WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pendanaan publik internasional untuk proyek bahan bakar fosil anjlok tajam hingga 78 persen pada 2024, namun paradoksnya sejumlah negara besar masih menyalurkan dana segar untuk proyek baru.
Riset Oil Change International dan Friends of the Earth mencatat bahwa meski tren penurunan cukup signifikan di antara koalisi 35 negara, Jerman dan Amerika Serikat tetap memberikan lampu hijau terhadap proyek energi fosil baru.
Baca Juga:
Dukung Net Zero Emission, ALPERKLINAS Tekankan Pentingnya Kerja Sama PLN dan SKK Migas
Kesepakatan penghentian pendanaan bahan bakar fosil sebenarnya telah diambil sejak 2021 dalam perundingan iklim PBB, di mana negara-negara berkomitmen untuk mengakhiri praktik tersebut paling lambat akhir 2022 dan mengalihkan dukungan ke energi bersih.
Perjanjian itu dikenal sebagai Clean Energy Transition Partnership, yang mencakup pembiayaan ekspor, pembangunan, serta bantuan pembangunan resmi.
Namun laporan terbaru yang dirilis Selasa (30/9/2025) memperingatkan masa depan perjanjian ini terancam akibat perang dagang, meningkatnya ketegangan geopolitik, serta keputusan Amerika Serikat keluar dari koalisi dan kembali memprioritaskan produksi minyak, gas, dan batu bara.
Baca Juga:
Polresta Jambi Dukung Swasembada Pangan, Kapolresta Pimpin Panen Raya Jagung Serentak Kuartal III
“Kerja sama multilateral di bidang iklim dan energi kini lebih rapuh dari sebelumnya,” tulis laporan tersebut.
“Selain itu, meski ada penurunan besar dalam pendanaan proyek fosil internasional, hal tersebut tidak diikuti dengan peningkatan yang sebanding untuk teknologi energi bersih.”
Menurut Reuters, pendanaan proyek energi fosil pada 2024 tercatat turun sekitar 11,3 miliar hingga 16,3 miliar dolar AS dibandingkan periode 2019–2021, sebelum kesepakatan dibuat.
Meski begitu, laporan itu juga mengungkapkan bahwa Jerman, Swiss, dan Amerika Serikat tetap menyetujui pendanaan baru senilai 10,9 miliar dolar AS untuk proyek bahan bakar fosil sepanjang 2023–2024.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]