Negara yang pernah indonesia selidiki dan kenakan BMAD maupun BMTP antara lain India, Republik Korea,
Tiongkok, Jepang, Amerika Serikat, Uni Eropa, Rusia, Kazhakstan, Australia, Malaysia, Vietnam, Thailand, Hongkong, Turki, Pakistan, Persatuan Emirat Arab, Singapura, Taiwan, Bangladesh, dan Mesir.
Tindakan antidumping bertujuan untuk mengatasi produk impor curang atau unfair trade, sehingga produk
dalam negeri dapat bersaing secara sehat dengan produk impor.
Baca Juga:
Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula, Kejagung Periksa Eks Stafsus Mendag
Antidumping dikenakan kepada perusahaan eksportir/produsen yang berpraktik dumping atau menjual produk ke Indonesia dengan harga lebih rendah dibanding harga jual di negara asal. Jika kerugian atau ancaman kerugian diakibatkan praktik dumping, maka dikenakan tindakan antidumping yaitu BMAD.
Indonesia termasuk negara yang aktif menggunakan kebijakan antidumping. Berdasarkan data Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), sejak 1996 Indonesia tercatat telah melakukan 154 kali penyelidikan antidumping
yang dihitung berdasarkan penyelidikan per produk per negara.
Jumlah tersebut menempatkan Indonesia pada posisi ke-13 di dunia dan posisi ke-1 di ASEAN sebagai negara yang paling banyak melakukan penyelidikan antidumping.
Baca Juga:
Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Kemendag: Pada 2025, Ekspor Perlu Tumbuh 7-10 Persen
Untuk dapat mengenakan BMAD, penyelidikan harus dilakukan terlebih dahulu oleh Komite Anti Dumping
Indonesia (KADI). Waktu yang dibutuhkan untuk penyelidikan antidumping maksimal 12 bulan dan dapat diperpanjang untuk enam bulan.
Saat ini, KADI sedang menyelidiki impor, antara lain, produk benang filamen sintetik, ubin keramik, film nilon, hot rolled coil, hot rolled plate, dan polietilen tereptalat (PET). Sementara itu, produk yang sedang dikenakan BMAD adalah polyester staple fiber dan spin drawn yarn.
[Redaktur: Tumpal Alpredo Gultom]