WahanaNews.co, Jakarta - Program konversi motor bensin menjadi motor listrik masih kurang diminati, sesuai pengakuan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Data realisasi hingga September 2023 mencatat hanya ada 191 motor listrik hasil konversi.
Baca Juga:
Pacu Kreativitas Mahasiswa Indonesia, PLN Gelar Kompetisi Membangun Gokart Listrik
Target untuk tahun 2023 adalah mencapai 50 ribu unit motor konversi dari bensin ke listrik.
Namun, baik penjualan motor konversi maupun penjualan motor listrik subsidi masih jauh dari target yang ditetapkan, dengan hanya tercapai sebanyak 66.000 unit dari target 200 ribu unit pada tahun yang sama.
"Hingga September 2023 berdasarkan jumlah SRUT (Sertifikat Registrasi Uji Tipe) yang terbit, terdapat 66.000 sepeda (motor) listrik dan 191 motor konversi listrik dari 29 bengkel tersertifikasi. Data tersebut tentunya masih jauh dari target pemerintah," kata Budi, dalam sambutannya melalui video tapping, di acara Inabuyer EV EXPO 2023, di SMESCO, Jakarta Selatan, Rabu (29/11/2023).
Baca Juga:
Pacu Kreativitas Mahasiswa Indonesia, PLN Gelar Kompetisi Membangun Gokart Listrik
Meskipun pemerintah memberikan insentif sebesar Rp 7 juta per unit untuk pembelian motor listrik baru dan konversi, program tersebut belum mendapatkan banyak perhatian.
Untuk mencapai target yang ditetapkan, pemerintah berencana merevisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) tentang program konversi motor listrik dengan meningkatkan subsidi dari Rp 7 juta per unit menjadi Rp 10 juta per unit.
Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong perubahan kendaraan berbahan bakar bensin menjadi kendaraan listrik, menciptakan dampak positif bagi lingkungan.
Sekretaris Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KemenKop UKM), Koko Haryono, mengungkapkan optimisme bahwa kebijakan baru ini akan merangsang penggunaan kendaraan listrik, terutama oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
"Saya rasa optimis karena pemerintah selalu mendorong dengan regulasi-regulasi yang ada dengan adanya subsidi sampai Rp 7 juta, dan ESDM sudah mendorong penambahan Rp 3 juta hingga menjadi Rp 10 juta (untuk motor konversi)," kata Koko, ditemui di acara tersebut.
Dengan demikian, menurutnya biaya konversi motor listrik yang mencapai Rp 15 juta misalnya, setelah kebijakan baru itu diterbitkan jadi hanya Rp 5 juta. "Dan ini juga menjadi daya tarik sendiri bagi UMKM," imbuhnya.
Koko mengatakan, harga menjadi salah satu kendala yang membuat penyerapan kendaraan listrik oleh para pelaku UMKM masih terbilang minim.
Dalam hal ini, menurutnya perlu ada sosialisasi agar konsumen tahu merek-merek mana yang mendapat subsidi sehingga harganya terjangkau. Selain itu, perlu dijelaskan pula tentang jaminan kemudahan layanan.
Melansir detikcom, Ketua Asosiasi Sepeda Motor Listrik Indonesia (AISMOLI), Budi Setyadi mengatakan, pihaknya menyambut baik rencana pemerintah dalam menaikkan besaran bantuan untuk konversi motor listrik ini.
"ESDM sedang melakukan revisi peraturan menteri ESDM menyangkut bantuan pemerintah untuk konversi motor listrik yang awalnya Rp 7 juta jadi Rp 10 juta. Kami asosiasi mengharapkan sekali apa yang sekarang dilakukan ESDM," kata Budi, dalam momentum yang sama.
Budi menilai, revisi kebijakan tersebut dapat turut mendorong geliat industri kendaraan listrik di Tanah Air. Ia berharap, aturan baru ini dapat terbit secepatnya.
"Dari asosiasi berharap secepatnya sebelum bulan Desember atau minimal ya awal Desember sudah ada," ujarnya.
Sebagai tambahan informasi, bantuan konversi motor listrik saat ini masih diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 tahun 2023 tentang Pedoman Umum Bantuan Pemerintah dalam Program Konversi Sepeda Motor dengan Penggerak Motor Bahan Bakar Menjadi Sepeda Motor Listrik Berbasis Baterai.
Sebelumnya, Tenaga Ahli Menteri ESDM Bidang Ketenagalistrikan, Sripeni Inten Cahyani mengatakan, penyesuaian besaran subsidi ini akan diterapkan seiring dengan rampungnya revisi Peraturan Menteri ESDM (Permen ESDM) yang hingga saat ini masih terus digodok.
"Sekarang masih Rp 7 juta ya. Pokoknya selama belum ada Permen, kita belum bisa eksekusi. Tapi kalau nanti sudah ada, arahnya ke sana (naik jadi Rp 10 juta). Doakan saja," kata Sripeni, ditemui di SMESCO, Jakarta Selatan, Selasa (28/11) lalu.
Meski aturannya masih digodok, pihaknya menargetkan kalau aturannya bisa rampung dan diimplementasikan pada tahun 2023 ini.
Menurutnya, masih ada waktu 1 bulan untuk menyelesaikan hal ini. "Mudah-mudahan tahun ini dong (rampung dan diterapkan)," ujarnya
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]