WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap temuan mengejutkan terkait data penerima bantuan sosial (bansos) yang diduga tidak tepat sasaran.
Temuan ini menyoroti pentingnya verifikasi ketat agar dana bantuan benar-benar sampai kepada masyarakat yang membutuhkan.
Baca Juga:
Akhir Bulan Ini, Prabowo Bakal Tebar Bansos Beras
Kamis (7/8/2025), Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyampaikan bahwa pihaknya menemukan berbagai anomali dari Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) yang dikirim Kementerian Sosial (Kemensos) untuk dianalisis.
Dari total 10 juta penerima bansos, terdapat sekitar 60 orang yang memiliki saldo rekening di atas Rp50 juta namun masih menerima bantuan, sementara 1,7 juta penerima lainnya tidak teridentifikasi.
Ivan memaparkan ada juga penerima bansos dengan profesi tergolong mapan seperti pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dokter, dan manajer perusahaan.
Baca Juga:
Bansos Digital Diluncurkan, Warga Bisa Daftar Mandiri Lewat Portal Sosial Nasional
Berdasarkan data perbankan, setidaknya 27.932 penerima berstatus pegawai BUMN, lebih dari 7.000 orang berprofesi sebagai dokter, dan lebih dari 6.000 orang bekerja di posisi manajerial.
Yang tak kalah mengagetkan, lebih dari 78 ribu penerima bansos diketahui aktif bermain judi online pada semester pertama 2025.
PPATK menilai data ini perlu ditindaklanjuti Kemensos melalui groundchecking atau pengecekan langsung di lapangan untuk memastikan kelayakan penerima.
“Banyak status yang menurut kami perlu didalami lebih lanjut apakah mereka memang masih layak menerima bansos atau tidak,” kata Ivan.
Sementara itu, Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menegaskan bahwa dana bansos yang mengendap di rekening tidak aktif akan ditarik kembali.
Ia menyebut total dana mengendap mencapai Rp2,1 triliun, termasuk lebih dari 10 juta rekening penerima bansos yang tidak aktif selama tiga tahun.
Aturannya, jika dana bansos tidak diambil selama lebih dari tiga bulan 15 hari, maka akan otomatis ditarik.
Gus Ipul menambahkan pihaknya akan berkoordinasi dengan PPATK dan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk menindaklanjuti temuan tersebut.
PPATK juga mengungkap adanya 140 ribu rekening tidak aktif selama lebih dari 10 tahun dengan nilai dana mencapai Rp428,6 miliar, yang berisiko disalahgunakan karena tidak ada pembaruan data nasabah.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]