WAHANANEWS.CO, Jakarta - MI (10), seorang siswa kelas IV SD Yayasan Abdi Sukma di Medan, Sumatera Utara, menjadi sorotan publik setelah video dirinya duduk di lantai kelas karena menunggak pembayaran sekolah selama tiga bulan viral di media sosial.
Kisah ini memicu simpati masyarakat dan mendorong berbagai pihak memberikan bantuan.
Baca Juga:
Capai 2 Meter, Sagil Muhammad Rizki Jadi Siswa SD Tertinggi di Dunia
Ibu MI, Kamelia (38), tak kuasa menahan tangis ketika mengetahui anaknya duduk di lantai sejak 6 hingga 8 Januari tanpa diizinkan mengikuti pelajaran.
"Saya nangis, 'Ya Allah, kok begini sekali.' Anak saya duduk di lantai, nggak boleh belajar," ujarnya, Jumat (10/1/2025).
Kamelia, seorang relawan Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP), sering membantu masyarakat yang membutuhkan, termasuk mendampingi pasien.
Baca Juga:
Kemen PPPA Kecam Aksi Pencabulan Guru Agama terhadap 24 Siswa SD di Bengkulu Utara
Namun, keluarganya juga menghadapi kesulitan ekonomi. Suaminya bekerja sebagai kuli bangunan, dan pendidikan anaknya bergantung pada dana Kartu Indonesia Pintar (KIP).
"Dana KIP selalu saya gunakan sepenuhnya untuk biaya sekolah anak, nggak pernah untuk hal lain," ungkapnya. Namun, karena dana tersebut belum cair, Kamelia belum mampu melunasi uang sekolah MI.
Ketika MI mengeluh bahwa ia dihukum karena tunggakan SPP, Kamelia awalnya ragu. Namun, setelah mendengar dari teman-teman MI, ia segera mendatangi sekolah.
"Teman-temannya bilang, ‘Bu, tolong ambil rapor anak Ibu, kasihan dia duduk di lantai.’ Saya sangat sedih," ujarnya, melansir Kompas.com, Minggu (12/1/2025).
Menurut Kamelia, hukuman ini tidak adil. Ia berharap pihak sekolah menghukum dirinya, bukan anaknya yang hanya ingin belajar.
"Kalau mau menghukum, jangan dia. Saya saja. Anak saya cuma mau belajar," tegasnya.
Guru kelas MI, HRYT, menyatakan bahwa hukuman tersebut sesuai aturan sekolah, yaitu siswa yang belum melunasi SPP dilarang mengikuti pelajaran. Karena MI menolak pulang, HRYT menyuruhnya duduk di lantai.
Sebelumnya, Kamelia telah meminta dispensasi agar MI bisa mengikuti ujian semester pada Desember 2024 meskipun belum melunasi SPP.
Permohonan ini dikabulkan, tetapi pengambilan rapor tetap dilarang. Saat libur semester, sekolah mengingatkan melalui grup WhatsApp bahwa siswa yang belum melunasi biaya sekolah tidak diperbolehkan mengikuti pelajaran.
Kamelia mengira pengumuman tersebut hanya candaan. Namun, pada 6 Januari 2024, saat hari pertama sekolah, MI langsung dihukum duduk di lantai.
Ia tidak langsung menceritakan hal ini kepada ibunya.
Ketika mengetahui situasi tersebut, Kamelia segera bertindak. Pada 8 Januari, ia menggadaikan ponselnya untuk membayar tunggakan sekolah anaknya.
Kamelia berencana memindahkan anaknya ke sekolah lain jika wali kelas HRYT tidak diberhentikan.
"Kalau dia masih di sana, anak saya pasti trauma, dan proses belajarnya akan terganggu," ungkapnya.
Perhatian publik terhadap kasus ini terus mengalir. Beberapa relawan bahkan menawarkan bantuan untuk melunasi tunggakan SPP MI.
Meski begitu, Kamelia berharap insiden ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak agar tidak ada lagi anak yang dipermalukan akibat kesulitan ekonomi.
“Anak saya hanya ingin belajar. Tolong jangan perlakukan anak-anak lain seperti ini,” tegasnya.
Di sisi lain, Kepala Sekolah Yayasan Abdi Sukma, Juli Sari, mengakui adanya miskomunikasi antara pihak sekolah dengan wali kelas HRYT.
Ia menegaskan bahwa tidak pernah ada kebijakan sekolah yang menginstruksikan siswa duduk di lantai karena tunggakan SPP.
"Wali kelas tersebut membuat aturan sendiri tanpa berkoordinasi dengan pihak sekolah. Kami telah meminta maaf kepada orang tua siswa," jelas Juli.
Pihak sekolah kini tengah mempertimbangkan sanksi terhadap wali kelas HRYT, yang saat ini telah diskors dari tugasnya.
Kamelia berencana memindahkan anaknya ke sekolah lain jika wali kelas HRYT tidak diberhentikan.
"Kalau dia masih di sana, anak saya pasti trauma, dan proses belajarnya akan terganggu," ungkapnya.
Perhatian publik terhadap kasus ini terus mengalir. Beberapa relawan bahkan menawarkan bantuan untuk melunasi tunggakan SPP MI.
Meski begitu, Kamelia berharap insiden ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak agar tidak ada lagi anak yang dipermalukan akibat kesulitan ekonomi.
“Anak saya hanya ingin belajar. Tolong jangan perlakukan anak-anak lain seperti ini,” tegasnya.
Di sisi lain, Kepala Sekolah Yayasan Abdi Sukma, Juli Sari, mengakui adanya miskomunikasi antara pihak sekolah dengan wali kelas HRYT.
Ia menegaskan bahwa tidak pernah ada kebijakan sekolah yang menginstruksikan siswa duduk di lantai karena tunggakan SPP.
"Wali kelas tersebut membuat aturan sendiri tanpa berkoordinasi dengan pihak sekolah. Kami telah meminta maaf kepada orang tua siswa," jelas Juli.
Pihak sekolah kini tengah mempertimbangkan sanksi terhadap wali kelas HRYT, yang saat ini telah diskors dari tugasnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]