WahanaNews.co | Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, menyampaikan apresiasi terhadap langkah PT PLN (Persero) dalam melakukan program dedieselisasi.
Program dedieselisasi atau konversi tersebut dilakukan pada sekitar 5.200 pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang masih beroperasi di sejumlah wilayah, khususnya kawasan terpencil.
Baca Juga:
Keandalan Listrik Bali Kelas Dunia dan Jarang Alami Gangguan, ALPERKLINAS Sebut 'Blackout Listrik Bali' Bukan Human Error
Dalam upaya mengurangi emisi karbon dan meningkatkan bauran energi bersih, nantinya LTD akan dikonversi ke pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT), pembangkit gas, maupun integrasi dengan grid nasional.
Arifin menegaskan, program ini menjadi kunci peta jalan yang disusun oleh Kementerian ESDM yang bertujuan menekan emisi gas rumah kaca (GRK) guna mencapai target Net Zero Emission pada 2060 mendatang.
"Program dedieselisasi ini menjadi langkah kecil dari PLN, tetapi akan menjadi lompatan besar bagi pencapaian target pemerintah menuju NZE 2060," ujar Arifin dalam sambutan kegiatan International Seminar: Renewable Energy Technology as Driver for Indonesia's de-dieselization sebagai rangkaian pertemuan Energy Transition Working Group (ETWG) di Yogyakarta, Rabu (23/3).
Baca Juga:
ALPERKLINAS Sebut 'Power Wheeling' Momok Buat Konsumen Listrik di Indonesia
Arifin juga menyatakan dukungan terhadap 3 skema yang disiapkan PLN pada pelaksanaan program dedieselisasi, khususnya skema integrasi sistem yang sebelumnya ditopang oleh PLTD ke dalam sistem kelistrikan utama PLN.
"Saya punya mimpi, bagaimana Indonesia membangun transmisi untuk menghubungkan setiap pulau yang ada. Sehingga listrik dapat menjadi pemersatu bangsa, tentunya dengan sumber EBT," lanjut Arifin.
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara, Pahala N. Mansyuri turut menilai program dedieselisasi adalah penting untuk mewujudkan visi Indonesia menjadi kekuatan ekonomi terbesar kelima di dunia pada 2045. Untuk mencapai visi tersebut, Indonesia harus mampu meningkatkan suplai energi dengan tetap memenuhi target dekarbonisasi yang dicanangkan.
"Bagaimana kita harus tetap melanjutkan pertumbuhan secara berkelanjutan. Dedieselisasi akan menunjukkan bagaimana Indonesia mampu meningkatkan kapabiltas energi nasional secara berkelanjutan," tutur Pahala.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyatakan, di tengah kenaikan harga minyak dunia saat ini, transisi energi dari yang berbasis impor ke energi domestik menjadi sebuah keharusan. Pasalnya, selain menekan penggunaan BBM, program ini juga bisa menghemat devisa negara. Program dedieselisasi pun menjadi langkah pertama dari PLN dalam proses mengonversi sekitar 5.200 PLTD yang saat ini masih beroperasi.
"PLN terus berkomitmen untuk melakukan transisi energi bersih di Tanah Air sebagai upaya menciptakan masa depan yang lebih baik. Selain itu, ini juga menjadi dukungan terhadap komitmen Indonesia sebagai tuan rumah KTT G20 untuk mewujudkan net zero emission pada 2060," kata Darmawan.
Saat ini, PLN sedang membuka lelang pengerjaan mengganti PLTD menjadi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan baterai. PLN akan mengkonversi sampai dengan 250 megawatt (MW) PLTD di sejumlah lokasi di Indonesia.
Nantinya, PLTD ini akan diganti menggunakan PLTS baseload, yang artinya ada tambahan baterai agar pembangkit bisa nyala 24 jam. PLN mendorong para peserta bisa meningkatkan inovasi sehingga tercipta baterai yang efisien dan punya keandalan operasi.
"Jadi teknologi mana yang paling andal dan efisien yang paling bagus. Jadi itu yang menang. Ini membangun inovasi," ujar Darmawan.
Dengan konversi ke PLTS dan baterai, maka kapasitas terpasang di tahap pertama ini bisa mencapai sekitar 350 MW, sehingga bisa mendongkrak bauran energi terbarukan dan penambahan kapasitas terpasang pembangkit secara nasional. Untuk tahap dua, PLN akan mengkonversi PLTD sisanya sekitar 338 MW dengan pembangkit EBT lainnya, sesuai dengan sumber daya alam yang menjadi unggulan di daerah tersebut dan keekonomian yang terbaik.
Darmawan menambahkan, proyek ini ditargetkan rampung pada 2026 mendatang. Program tersebut diprediksi dapat menghemat 67 ribu kiloliter BBM, dengan pengurangan emisi hingga mencapai 0,3 juta metrik ton CO2, dan peningkatan 0,15 persen bauran energi.
Seiring dengan perkembangan teknologi, dia meyakini biaya produksi pembangkit EBT di Indonesia bakal semakin kompetitif dibandingkan dengan pembangkit fosil. Hal ini terlihat dari penurunan harga PLTS dan baterai. Pada tahun 2015 harga PLTS dipatok USD 25 sen per kilowatthour (kWh). Namun saat ini, harga PLTS mampu ditekan berkisar USD 5,8 sen per kWh, bahkan dengan tren saat ini dapat turun di bawah USD 4 sen per kWh.
Sedangkan untuk baterai hari ini harganya mencapai USD 13 sen per kWh yang dulunya sempat di angka USD 50 sen per kWh. Artinya, ada penurunan biaya hampir 80 persen.
"Perkembangan teknologi dan inovasi mampu menekan mengurangi harga dari pembangkit EBT. Ini menjawab dilema antara energi bersih tapi mahal atau energi kotor tapi murah. Ini bisa dijawab, bahwa dalam kurun waktu energi bersih dan murah bisa dicapai," kata Darmawan.
Tak hanya konversi PLTD ke PLTS dan baterai, PLN juga bekerja sama dengan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk untuk melakukan konversi 33 PLTD menjadi berbasis gas, khususnya di wilayah terpencil. Bersama PGN, PLN akan mengganti sejumlah PLTD menjadi pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU). Program gasifikasi ini disebut menyasar daerah terpencil.
Dalam Rencana Kerja dan Anggaran perusahaan (RKAP) PLN 2022, bauran energi dari pembangkit gas di akhir tahun direncanakan menjadi sebesar 18,76 persen dari 18,1 persen pada Februari 2022. Penambahan ini masuk dari program dedieselisasi PLTD yang saat ini masih mendominasi di wilayah Nusa Tenggara dengan porsi 65 persen, serta Maluku dan Papua dengan porsi 85,9 persen. [qnt]