WAHANANEWS.CO, Jakarta - PT Freeport Indonesia (PTFI) kini bersiap menjadi salah satu perusahaan tambang tembaga terintegrasi terbesar di dunia, baik dari sisi hulu maupun hilir.
Langkah ini ditandai dengan rampungnya pembangunan fasilitas smelter tembaga di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur.
Baca Juga:
Prabowo Pimpin Ratas Percepatan Hilirisasi: Fokus Ciptakan Lapangan Kerja dan Pemerataan Ekonomi
Dibangun sejak Oktober 2021, proyek ini resmi memproduksi katoda tembaga perdana pada Senin, 23 September 2024, yang diresmikan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Smelter ini memiliki kapasitas pengolahan konsentrat tembaga hingga 1,7 juta ton per tahun, menghasilkan 600.000–700.000 ton katoda tembaga per tahun.
Bersama smelter pertama yang dikelola PT Smelting Gresik, total kapasitas pengolahan kedua smelter PTFI mencapai 3 juta ton konsentrat per tahun, dengan hasil produksi 1 juta ton katoda tembaga, 50 ton emas, dan 200 ton perak.
Baca Juga:
Prabowo Pimpin Ratas Bahas Hilirisasi, Telaah Proyek Ciptakan Lapangan Kerja
Dalam peresmian, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa proyek ini telah dipantau sejak persiapan lahan pada 2018 hingga groundbreaking di Oktober 2021.
Kini, smelter terbesar dengan desain jalur tunggal (single line) ini berdiri megah di atas lahan seluas 104 hektare.
Jokowi juga memperkirakan penerimaan negara dari PTFI bisa mencapai Rp 80 triliun per tahun, mencakup dividen, royalti, Pajak Penghasilan (PPh), pajak daerah, hingga bea ekspor.
Jokowi menegaskan bahwa pembangunan smelter ini merupakan langkah strategis untuk mengolah sumber daya alam di dalam negeri.
Dengan ini, Indonesia dapat menghentikan ekspor bahan mentah, menciptakan lapangan kerja, dan membangun fondasi ekonomi baru yang berbasis produksi.
Presiden Direktur PTFI, Tony Wenas, mengungkapkan bahwa 100 ribu ton katoda tembaga per tahun telah dipesan oleh PT Hailiang Group, perusahaan tetangga di KEK JIIPE.
Meski begitu, ia berharap pasar domestik juga dapat menyerap hasil produksi ini karena biaya pengangkutan lebih murah.
Untuk produksi emas, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) telah menandatangani kontrak pembelian 30 ton emas dari fasilitas pengolahan Precious Metal Refinery (PMR) milik PTFI.
Proyek smelter ini, yang membutuhkan investasi hingga Rp 58 triliun atau sekitar US$ 3,67 miliar, dijadwalkan beroperasi penuh pada pertengahan 2025, mundur dari rencana awal akibat insiden kebakaran pada Oktober 2024.
Proyek ini merupakan wujud komitmen PTFI terhadap Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang diterbitkan pada 2018 dan sejalan dengan inisiatif hilirisasi pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah produk dalam negeri.
Sejak 1992, PTFI telah memberikan kontribusi besar pada ekonomi Indonesia, termasuk investasi sebesar US$ 18 miliar dan kontribusi terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional sebesar lebih dari US$ 71 miliar.
PTFI juga menyumbangkan US$ 29,3 miliar dalam bentuk pajak, royalti, dan dividen, serta menciptakan lebih dari 208.000 lapangan kerja, baik di Papua maupun wilayah lain.
Dengan keberadaan smelter di Gresik, PTFI tidak hanya memperkuat hilirisasi industri tambang di Indonesia, tetapi juga memberikan dampak signifikan bagi perekonomian lokal dan nasional.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]