WahanaNews.co | Kementerian Pertanian (Kementan) merancang strategi baru untuk menghadapi krisis pangan global. Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan, strategi baru memang perlu disusun karena pembangunan pertanian saat ini tengah dihadapkan pada berbagai masalah.
“Dunia sedang dihadapkan pada pandemi Covid-19 yang belum kunjung usai, perubahan iklim, serta kondisi geopolitik akibat perang antara Rusia dan Ukraina,” ujar SYL dalam siaran pers, dikutip Selasa (6/9/2022).
Baca Juga:
Ribuan Warga Hadir, Saat Jokowi Blusukan di Banyumas Dampingi Luthfi
SYL menambahkan, setidaknya, terdapat tiga strategi utama yang akan dijalankan oleh Kementan. Pertama, peningkatan kapasitas produksi untuk komoditas yang mengendalikan inflasi, seperti cabai dan bawang. Peningkatan kapasitas produksi ini juga dilakukan untuk menekan angka impor.
“Untuk menekan impor, kami akan tingkatkan kapasitas produksi kedelai, gula tebu, dan daging sapi,” jelas SYL. Kedua, Kementan akan mengembangkan komoditas-komoditas yang dijadikan sebagai substitusi impor.
Adapun untuk pengganti gandum, Kementan akan mendorong budi daya ubi kayu, sorgum, dan sagu. Sementara, untuk pengganti gula tebu, Kementan akan fokus mengembangkan gula nontebu, seperti stevia, aren, dan lontar.
Baca Juga:
Pertemuan Hangat Presiden Prabowo dan Presiden ke-7 RI di Kota Surakarta
“Buat pengganti daging sapi, kami akan kembangkan daging kambing, domba, itik, dan ayam lokal,” sebutnya.
Ketiga, peningkatan ekspor. Komoditas-komoditas yang akan diprioritaskan pada strategi ini adalah sarang burung walet, porang, ayam, dan telur. SYL mengakui, tantangan yang dihadapi saat ini memang luar biasa sehingga diperlukan kerja sama semua pihak.
“Tantangan pertanian ke depan tidak ringan. Pada 2023, menurut International Monetary Fund (IMF) dan Presiden Joko Widodo (Jokowi), (tantangan) yang akan dihadapi dunia nanti adalah bukan sesuatu yang biasa-biasa saja,” imbuh SYL.