WAHANANEWS.CO, Kuala Lumpur - Harus ada tanggung jawab bersama antara bank, perusahaan telekomunikasi (telco), dan konsumen ketika terjadi penipuan keuangan. Selebihnya, otoritas terkait wajib menyelidiki untuk menentukan pihak mana yang paling bertanggung jawab, demikian disampaikan Federasi Asosiasi Konsumen Malaysia (FOMCA).
Wakil presiden sekaligus penasihat hukum FOMCA, Datuk Indrani Thuraisingham, mengatakan bahwa ketiga pihak tersebut harus menjalankan perannya dengan efektif untuk mencegah terjadinya penipuan.
Baca Juga:
Kapolri Dapat Gelar Panglima Gagah Pasukan Polis dari Kerajaan Malaysia
"Era penggunaan 'pendekatan halus' terhadap bank komersial dalam kasus penipuan sudah berakhir.
"Saat uang keluar dari rekening, bank seharusnya mengirimkan peringatan. Soalnya, mereka sudah membebankan biaya untuk setiap transaksi atau layanan kecil. Sebaliknya, kami sering mendengar dari korban penipuan yang mengeluh bahwa bank tidak bertindak cukup cepat saat mereka melaporkan telah menjadi korban penipuan," bebernya, mengutip media Malaysia, thestar.com, Rabu (4/12/2024).
Menurutnya, sekarang ini Bank Negara Malaysia sudah memiliki banyak pedoman untuk bank komersial terkait masalah penipuan.
Baca Juga:
Pelaku Penyandera Bocah di Pospol Pejaten Mau Uang Tebusan dan Seorang Resedivis TPPO
"Yang kita butuhkan adalah regulasi, karena pedoman bersifat sukarela. Ketika penipuan terjadi, bank harus menjadi pihak pertama yang bertindak, diikuti oleh perusahaan telekomunikasi, dan baru kemudian konsumen," jelasnya.
Indrani juga mendesak pemerintah untuk mencontoh Singapura, di mana terdapat hukum dan regulasi ketat untuk bank dan perusahaan telekomunikasi dalam upaya menghentikan penipuan keuangan.
"Di Singapura, ada kerangka kerja tanggung jawab bersama. Bank dan perusahaan telekomunikasi kita juga harus dimintai tanggung jawab," tambahnya.
Ia mempertanyakan bagaimana para penipu bisa mendapatkan nomor kontak serta informasi pemilik rekening, yang menurutnya menunjukkan sikap lalai dari bank dan perusahaan telekomunikasi dalam menjaga keamanan data.
Indrani menyatakan bahwa seperti yang diusulkan di Singapura, hukum di Malaysia juga seharusnya memungkinkan polisi untuk campur tangan dalam akun korban penipuan, tetapi hanya dengan persetujuan korban.
"Hal ini diperlukan dalam kasus penipuan berkelanjutan, seperti penipuan asmara. Polisi harus memiliki bukti yang jelas sebelum campur tangan.
"Kita kini melihat korban yang menjadi 'korban ulang' karena mereka mengklaim bahwa penelepon atau iklan tersebut terlihat sangat meyakinkan.
"Jika Bank Negara terus menggunakan pendekatan lembut, investor juga bisa takut, seperti yang kita lihat pada kasus perusahaan yang ikut terkena penipuan. Harus ada lebih banyak regulasi terhadap bank komersial untuk memastikan bahwa mereka tidak melakukan kelalaian sekecil apa pun," tutup Indrani.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]