WahanaNews.co | Pemerintah dan PT Pertamina (Persero) sepakat melakukan penurunan harga BBM jenis pertamax dari Rp13.900 menjadi Rp12.800 per liter mulai Selasa (3/1) pukul 14.00 WIB lalu.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan penurunan harga dilakukan setelah minyak dunia yang saat perang Rusia dan Ukraina sempat melesat ke atas US$100 per barel, kini turun jadi US$79 per barel.
Baca Juga:
Pertamina Patra Niaga Salurkan Bantuan ke 7 Posko Erupsi Gunung Lewotobi
"Sekarang harga minyak dunia turun ke US$79. Karena itu akhir tahun baru kemarin kita 3 menteri; Menkeu, Menteri ESDM, saya memproyeksikan harga BBM yang pasar dan bukan dibantu pemerintah, salah satunya Pertamax diputuskan harga turun," katanya di SPBU Pertamina MT Haryono, Jakarta Selatan, dilansir dari CNNIndonesia, Selasa (4/1).
Lalu bagaimana sebenarnya kronologi harga minyak dunia bisa naik selama setahun belakangan ini sehingga berdampak ke BBM di RI?
Harga acuan dua minyak minyak mentah acuan dunia, West Texas Intermediate (WTI) dan Brent, melonjak tajam usai invasi Rusia ke Ukraina. WTI tercatat sempat melonjak ke posisi US$121,97 per barel dan Brent US$126,26 per barel pada Maret 2022.
Baca Juga:
Pertamina Manfaatkan Potensi Alam untuk Serap Karbon Lewat Dua Inisiatif Terintegrasi
Padahal, harga minyak mentah WTI hanya sebesar US$76,08 per barel, sementara harga minyak mentah Brent hanya sebesar US$78,98 per barel pada Januari 2022.
Kenaikan harga minyak dunia membuat biaya subsidi energi dalam anggaran dan pendapatan belanja dan negara (APBN) membengkak dari Rp152 triliun menjadi Rp502,4 triliun. Pasalnya asumsi harga minyak dunia dalam APBN hanya US$63-US$70 per barel.
Meski melesat, saat itu pemerintah belum menaikkan harga BBM. Sebagai dampaknya, anggaran yang digelontorkan pemerintah untuk subsidi BBM meledak dari Rp198 triliun menjadi Rp502 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan anggaran subsidi BBM dan energi bisa membengkak lebih dari Rp700 triliun hingga akhir 2022 jika pemerintah tidak menaikkan harga dan membatasi konsumsi BBM subsidi.
"Kami perkirakan subsidi itu harus nambah lagi, bahkan bisa mencapai Rp198 triliun di atas Rp502 triliun. Nambah, kalau kita tidak menaikkan BBM, kalau tidak dilakukan apa apa, tidak ada pembatasan, tidak ada apa apa, maka Rp502 triliun nggak akan cukup," ujarnya ditemui usai Rapat dengan Badan Anggaran, Agustus 2022 lalu.
Atas dasar itu, pemerintah memutuskan menaikkan harga BBM subsidi mulai 3 September 2022. BBM jenis Pertalite naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp10 ribu per liter, Solar dibanderol Rp 6.800 per liter dari sebelumnya Rp 5.150 per liter, dan harga Pertamax menjadi 14.500 per liter dari sebelumnya Rp 12.500 per liter.
Namun, belakangan harga minyak dunia yang sempat melesat ke atas US$100 berangsur turun. Hal itu dipicu salah satunya oleh meningkatnya kekhawatiran pasar atas potensi melemahnya permintaan seiring lesunya pertumbuhan ekonomi sejumlah negara, termasuk China; importir minyak terbesar dunia.
Karena itulah, pemerintah dan Pertamina memutuskan untuk menurunkan harga BBM jenis pertamax.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan penurunan harga tidak dilakukan ke pertalite dan solar. Pasalnya, BBM besarnya subsidi yang ditanggung negara.
"Khusus Solar dan Pertalite harganya tetap. Kenapa? Karena ini yang disubsidi pemerintah dan besar sekali subsidinya," kata Nicke. [eta]