WahanaNews.co | Berikut ini tips agar siswa lolos Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) 2023 dari Ketua Pelaksana Eksekutif SNPMB 2023, Prof Dr Ir Budi Prasetyo Widyobroto.
Tips dari professor ini tidak hanya ditujukan kepada siswa, tetapi juga para pendamping seperti guru bimbingan dan konseling (BK) dan orang tua.
Baca Juga:
Realisasi Anggaran Pendidikan Hingga Oktober 2024 Capai Rp463,1 Triliun
Tips pertama, penting menurut Budi agar para pendamping mengikuti passion siswa.
"Mohon izin, walaupun mungkin adik-adik berbeda pendapat ya," ujar Budi dalam sosialisasi daring Mekanisme Pendaftaran SNBP 2023, Selasa (14/2/2023).
"Sebagai guru BK, orang tua, ataupun siapa yang mendampingi adik-adik yang mendampingi adik-adik itu, jangan pernah memaksakan. Ikuti passion dari anak, dari siswa mau masuk ke mana. InsyaAllah kalau passion-nya di mana, prestasinya akan bagus," ungkapnya.
Baca Juga:
Pemerintah Sulbar Gandeng Perguruan Tinggi Percepat Pendidikan Vokasi, Termasuk UNM
Kedua, Budi berpesan kepada para siswa eligible mendaftar di SNBP untuk melakukan cek posisinya ada pada peringkat berapa.
"Anda cek dulu, 'Saya ini diizinkan mendaftar SNBP. Di PDSS, sebetulnya saya urutan berapa dari yang eligible.' Kalau Anda nomor satu dan sekolahnya bagus, insyaAllah mau daftar ke apa pun di perguruan tinggi mana pun diterima, insyaAllah," ujarnya.
Budi menjelaskan, jika tidak masuk kategori seperti yang digambarkan di atas, maka siswa yang bersangkutan harus mengkalkulasi posisinya di sekolah dan indeks sekolahnya seperti apa.
"Hitung-hitung itu dalam artian tahu diri, saya posisi di SMA saya itu seperti apa. SMA saya memiliki indeks sekolah di perguruan tinggi tujuan seperti apa. Dan bisa juga terus terang, dalam artian di sekolah tersebut itu taruhlah yang mendaftar SNBP ke perguruan tinggi mana, siapa saja, dan sebagainya," paparnya.
Budi menyampaikan, perguruan tinggi memiliki sejumlah kewajiban menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Kampus harus menerapkan pemerataan dalam hal penerimaan mahasiswa dari keluarga kurang mampu dan lain sebagainya.
"Akhirnya perguruan tinggi menentukan, 'Oke yang favorit bagus saya ambil sepuluh saja, yang apa berapa-berapa sampai ada perhitungan-perhitungan perwakilan dari berapa kabupaten kota dan sebagainya'," imbuh Budi. [Tio/PR]