WahanaNews.co, Jakarta - Indonesia masih tetap menjadi destinasi utama bagi investor global yang ingin memperluas usaha di sektor industri.
Peningkatan realisasi investasi ini juga terjadi karena adanya berbagai kebijakan strategis dari pemerintah yang mendukung dunia bisnis, seperti memberikan kemudahan izin dan fasilitas insentif.
Baca Juga:
PMI Manufaktur Indonesia Melanjutkan Tren Ekspansif dan Inflasi Terkendali di Tengah Pelemahan Ekonomi Global
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, menyatakan bahwa selama periode tahun 2014-2023, realisasi investasi di sektor industri pengolahan nonmigas mengalami fluktuasi namun dengan kecenderungan peningkatan.
Hal ini menunjukkan bahwa para investor masih melihat Indonesia sebagai lokasi yang sangat menarik dan menguntungkan untuk menjalankan bisnis mereka.
Agus juga mencatat bahwa dalam satu dekade terakhir, terjadi lonjakan nilai investasi yang signifikan pada sektor industri pengolahan nonmigas, dari Rp186,79 triliun pada tahun 2014 menjadi Rp565,25 triliun pada tahun 2023.
Baca Juga:
Kemenkeu: Kinerja Manufaktur Indonesia Terjaga Kuat
“Secara kumulatif, realisasi investasi di sektor industri pengolahan nonmigas selama 10 tahun (periode 2014-2023) sebesar Rp3.031,85 triliun,” ujarnya.
Menperin menambahkan, di tengah kondisi pandemi COVID-19 silam, para investor masih memiliki kepercayaan yang tinggi untuk berinvestasi di tanah air.
Tercatat, pada tahun 2019 hingga 2023, nilai investasi di sektor industri manufaktur juga mengalami peningkatan yang signifikan.
“Investasi di sektor industri pada tahun 2019 sebesar Rp213,44 triliun, naik menjadi Rp259,28 triliun di tahun 2020, naik lagi sebesar Rp307,58 triliun di tahun 2022, dan melonjak hingga Rp457,60 pada triliun tahun 2022,” kata Menperin.
Dari sisi pertumbuhan, kata Agus, yang mengalami kenaikan secara meroket adalah dari tahun 2021 ke 2023 yang mencapai 48,77 persen, disusul tahun 2015 hingga 2016 yang tumbuh hingga 39,18 persen dan tahun 2014 hingga 2015 sebesar 24,22 persen.
Menurut Menperin, peningkatan investasi di sektor industri manufaktur memiliki kolerasi dengan kebijakan pemerintah dalam memacu hilirisasi sumber daya alam, khususnya sektor pertambangan.
“Artinya, pemerintah sangat konsisten sekali bahwa realisasi investasi tidak hanya didorong oleh sektor jasa, tetapi juga karena prospek membangun industri hilirnya sehingga dapat memperdalam struktur manufaktur kita agar bisa lebih berdaya saing,” ujarnya.
Menperin pun menekankan, pemerintah bertekad untuk terus mendorong hilirisasi industri yang akan berkontribusi signifikan terhadap pemasukan negara melalui pajak ekspor, royalti, pendapatan negara bukan pajak (PNBP), dan dividen.
“Seperti yang Bapak Presiden Jokowi sering kali sampaikan, hilirisasi industri menjadi prioritas nomor satu. Sebagai gambaran, saat masih diekspor dalam bentuk bahan mentah, kontribusi komoditas nikel nilainya sekitar Rp15 triliun dalam setahun. Setelah masuk ke industrialisasi, nilainya melompat tajam menjadi 20,9 miliar Dolar AS atau setara Rp360 triliun,” ujarnya.
Agus menambahkan, peningkatan realisasi investasi di sektor industri memberikan dampak yang luas bagi perekonomian nasional, termasuk dalam penambahan jumlah tenaga kerja.
Pada periode tahun 2014-2023, capaian jumlah tenaga kerja di sektor industri pengolahan nonmigas cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2014, jumlah tenaga kerja di sektor industri manufaktur sebanyak 15,62 juta orang, dan naik menjadi 19,29 juta orang pada Agustus 2023.
“Kecuali pada tahun 2020, karena terjadi pandemi COVID-19, jumlah tenaga kerja terdampak mengalami penurunan. Namun, setelah pandemi berakhir, kinerja industri kembali berhasil bangkit dan terus tumbuh setiap tahunnya, sehingga jumlah penyerapan tenaga kerja juga ikut naik,” pungkasnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]