WahanaNews.co | Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan marah ke Bank Dunia karena menurunkan indeks kinerja logistik (LPI) Indonesia hingga 17 peringkat di 2023.
Berdasarkan laporan Bank Dunia, LPI Indonesia pada tahun ini turun menjadi peringkat 63 dengan skor 3, dari sebelumnya ada di rangking 46 dengan skor 3,15.
Baca Juga:
Setara Negara Maju, Pendapatan Per Kapita Jakarta Pusat US$50.000
Tak terima dengan hasil laporan tersebut, Luhut berencana untuk bertanya langsung kepada pihak Bank Dunia soal penyebab peringkat logistik Indonesia turun drastis. Sebab, ia menilai laporan LPI tersebut bertentangan dengan upaya perbaikan yang sudah dilakukan pemerintah selama ini.
"Kita tidak boleh menutup diri kalau harus ada perbaikan, nggak perlu kecil hati, tapi harus transparan. Karena itu saya akan panggil nanti World Bank, saya mau tanya 'Heh (Bank Dunia), di mana (kekurangan Indonesia), tell me!'. Supaya kita tahu, diperbaiki. Jangan tiba-tiba kita turun 17 peringkat dari 46 jadi 63," katanya di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Selasa (18/07/23).
Selain kecewa dengan Bank Dunia, Luhut juga menyatakan kegeramannya atas penilaian banyak orang, termasuk pengamat atas kondisi logistik di RI. Pasalnya, mereka sering membandingkan kualitas pelabuhan Indonesia dengan Singapura dan Malaysia. Menurutnya, perbandingan tersebut jelas tidak apple to apple alias sebanding.
Baca Juga:
Kebut Elektrifikasi dan EBT, PLN Kantongi Pendanaan US$ 581,5 Juta dari Bank Dunia
"Di antara negara-negara Asean (Asia Tenggara), peringkat LPI seperti ini tertinggi Singapura. Singapura tertinggi jumlah penduduk enam juta, pelabuhannya cuma satu, relatif pasti oke lah. Saya tidak setuju kalau orang bandingkan, tidak apple to apple juga apa yang terjadi," tegas Luhut.
Luhut mengklaim sejatinya sejak 2019 lalu pemerintah sudah berhasil menekan biaya logistik di pelabuhan Indonesia. Perbaikan itu tercermin dari total biaya yang dikeluarkan masyarakat di pelabuhan yang turun dari 23,9 persen menjadi sekitar 16 persen saja.
Menurutnya, penurunan biaya hampir 8 persen itu merupakan angka yang cukup baik untuk Indonesia. Ia mengatakan Indonesia bisa menghemat hingga triliunan rupiah dengan adanya transformasi ini.