WahanaNews.co, Jabar - Sebagai salah satu negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia, Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.
Ekosistem ekonomi dan keuangan syariah Indonesia saat ini menjadi telah berkembang terutama dalam bidang investasi keuangan syariah, makanan dan minuman halal, modest fashion, farmasi, kosmetik, hingga wisata ramah muslim.
Baca Juga:
RI Siap Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi Berkelanjutan dari Amerika Serikat
Selain itu, potensi tersebut juga didukung dengan adanya 39,6 ribu pesantren dan lebih dari 4,8 juta santri yang tersebar di penjuru Nusantara, dimana pondok pesantren memiliki peran yang sangat strategis. Sebanyak 12.469 pesantren atau hampir 40% dari total pesantren memiliki potensi secara ekonomi baik di bidang pertanian, peternakan, perikanan, serta usaha mikro kecil.
“Tentu adik-adik santri sebagai generasi muda mempunyai kesempatan di era digitalisasi ini. Jadi kita lihat potensi yang besar generasi muda ada 65 juta orang dan ini adalah potensi bonus demografi. Pesantren bukan hanya pendidikan dan pengajaran keagamaan tetapi juga tanggung jawab besar untuk pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat,” tutur Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto selaku Ketua Harian Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) dalam acara Sosialisasi Keuangan Inklusif bagi Santri dan Masyarakat Sekitar Pesantren dalam Rangkaian Milad Majelis Dakwah Islamiyah (MDI) yang ke-46 di Pondok Pesantren Mama Bakry, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (1/6).
Keuangan inklusif merupakan komponen penting dalam proses inklusi sosial dan ekonomi, untuk itu Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2020.
Baca Juga:
Bangun Ekosistem Industri Semikonduktor di Indonesia, Menko Airlangga Dorong Kerja Sama dengan Arizona State University
Melalui payung hukum ini, dapat dilakukan akselerasi perluasan akses keuangan kepada masyarakat dengan memperkuat koordinasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Industri Jasa Keuangan, Organisasi Masyarakat, serta lembaga pendidikan seperti ponpes pada berbagai segmen sasaran, salah satunya adalah santri dan pemuda.
Sinergi dan kolaborasi antara DNKI bersama Kementerian dan Lembaga serta Majelis Dakwah Indonesia juga diperlukan untuk melaksanakan kegiatan literasi dan edukasi keuangan syariah di pondok pesantren dengan beberapa program seperti, layanan keuangan digital pesantren menggunakan biometrik wajah bagi santri/santriwati, implementasi QRIS bagi pesantren, program pesantren go digital dan keagenan laku pandai perbankan dan non bank untuk pondok pesantren.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Ferry Irawan yang turut hadir dalam kesempatan tersebut mengatakan bahwa Pemerintah juga sedang mendorong peningkatan kepemilikan rekening maupun penggunaan produk keuangan formal, seperti melalui program Satu Rekening Satu Pelajar (KEJAR) untuk dukung peningkatan inklusi keuangan.
Untuk membantu permodalan kemandirian pesantren, telah terdapat penyaluran pembiayaan antara lain berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR), pembentukan Bank Wakaf Mikro (BWM), penyaluran pembiayaan Ultramikro (UMi), penerbitan sertifikasi halal self declare serta penyaluran pembiayaan dari LPDB KUMKM kepada mitra syariah atau Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren).
“Dan ini tentunya berdasarkan data posisinya target inklusi keuangan adalah cukup besar yaitu hampir 90%. Nah tentu saya berharap bahwa target inklusi keuangan 90% bisa dicapai apalagi dengan kerja sama dengan pesantren,” pungkas Menko Airlangga. Demikian dilansir dari laman ekongoid, Selasa (4/6).
[Redaktur: Alpredo Gultom]