain itu wali murid juga banyak. Kami ingin mengetahui pengelolaan biaya pendidikan oleh pemerintah sehingga memutuskan membentuk panja," tutur Huda.
Huda menegaskan bahwa ia tidak ingin ada pandangan bahwa pemerintah lepas tangan dalam memberikan layanan pendidikan tinggi di masyarakat.
Meskipun pendidikan tinggi bersifat tersier, ia mengatakan bahwa pendidikan tinggi sangat dibutuhkan saat ini mengingat Indonesia memiliki target mewujudkan Indonesia Emas di 2045.
Panja Biaya Pendidikan nantinya akan memanggil para pemangku kepentingan pengelola anggaran pendidikan seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kemendikbud Ristek, Bappenas, hingga pemerintah daerah.
Huda berharap, dari pertemuan tersebut diketahui faktor-faktor yang membuat biaya pendidikan di Indonesia kian hari kian mahal.
“Anggaran pendidikan kita tahun ini saja sekitar Rp 665 triliun. Anggaran ini kemudian didistribusikan ke kementerian/lembaga termasuk ke pemerintah daerah. Maka di sini penting untuk diketahui apakah semua lembaga yang mengelola anggaran pendidikan ini telah sesuai kebutuhan di lapangan atau memang ada perlu perbaikan, baik terkait pola distribusi, pola pengelolaan, hingga penentuan sasaran,” tutur Huda.
Sebelumnya, Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia (SI) mengadu ke Komisi X DPR terkait kenaikan biaya uang kuliah tunggal (UKT).
Perwakilan BEM SI dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Maulana Ihsanul Huda mengatakan, pihaknya sudah menggelar aksi demo di kampus sampai dua kali.
Selain itu, mereka melakukan audiensi dengan pihak rektorat. Namun, hasilnya nihil.
"Yang kita resahkan UKT di Unsoed ini naik melambung sangat jauh sendiri, naik bisa 300 sampai 500 persen," ujar Maulana di ruang rapat Komisi X DPR, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (16/5/2024).
"Contohlah di fakultas saya sendiri, Fakultas Peternakan, itu yang sebelumnya Rp 2,5 juta sekarang naiknya jadi Rp 14 juta, itu tingkatan paling tinggi. Bagaimana kita tidak marah dengan hasil seperti itu?" kata dia.
Maulana menyampaikan, sebenarnya rektorat telah mencabut Peraturan Rektor Nomor 6 Tahun 2024 terkait biaya UKT tersebut dan diganti dengan Peraturan Rektor Nomor 9 Tahun 2024 pada 3 Mei 2024 lalu.
Hanya saja, kata dia, pergantian peraturan mengenai UKT itu tetap tidak menjawab tuntutan mahasiswa.
Sebab, penurunan UKT yang diberikan cuma Rp 81.000.
"Contohnya balik lagi di fakultas saya, itu hanya turun untuk golongan terbesar hanya turun Rp 81 ribu, itu benar-benar menjadi keresahan kami," ucap Maulana.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]