WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) berencana menerapkan kembali sistem penjurusan di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), yaitu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan Bahasa.
Kebijakan ini nantinya akan mulai diberlakukan pada tahun ajaran 2025/2026.
Baca Juga:
Kemendikdasmen Tetapkan "Hari Belajar Guru", Satu Hari Khusus untuk Pengembangan Diri
Rencana tersebut mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi, menyambut positif kebijakan ini karena dinilai dapat membantu siswa fokus pada bidang yang diminati.
"Harapannya agar siswa menguasai semua ilmu itu dengan baik, tapi jika tidak siap yang terjadi malah siswa tidak mendapatkan ilmu apa-apa atau hanya mendapatkan sedikit. Jadi dengan adanya penjurusan SMA itu bagus agar siswa bisa mempelajari ilmu sesuai dengan minatnya dan menjadi ahli,” ujar Unifah.
Baca Juga:
Kemenag Gratiskan PPG Daljab, PPG Mapel Umum Dijadwalkan Mei 2025
Sementara itu, praktisi pendidikan Heriyanto menilai bahwa penghapusan penjurusan di SMA sebelumnya tidak sepenuhnya berjalan efektif di lapangan.
“Terlalu dini di kelas XI awal, siswa harus menetapkan profesinya apa kelak. Sehingga ada beberapa mata pelajaran yang perlu diambil dan dilepaskan, padahal itu adalah mata pelajaran dasar yang sangat diperlukan,” ungkap Heri.
Ia mencontohkan kondisi di mana siswa yang awalnya ingin masuk kedokteran melepas mata pelajaran fisika untuk fokus pada biologi dan kimia.
Namun, saat di kelas XII, ketika siswa mengubah pilihan ke jurusan teknik, ia kesulitan karena tidak memiliki dasar fisika.
“Dengan contoh, jika siswa yang memilih kedokteran dapat melepaskan fisika, dan konsentrasi pada biologi dan kimia. Namun persoalan yang sering muncul adalah ketika pilihan profesi siswa bisa saja berubah di kelas XII menjadi teknik, sedangkan dalam 2 atau 3 semester sebelumnya, mereka tidak mempelajari fisika,” jelasnya.
Heriyanto juga menyoroti ketidaksesuaian antara sistem pendidikan di SMA dengan perguruan tinggi.
Ia menegaskan bahwa sebagian Perguruan Tinggi Negeri (PTN) masih mewajibkan mahasiswa baru untuk mengikuti perkuliahan dasar seperti fisika, kimia, dan biologi, meski jurusannya bukan teknik.
“Sehingga mata pelajaran tersebut, tetap diajarkan sebagai bekal di PTN nantinya, termasuk untuk pilihan IPS. Karena apabila siswa yang memiliki cita-cita menjadi akuntan dapat melepaskan geografi atau sosiologinya. Namun apabila berubah menjadi ahli hukum diberikan syarat kedua pelajaran tersebut akan dipelajari saat di perguruan tinggi,” ujar Heri.
Hal senada disampaikan oleh Guru Geografi SMA Pangudi Luhur II Servasius Bekasi, Ignasius Sudaryanto.
Ia mengungkapkan bahwa siswa sering mengalami kebingungan dalam menentukan mata pelajaran peminatan, yang berdampak pada ketidaksesuaian saat masuk ke perguruan tinggi.
"Akan tetapi juga ada mata pelajaran yang kelebihan minat siswa. Saya sangat setuju kalau penjurusan/pemilihan mata pelajaran dikembalikan seperti dulu yaitu jurusan IPA, IPS dan Bahasa. Hal ini akan membuat siswa lebih fokus belajar, dan sekolah lebih mudah mengelola tenaga pendidik,” tutur Sudaryanto.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]