WahanaNews.co, Jakarta - Dalam acara diskusi panel ASEAN Fest 2023 di sela-sela rangkaian acara pertemuan ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governos Meeting (AFMGM), Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengumbar "kemesraannya" dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam mengelola stabilitas ekonomi Indonesia.
Terbukti, ekonomi RI tetap tangguh pasca Pandemi Covid-19 dan tekanan ekonomi global akibat kebijakan suku bunga tinggi.
Baca Juga:
Apindo Ungkap Penyebab Tutupnya Banyak Pabrik dan PHK di Jawa Barat
Acara itu turut dihadiri Gubernur Bank of Thailand Sethaput Suthiwartnarueput dan Deputi Gubernur Bangko Sentral ng Pilipinas Francisco G. Dakila Jr.
"Menteri keuangan, saya, selalu kontak-kontakan setiap hari, setiap minggu. Kami sangat dekat tidak hanya dalam jabatan, tapi sebagai saudara, brother and sister, fiskal dan moneter," kata Perry di JCC, Selasa (22/8/2023).
Kemesraan ini menurutnya menjadi bukti efektif kebijakan moneter dan fiskal selalu satu padu dalam menjaga stabilitas perekonomian, atau yang kerap disebut sebagai policy mix. Membuat arah kebijakan moneter dan fiskal di luar pakem, dalam mengendalikan inflasi, suku bunga, dan pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga:
Sejarah UMKM Nasional, Roda Penggerak Perekonomian Indonesia
"Tentu Amerika Serikat kesulitan menghadapi inflasi dengan satu kebijakan suku bunga, memakan waktu sangat lama, dan sekarang resesi. Eropa inflasi sangat tinggi, FFR katanya akan berakhir, tapi akan ada kenaikan satu atau dua kali lagi. Kenapa? Karena hanya menggunakan satu instrumen untuk menyelesaikan masalah. Tidak bisa," tegasnya.
"Kita melihat, membuat trinity yang tidak mungkin menjadi mungkin di emerging markets. Kita tentu perlu menghadapi dampak spillover global, kita tentu juga perlu menjaga stabilitas keuangan, tapi kita juga harus mendukung pertumbuhan ekonomi," ucap Perry.
Namun, Perry mengakui, pola kebijakan di luar pakem-pakem buku atau teori ini seringkali mendapat kritikan dari institusi global, salah satunya IMF. Namun, ia menegaskan, tak peduli dengan kritikan IMF asalkan perekonomian Indonesia stabil di tengah gejolak dan pelemahan ekonomi global.
"Kita tidak peduli dengan pernyataan IMF. apa yang kita lakukan, kami tau anda lebih pintar, tapi kami lebih berpengalaman. kamu mungkin berpikir lebih pintar, tapi kami lebih berpengalaman, tapi kita juga menggunakan kebijakan moneter makroprudensial dan fiskal," ucap Perry.
Dengan arah kebijakan tersebut, Perry meyakini, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mampu dijaga di level 4,5-5,3% pada tahun ini atau dengan titik tengah 5,1%. Sementara itu, inflasi terjaga di kisaran target 3% plus minus 1%, sambil mendorong tingkat pembiayaan mampu tumbuh di level 9-11%.
"Jadi inilah apanyang ada dalam buku saya, kita memiliki kebijakan moneter, impossible trinity, price stability and growth. Kami memiliki kerangka targer inflasi terbaik pada masa lalu, dan kami melengkapinya dengan stabilitas nilai tukar rupiah," papar Perry.
[Redaktur: Alpredo Gultom]