WahanaNews.co | Kelangkaan pupuk subsidi tiada hentinya dikeluhkan petani. Hal ini bisa dimaklumi, lantaran sebagian petani sangat membutuhkan pupuk subsidi untuk meringankan beban biaya produksinya.
Sementara itu, Kementerian Pertanian (Kementan) dalam sejumlah kesempatan menegaskan pupuk subsidi bukan langka. Tetapi alokasi yang disiapkan pemerintah memang jauh di bawah kebutuhan, karena keterbatasan anggaran.
Baca Juga:
Pertanian Modern Ada di Tangan Generasi Muda
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia wilayah Jawa Barat, Entang Sastraadmadja mengungkapkan, menurut ketentuan penyaluran pupuk bersubsidi, hanya petani yang tergabung dalam kelompok tani (poktan) atau gabungan kelompok tani (gapoktan) sajalah yang bisa memperolehnya.
Artinya, secara faktual penyebarannya tidak merata, dan tidak semua petani akan kebagian pupuk yang disubsidi pemerintah.
"Dari sini saja kita sudah tahu pupuk subsidi ini pasti akan kurang dan tidak bisa dirasakan semua petani," kata Entang, melansir Republika.co.id, Rabu (22/2/2023).
Baca Juga:
Permudah Akses Masyarakat Menuju Areal Pertanian, Pemdes Simanosor Bangun Jalan Sepanjang 2,4 KM
Melalui Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 734 Tahun 2022, alokasi pupuk subsidi ditetapkan sebanyak 9,01 juta ton. Itu terdiri dari pupuk NPK sebanyak 3,23 juta ton, pupuk Urea 5,57 juta ton dan NPK formula khusus 211.003 ton.
Jumlah alokasi itu jauh di bawah rata-rata dari yang diajukan petani melalui elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) lebih dari 25 juta ton.
"Masalahnya, apakah petani menyadari kalau semua tidak akan dapat? Inilah yang harus diselesaikan pemerintah. Di satu sisi data juga harus diperbarui," katanya.
Namun, Entang pun tak menjamin petani yang namanya terdaftar sebagai penerima bakal secara rutin mendapatkan pupuk bersubsidi.
"Itu tergantung ketua kelompoknya, kalau cerdas dan lincah akan mudah tapi kalau diam saja ya akan susah," ujar Entang menambahkan.
Keberadaan penyuluh menjadi amat penting untuk memahamkan para petani ihwal program subsidi tersebut. Kendalanya, Entang mencatat, jumlah penyuluh pun kurang. Idealnya satu penyuluh fokus untuk membina petani di satu desa. Namun kenyataannya satu penyuluh bahkan harus menangani tiga desa dari jarak jauh.
Itu menjadi kendala klasik yang dialami penyuluh sehingga sosialisasi terhadap petani soal pupuk subsidi sering tak sampai. Isu kelangkaan pun mencuat berulang kali.
Meski begitu, ia tak menampik kemungkinan adanya mafia pupuk yang menyelundupkan pupuk subsidi bisa saja terjadi. Kejadian itu pernah ia temukan saat menjadi anggota Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) tahun 1994 silam. Saat itu, ada penyelundupan pupuk subsidi di Sukabumi dan akhirnya ditangkap penegak hukum.
Akan tetapi, Entang menegaskan, ketimbang menuduh ada mafia pupuk saat ini pemerintah lebih baik terus berbenah untuk menyempurnakan tata niaga pupuk subsidi agar jauh dari celah-celah penyelundupan.
Di sisi lain, keberadaan Satgas Pangan juga perlu ditingkatkan untuk ikut mengawasi jalur pendistribusian pupuk subsidi. [eta]