WAHANANEWS.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerima 561 pengaduan konsumen terkait masalah di PT Investree Radhika Jaya (Investree), yang izin usahanya dicabut pada 21 Oktober 2024.
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Friderica Widyasari Dewi, menyebut bahwa pengaduan terkait Investree menyumbang sekitar 3 persen dari total pengaduan fintech yang diterima OJK hingga 28 Oktober 2024.
Baca Juga:
Investor Siap Masuk, Anindya Bakrie: Target Investasi Rp 1.900 Triliun di Depan Mata
“Total pengaduan terkait Investree sekitar 561, atau 3 persen dari keseluruhan aduan fintech,” ungkap Friderica, dikutip Minggu (3/11/2024).
Friderica, yang akrab disapa Kiki, menjelaskan bahwa keluhan konsumen mengenai Investree banyak menyangkut kegagalan atau keterlambatan transaksi, return, dan margin keuntungan. Aduan ini, lanjutnya, disampaikan oleh para lender atau peminjam. OJK telah memberikan peringatan tertulis kepada Investree mengenai hal tersebut.
“OJK telah mengambil tindakan dengan melakukan pemeriksaan khusus terhadap Investree. Saat ini kami sedang menyelidiki kasus tersebut, memanggil saksi-saksi, dan melakukan verifikasi data,” jelas Kiki.
Baca Juga:
WNA China Tersangka Kasus Judi Online Nyamar Jadi Investor di Indonesia
OJK mencabut izin usaha Investree melalui Keputusan Dewan Komisioner Nomor KEP-53/D.06/2024 pada 21 Oktober 2024. Kiki mengimbau Investree untuk tetap menyelesaikan kewajiban kepada lender dan borrower sesuai aturan yang berlaku.
“Kami mewajibkan Investree untuk menyelesaikan hak dan kewajiban kepada lender, borrower, serta pihak lain sesuai ketentuan hukum,” tegas Kiki.
Lebih lanjut, Kiki menyatakan bahwa Investree juga diwajibkan menyediakan informasi yang jelas kepada para lender, borrower, dan pihak terkait mengenai mekanisme penyelesaian kewajiban mereka, serta membuka pusat pengaduan untuk menangani keluhan masyarakat.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan OJK, Agusman, menjelaskan bahwa izin usaha Investree dicabut karena tidak memenuhi persyaratan ekuitas minimum.
Selain itu, Investree juga melanggar ketentuan lain dalam POJK Nomor 10/POJK.05/2022 mengenai Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).
"Kinerja Investree yang menurun juga memengaruhi operasional dan pelayanan kepada masyarakat," tambah Agusman.
Per September 2024, terdapat 6 perusahaan pembiayaan dari 147 yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum sebesar Rp 100 miliar.
Sementara pada Oktober 2024, tercatat 14 dari 97 penyelenggara P2P lending yang belum memenuhi ekuitas minimum Rp 7,5 miliar. Dari jumlah tersebut, 5 di antaranya sedang dalam proses peningkatan modal.
“OJK terus mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar kewajiban ekuitas minimum dapat dipenuhi, termasuk melalui injeksi modal dari pemegang saham atau investor strategis,” pungkas Agusman.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]