WahanaNews.co | Per Oktober 2022, Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps).
Selama tiga bulan terakhir, total kenaikan mencapai 125 bps dan suku bunga BI menjadi 4,75%. Kebijakan BI ini ikut memengaruhi besaran bunga simpanan dan kredit perbankan.
Baca Juga:
Hasil Atas Temuan BPK, BP Tapera Telah Kembalikan Rp4,2 Triliun ke Pensiunan PNS
Sejumlah bank telah menyesuaikan bunga kredit pemilikan rumah (KPR) seiring dengan kenaikan suku bunga acuan BI. Dampaknya akan berimbas pada debitur yang telah mengambil KPR dengan suku bunga mengambang (floating rate).
Besaran bunga KPR dengan sistem floating rate akan selalu menyesuaikan perubahan suku bunga acuan. Karena itu saat suku bunga acuan terkerek, debitur harus bersiap menghadapi lonjakan angsuran pinjaman. Alhasil, banyak orang yang ragu memiliki rumah dengan skema KPR tersebut.
Sebagai upaya mendukung langkah pemerintah untuk meningkatkan akses pembiayaan hunian bagi masyarakat, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) bekerja sama dengan PT PLN (Persero) menyediakan pembiayaan rumah dengan prinsip syariah bagi para pegawai PLN.
Baca Juga:
Kolaborasi Bupati Karo dan DPRD dalam Rapat Paripurna, Wujudkan Pembangunan Perumahan
Kerja sama yang memudahkan pegawai PLN untuk memiliki rumah ini mulai dilaksanakan bertepatan dengan Hari Listrik Nasional ke-77 yang jatuh pada 27 Oktober 2022.
Direktur Retail BSI Ngatari mengatakan, BSI akan memberikan berbagai kemudahan bagi pegawai PLN yang ingin memiliki rumah lewat prinsip syariah. Menurut Ngatari, pembiayaan rumah menggunakan prinsip syariah memiliki banyak manfaat dan kemudahan apalagi di tengah tren meningkatnya suku bunga acuan.
“BSI terus berupaya meningkatkan tingkat kepemilikan rumah bagi masyarakat, khususnya pegawai PLN. Di tengah mulai naiknya suku bunga acuan, pembiayaan menggunakan akad syariah akan lebih menguntungkan,” ucap Ngatari.
Berbeda dengan KPR konvensional yang menawarkan cicilan dengan bunga, KPR syariah memiliki skema cicilan tanpa bunga atau flat. Besaran cicilan diatur dalam perjanjian atau akad di awal antara nasabah dengan bank syariah. Umumnya, bank syariah menyediakan dua jenis akad KPR, yaitu KPR iB Jual Beli (Murabahah) dan KPR iB Kepemilikan Bertahap (Musyarakah Mutanaqisah).
Pada akad Murabahah, bank syariah akan membeli hunian yang dibutuhkan nasabah lalu menjual hunian itu kembali pada nasabah. Margin keuntungan bagi bank dan jangka waktu angsurannya ditentukan bersama oleh bank dan nasabah. Jumlah cicilan per bulan diperoleh dari total harga jual kembali yang dibagi jangka waktu pinjaman.
Sedangkan dalam akad Musyarakah Mutanaqisah, pembiayaan menggunakan konsep kepemilikan bersama antara nasabah dan bank. Seiring dengan pembayaran angsuran bertahap dari nasabah, porsi kepemilikan nasabah akan meningkat. Di akhir masa pinjaman, hunian akan dimiliki sepenuhnya oleh nasabah.
Dengan KPR syariah, cicilan tiap bulan akan berjumlah tetap hingga masa pinjaman berakhir. Nasabah pun dapat lebih tenang mengelola keuangannya tanpa perlu mencemaskan fluktuasi suku bunga acuan.
BSI sendiri mencatatkan penyaluran pembiayaan kredit pemilikan rumah (KPR) melalui BSI Griya sebesar Rp44,82 triliun per September 2022. Jumlah KPR BSI tumbuh 13,44% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Sebagai bagian dari upaya memberikan layanan terbaik bagi nasabah, BSI juga telah bekerja sama dengan beragam developer lokal dan nasional sehingga harga properti yang ditawarkan juga semakin kompetitif.
BSI terus berupaya mendukung langkah pemerintah dalam mengatasi backlog perumahan nasional. Sebelumnya, BSI juga telah bersinergi dengan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pembiayaan syariah KPR Tapera Syariah.
“Ini adalah peluang bagi teman-teman di PLN yang ingin memiliki rumah tanpa perlu khawatir akan melonjaknya angsuran bulanan. Karena dalam akad syariah angsuran tidak tergantung suku bunga melainkan akad di awal, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir sebab pembayaran di BSI flat hingga akhir,” pungkas Ngatari. [tum]